PENDAHULUAN
Dalam era 4.0 ini Tekhnologi merupakan suatu hal yang sangat signifikan digunakan untuk kehidupan manusia. Tekhnologi tidak hanya berkontribusi dalam penyebaran informasi saja melainkan juga kedalam sektor tenaga kerja. Berbagai pekerjaan yang semulanya dilakukan oleh manusia kini mulai digantikan oleh tekhnologi yang mutakhir, salah satu penggunaan tekhnologi dalam bidang pekerjaan yaitu robot. Robot adalah suatu mesin yang diciptakan oleh manusia untuk memudahkan pekerjaan sehari hari. Namun seiring berjalannya waktu robot mulai menggantikan kedudukan manusia sebagai sektor tenaga kerja dan mengakibatkan banyaknya pengangguran.
Artificial Intellegence adalah salah satu bentuk tekhnologi kecerdasan buatan yang berbentuk robot. Richard Bellman mendefinisikan bahwa Artificial Intellegence adalah pergantian tenaga manusia menggunakan tenaga mesin dalam aktivitas yang bergantung pada pikiran manusia seperti pengambilan keputusan, pemecahan masalah, dan pembelajaran.[1]Â
Sistem kecerdasan buatan dapat dimanfaatkan dalam bidang hukum, salah satu bentuk penerapannya adalah melalui proses pemeriksaan, penyidikan, dan pemulihan keadaan pasca tindak pidana. Lalu bagaimana pandangan hukum mengenai Artificial Intellegence dan bagaimana hubungan antara Artificial Intellegence dengan penegakkan hukum di Indonesia.
Dilihat dari pandangan hukum, Artificial Intellegence adalah akibat dari modernisasi dari Tekhnologi. Didalam ilmu hukum dikenal dengan Hukum progresif atau pembebasan hukum, yang menjelaskan bahwa didalam hukum perlu adanya pemikiran atau gagasan baru dalam pengembangan ilmu hukum. Di dalam suatu pengadilan dibutuhkan para penegak hukum yang kompeten dan tidak memihak agar menghasilkan putusan yang adil bagi siapapun. Namun didalam penetapan sebuah keputusan haruslah berdasar pada undang undang yang berlaku, lalu bagaimana sebuah sistem kecerdasan buatan dapat memahami dan menerapkan undang undang dalam menetapkan sebuah keputusan.
Hakim adalah seorang yang dijuluki sebagai wakil Tuhan di Dunia. Artificial Intellegence dapat menggantikan kedudukan Hakim sebagai pengambil keputusan melalui data yang sebelumnya telah dimasukkan dalam sistem. Namun bagaimana bisa sebuah sistem dapat menetapkan keputusan sedangkan didalam pengadilan ada tahapan tahapan yang harus dilakukan sebelum menetapkan sebuah keputusan. Pembahasan ini merupakan salah satu contoh dari kecerdasan buatan dalam bidang hukum yang tujuannya adalah memberikan pengetahuan tentang bagaimana suatu sistem kecerdasan buatan dapat mempengaruhi suatu proses Penegakan Hukum .
PEMBAHASAN
A. Â Hukum Progresif dan Artifical Intellegenc
Hukum progresif adalah hukum yang dibuat untuk manusia. Hukum Progresif adalah hukum yang dibuat oleh seseorang atau sekelompok masyarakat yang mempunyai kewenangan membuat hukum yang dijadikan landasan untuk mengatur hubungan antara sesama masyarakat. Dalam Hukum Progresif kejujuran & ketulusan menjadi mahkota penegakan hukum. Empati, kepedulian, dan dedikasi menghadirkan keadilan, menjadi roh penyelenggaraan hukum.[1]Â
Hukum dibuat oleh manusia untuk mengatur kehidupan bermasyarakat agar terciptanya keadilan dan menjaga ketertiban. Didalam penegakan hukum dibutuhkan pemikiran pemikiran baru yang merupakan implementasi dari Hukum Progesif. Suatu sengketa atau perkara hukum tidak hanya dapat diselesaikan menggunakan undang undang ataupun putusan pengadilan sebelumnya, jika terjadi suatu sengketa atau perkara hukum yang belum diatur dalam undang undang Hakim harus dapat menafsirkan suatu perkara atau sengketa tersebut diputus dengan pasal apa dan bagaimana pelaksanaannya, inilah yang dimaksud dengan pembebasan hukum atau Hukum Progresif.
Artificial Intellegence atau Kecerdasan buatan merupakan suatu gagasan tekhnologi yang digunakan untuk mempermudah pekerjaan manusia. Dalam hukum progesif dikenal dengan pembebasan hukum yang  dalam pelaksanaannya menuai pro dan kontra. Ada beberapa pihak yang menyetujui penggunaan Artificial Intellegence dalam sistem peradilan di Indonesia dengan alasan ini merupakan salah satu bentuk dari penerapan Hukum Progresif di Indonesia, namun juga tidak sedikit yang menolak penggunaan Artificial Intellegence dikarenakan sistem ini tidak sesuai dengan penegakkan hukum di Indonesia yang telah berlaku sejak dulu.Â
Menurut Hukum Progresif diperlukan pembebasan hukum dalam sistem peradilan di Indonesia agar para aparatur negara atau penegak hukum dapat mengikuti perkembangan zaman yang semakin modern. Penggunaan Artificial Intellegence juga diharapkan dapat menjadikan sistem penegakan hukum di Indonesia lebih adil dan tidak memihak.
B. Â Profesi Hukum Hakim
Di dalam suatu Negara yang berdasarkan hukum pasti mempunyai Aparatur Negara yang digunakan untuk mempertahankan tegaknya keadilan dan hukum. Salah satu bentuk dari Aparatur Negara adalah Hakim yang berkedudukan di pengadilan, Pengadilan merupakan badan atau institusi yang menjalankan Kekuasaan Kehakiman. Berdasarkan Pasal 24 UUD 1945 Kekuasaan Kehakiman mempunyai kekuasaan yang merdeka dalam menjalankan Peradilan guna menegakkan keadilan dan hukum.
Penegakan hukum adalah proses atau upaya dilakukannya penegakan terhadap norma norma yang dapat dilakukan sebagai pedoman perilaku dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Dalam proses penegakan hukum dibutuhkan seseorang untuk menegakkan keadilan salah satunya adalah seorang Hakim.
Profesi dapat dikatakan sebagai suatu keahlian khusus yang dimiliki seseorang melalui pendidikan atau latihan. Profesi hukum di Indoneia dibagi menjadi tiga yakni Profesi hukum Hakim, Profesi penasihat hukum dan profesi notaris.[2] Sebagai pelaku fungsi utama pengadilan, Hakim haruslah bersifat jujur dan adil dalam menegakkan keadilan.
Hakim sebagai penegak keadilan memiliki kewenangan yang bebas dari campur tangan orang lain. Hakim dalam memutus sebuah perkara atau sengketa harus menggunakan setidaknya dua alat bukti disertai dengan keyakinan hakim. Walaupun dalam memutus sebuah perkara terdapat lebih dari dua alat bukti namun keputusan tersebut tetap dianggap tidak sah apabila tidak ada Keyakinan hakim dalam memutus perkara atau sengketa tersebut.
 C.  Hubungan Artificial Intellegent dan Penegakan Hukum
Melalui hukum progresif Artificial Intellegence dapat digunakan dalam suatu proses peradilan, dalam hal ini Artificial Intellegence mengantikan kedudukan Hakim sebagai pembuat Keputusan. Dalam menetapkan sebuah keputusan, Artificial Intellegent sebelumnya telah di input data dalam sistemnya, sehingga Artificial Intellegent dapat membuat keputusan sama dengan seorang Hakim, dengan digunakannya Kecerdasan Buatan ini diharapkan Peradilan di Indonesia dapat mewujudkan Keadilan dengan tanpa campur tangan orang lain.
Pengambilan keputusan oleh hakim dilakukan melalui proses yang sangat panjang. Suatu sengketa atau perkara yang telah dilimpahkan ke pengadilan haruslah dilakukan beberapa tahapan untuk menetapkan putusan. Pembuktian adalah salah satu tahapan yang penting untuk dilakukan, melalui pembuktian Hakim dapat mengetahui putusan apa yang harus ia jatuhkan. Artificial Intellegence tidak dapat melakukan pembuktian dikarenakan sifatnya yang harus melalui input data terlebih dahulu dan memerlukan proses yang lebih panjang.
Input data adalah proses dimana memasukkan perkara perkara yang pernah terjadi, putusan putusan yang pernah diambil, dan seluruh tahapan atau proses pengadilan yang pernah dilakukan kedalam sistem Artificial Intellegence. Proses input juga dilakukan untuk mensinkronkan antara database Undang undang dan Putusan Pengadilan
Kelebihan Artificial Intellegence, dengan digunakannya Kecerdasan buatan ini dapat mengurangi kecurangan Hakim dala memutus sebuah perkara atau sengketa. Artifficial Intellegence juga dapat mempercepat proses pengadilan dikarenakan tidak adanya campur tangan orang lain, serta keputusan yang diambil lebih akurat dan tidak memihak salah satu pihak yang terkait.
Kekurangan Artificial Intellegence, didalam penggunaannya Kecerdasan buatan memberikan dampak yang sangat signifikan dalam penegakan hukum di Indonesia, yang mana Hakim dalam membuat keputusan selain harus menggunakan alat bukti juga harus menggunakan Keyakinan atau hati nurani. Tentu hal ini bertolak belakang dengan sistem Artificial Intelegence yang tidak dapat menerapkan keyakinan hakim, Artificial Intellegence dalam memutus perkara hanya berdasarkan data yang sudah di Input dan tidak memiliki kemampuan untuk mengembangkan suatu kasus yang dapat dijadikan pengetahuan. Selain itu, dalam penerapannya Artificial Intellegence masih banyak kekurangan contohnya apabila didalam suatu perkara atau sengketa yang belum pernah ada atau belum ada keputusan sebelumnya maka akan sangat menyulitkan Artificial Intellegence untuk memindai data yang dimasukkan dengan Undang Undang yang ada.
Â
KESIMPULAN
Hukum dibuat oleh manusia dan berlaku bagi manusia. Dalam menegakkan hukum dibutuhkan seseorang yang profesional demi terwujudnya hukum yang adil dan tidak memihak. Dalam Hukum Progresif telah dijelaskan bahwa dalam penegakan hukum dibutuhkan seseorang yang profesional dan memiliki kejujuran dalam menegakkan hukum. Sebagai pelaku utama dalam pengadilan, keadilan dan kejujuran haruslah dijunjung tinggi oleh Hakim dalam menegakkan hukum. Melalui pandangan hukum, Artificial Intellegence kurang efektif dalam penegakkan hukum dikarenakan prosesnya yang memakan waktu lebih lama dibandingkan dengan seorang Hakim.Â
Hubungan Artificial Intellegence dengan penegakkan hukum ialah dalam proses penetapan keputusan Hakim dapat menggunakan keyakinannya namun kecerdasan buatan ini tidak dapat menerapkannya dalam proses penegakkan hukum. Namun jika dilihat dari sisi lain Artificial Intellegence ini dapat mengurangi tindakan sewenang wenang yang dilakukan oleh seorang penegak hukum dikarenakan sistemnya yang sudah diatur berdasarkan Undang undang yang berlaku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H