Mohon tunggu...
Rama Uta
Rama Uta Mohon Tunggu... Karyawan Swasta -

Sulit untuk mencuri dunia yang telah bersikap dan menyandarkan punggung dengan kearifan untuk mengetahuinya..

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

(HUT RTC) Duduk, Berjalan dan Berlari

4 Maret 2016   15:18 Diperbarui: 4 Maret 2016   15:33 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Kupercepat langkahku.
Untuk membeli kain putih pesanan ibu
padahal kemarin aku disuruhnya

Hampir menabrakku, pak polisi bergegas menuju jalan-raya
Ada orang tertabrak truk.

Pemahat kayu sedang duduk bersila
Kuhampiri sejenak dan bertanya
Andakah yang membuat ini?
Sekilas anggukan sederhana yang kutangkap

Kuperhatikan dia seperti sedang memperhatikanku
layaknya dihipnotis, aku duduk disampingnya

Mataku menerawang kepahatan nama yang ada
Kutunjukkan satu nama yang kukenal,
dia hanya menunjuk tikungan jalan dan berkata besok pagi

Selang waktu selanjutnya penuh dengan kebisuan
Hingga terpecahkan dengan bunyi kantong kresek
ambillah,
Sudah selesai kemarin,
Tapi sesuai perintah, harus kuserahkan sekarang

kuambil lalu berjalan menuju tikungan yang dia tunjuk

Sampai setengah jalan,
Aku berbalik arah mencari sipemahat
Tapi tak ada

Kuberlari menuju rumah
Aku terseok,
Sampai rumah ibuku tak ada

Kuberlari lagi ke tikungan tadi dan berhenti di kuburan
Sangat cepat, bahkan sampai hidungku bersimbah darah
Hening dan sunyi tak ada apa-apa disana

Kukembali ke jalan-raya,
kulihat polisi tadi sedang menutup badanku yang tergeletak bersimbah darah
ada ibu memeluk adikku yang sedang memeluk bonekanya
Sambil menangis, Ibu berkata
Coba kemarin kamu beli kain putih ini, nak!
Mungkin tak ada truk yang lewat melindas

Aku Tercekat,
Kubuka kantong kresek itu
Kulihat ada namaku
Dengan tulisan almarhum didepannya.

04 Maret 2016

 

Sumber Inspirasi :

PUISI UNTUK ANAK KORBAN TABRAKAN MAUT AFRIANTI SUSANTI
Ayah,

oleh : Ruben Nurdiasamanto

 

Aku pamit, badanku mulai dingin dipelukanmu..
 Paman Malaikat sudah disini...
 Dia membawakan aku sebuah selendang...
 Dia akan menggantikan baju kotorku ini....
 Biarkan Dia Yang Menimangku...

 Biarkan Dia menggantikan pelukanmu...
 Sepertinya akan hangat berada dipelukannya...
 Ayah, apakah itu botol susuku??
 Biar aku teguk, sekali teguk untuk perjalannku nanti..
 Sepertinya akan jauh,...
 Jika aku tertawapun ayah tak akan dengar dari kejauhan..

 Aku akan rindu ayah...
 Aku tidak akan nakal, paman malaikat menjagaku..
 Ayah, maafkan aku..
 Aku tak akan membalas lagi pelukan eratmu..

 Letakkan aku dipangkuanmu dengan adzan pengantar terakhirku..
 Doakan aku sepanjang waktu..
 Mimpikan aku menjelang Malam....

 Ayah,
 Maafkan aku berlari mendahului mu..
 aku sudah di ujung jalan..
 Ingat aku disetiap Doamu...
 Dan susu ini akan menguatkanku...

 

 

karya ini diikutsertakan dalam rangka memeriahkan ulang tahun perdana Rumpies The Club

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun