Mohon tunggu...
Utari ninghadiyati
Utari ninghadiyati Mohon Tunggu... Lainnya - Blogger, kompasianer, penggiat budaya

Menjalani tugas sebagai penggiat budaya memberi kesempatan untuk belajar berbagai budaya, tradisi, seni, dan kearifan lokal masyarakat. Ragam cerita ini menjadi sumber untuk belajar menulis yang dituangkan di kompasiana dan blog www.utarininghadiyati.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Bangunan Peninggalan Belanda di Depok dan Sejarahnya

3 November 2024   09:34 Diperbarui: 7 November 2024   16:47 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bersama keluarga dan para pekerja yang berasal dari Bali dan Nusa Tenggara, Chastelein menggelola perkebunan lada, karet, dan tebu. Hasil perkebunan miliknya dijual ke pedagang di Batavia.

Meski menjabat sebagai petinggi di VOC, Chastelein sangat menyintai Depok dan memilih tinggal di tanah miliknya. Chastelein tidak hanya membangun tempat tinggal, ia juga membangun gereja, saat ini masih digunakan, dan sekolah untuk para pekerjanya.

Ya, Chastelein tidak mau para pekerjanya dibohongi di masa datang. Ia yakin pendidikan menjadi kunci sukses di masa depan. Chastelein pun menggunakan bahasa Belanda untuk berkomunikasi dengan keluarga dan para pekerja.

Hubungan yang baik dan tidak biasa antara tuan tanah dan pekerja itu berakhir ketika Chastelein meninggal dunia. Tetapi sebelum maut menjemput, Chastelein telah membebaskan para pekerjanya. Mereka tidak lagi menjadi budak tetapi sepenuhnya menjadi manusia Merdeka.

Dalam surat wasiat yang ditulis pada 13 Maret 1714, Chastelein bahkan memberi marga pada pekerjanya yaitu Soedira. Marga lain yang tersemat pada nama pekerjanya diduga diambil dari alkitab, yaitu Jonathans, Bacas, Laurens, Leander, Loen, Isakh, Samuel, Jacob, Joseph, Tholense dan Zadokh. Marga Zadokh telah hilang karena tak memiliki keturunan anak laki-laki.

Bangunan Tua di Jalan Pemuda

Sepeninggal Chastelein, Depok menjadi daerah otonom dan memiliki presiden yang berasal dari keturunan 12 marga. Setidaknya ada 5 presiden Depok. 

Terakhir Presiden Depok dijabat oleh Johannes Matijs (JM) Jonathans. Rumah milik Jonathans masih berdiri tegak di seberang bangunan yang dulu dijadikan rumah sakit.

Kehidupan yang semula berjalan dengan baik, tiba-tiba berubah ketika terjadi peristiwa gedoran depok. Masyarakat beranggapan keturunan bekas pekerja Chastelein tidak mendukung kemerdekaan Indonesia karena memiliki UU yang memberikan hal pilih warga yang dewasa. Mereka pun masih memakai bahasa Belanda untuk berkomunikasi.

Warga keturunan bekas pekerja Chastelein pun ditangkap dan ditahan di Kedung Halang. Di sana warga keturunan belajar bahasa Indonesia. 

Dua tahun berselang, mereka akhirnya bisa kembali ke kampung halamannya. Perubahan tentu terjadi, Depok yang semula dipimpin oleh presiden akhirnya melebur dengan pemerintahan yang berkuasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun