Mohon tunggu...
Uswah Kumala
Uswah Kumala Mohon Tunggu... Mahasiswa - :)

broken crayons still color.

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Pengaruh Komitmen terhadap Nilai Kepuasan Kerja

17 November 2021   06:41 Diperbarui: 17 November 2021   07:56 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Menarik garis lurus ke belakang, bagaimana sejarah membentuk istilah komitmen dan mengapa hal itu dibutuhkan dalam pelaksanaan kerja untuk mempengaruhi nilai kepuasan kerja.

Kita tanpa sadar mengetahui dan memahami pada jam berapa kita harus bekerja dan jam berapa kita memiliki waktu untuk beristirahat, hal itu semua ada bukan tanpa sebab, melainkan sejarah eropa membentuk itu semua. Pertama kali ketika seorang dari Inggris, James Watt, menemukan mesin uap sebagai bahan dan alat untuk dimanfaatkan dalam pekerjaan yang kemudian hal itu juga diimplementasikan pada kegiatan transportasi untuk menjalankan kereta api uap pertam di Inggris, sehingga dari sanalah awal mulanya bagaimana sistem kerja dibentuk.

Sistem kerja melahirkan kebisaan, kebiasaan yang hingga saat ini kita rasakan, berangkat pagi pukul 7, mendapatkan jam istirahat di siang hari dan pulang di sore hari adalah sebuah sistem yang dibentuk oleh negara eropa kemudian diimplementasikan oleh negara-negara di Asia melalui penjajahan-penjajahan yang dilakukan oleh negara eropa atau pun dari negara Asia itu sendiri.

Sistem kerja itu tidak hanya membentuk bagaimana kita harus bekerja, namun juga membentuk sistem pendidikan yang melahirkan kebutuhan budaya industri yang dibutuhkan.

Namun, berkembangnya jaman, pasar industri saat ini tidak hanya membutuhkan seseorang yang patuh dan mendengar perintah, melainkan perusahaan membutuhkan seseorang yang bisa bekerja lebih atau berkomitmen dengan tekad yang kuat untuk mempengaruhi nilai kepuasan kerja. Banyak perusahaan-perusahaan modern mulai menciptakan sistem win-win solution bagi pekerjanya dalam membentuk sistem kinerja nya sendiri.

Hal itu yang dilakukan oleh Dima Djani, CEO dari perusahaan startup Alami, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang finansial syariah, dalam liputannya di channel youtube Agusleo Halim, dia mengutarakan bagimana peranan perusahaan dalam membentuk sistem kerja untuk meningkatan komitmen dalam bekerja, Dima mengatakan bahwa dirinya mencoba membentuk ekosistem SDM yang baik dengan membuat hari kerja menjadi hanya 4 hari, dari senin hingga hari kamis, yang normalnya sering kita temukan perusahaan menggunakan 5 hari kerjanya secara penuh. Sistem ini tentunya didasari dari keinginannya untuk membentuk komitmen kerja yang lebih baik dari sebelumnya. Hal itu terbukti dari peningkatan kinerja dari ragam indikator perusahaan. Selain itu juga karyawan merasa lebih tertantang dan merasa puas atas pekerjaannya.

Pada era modern ini, banyak pendiri perusahaan terutama stratup berusaha memutar otak dalam memberikan peranan perubahan bagi perusahaannya, salah satu hal yang dilakukan adalah membentuk organisasi belajar atau juga disebut Learning Organization. Pada sistem ini, perusahaan membentuk budaya belajar yang membuat karyawannya secara terus menerus mencapai hasil yang maksimal, sehingga tentunya ini dapat melampui dari sekedar indikator komitmen menjadi sebuah rasa loyalitas demi mendapatkan hasil atau nilai kepuasan kerja yang lebih baik.

Budaya organisasi yang belajar akan menciptakan standar baru yang lebih baik dalam proses kerja, karyawan akan berkomitmen lebih dan berloyalitas tinggi atas kepentingan-kepentingan perusahaan. 

Budaya organisasi yang belajar artinya membentuk mindset bahwa segala hal yang dikerjakan saat ini adalah proses untuk menjadi lebih baik di masa mendatang, prinsip-prinsip dan pandangan mengenai bagaimana sistem kerja itu dibentuk juga memakan waktu yang tidak sebentar.

Kembali kepada perilaku individu karyawan yang berkomitmen dalam mempengaruhi nilai kepuasan kerja. Kepuasan kerja seorang karyawan seharusnya diciptakan sebaik-baiknya agar moral kerja, dedikasi, kecintaan dan kedisiplinan pada proses kerja karyawan dalam perusahaan meningkat. Indikator kepuasan kerja dapat diukur dari absensi, turn over dan moral kerja. Menurut Hasibuan, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja karyawan antara lain:

  • Balas jasa yang adil dan layak.
  • Penempatan yang tepat sesuai dengan keahlian.
  • Berat ringannya pekerjaan.
  • Suasana dan lingkungan pekerjaan.
  • Peralatan yang menunjang pelaksanaan pekerjaan.
  • Sikap pimpinan dalam kepemimpinannya.
  • Sikap kebosanan kerja.
  • (Hasibuan, 2001)

Menurut Hasibuan, indikator pada kepuasan kerja sebenarnya dapat diukur dari absensi, turn over, dan moral kerja. Memiliki catatan kehadiran yang baik, memiliki komitmen dalam bekerja pada karyawan yang memiliki kepuasaan kerja lebih baik daripada karyawan yang tidak mendapatkan kepuasaan kepuasan kerja. Semua hal itu berdampak satu sama lain, jika semakin puas karyawan terhadap pekerjaannya, maka komitmen yang ditunjukkan karyawan tesebut akan meningkat, begitu pula prestasi kerja karyawan di perusahaan. Prestasi kerja karyawan yang dapat dilihat salah satunya adalah absensi karyawan. Prestasi kerja karyawan baik jika catatan kehadiran karyawan pun baik. (Hasibuan, 2001).

Apabila semakin tinggi tingkat komitmen organisasi suatu perusahaan, maka rasa untuk pindah jabatan atau keluar dari perusaan akan semakin rendah, sebaliknya apabila tingkat komitmen organisasi karyawan tersebut rendah, maka semakin tinggi niat berpindah pekerjaan yang dimiliki oleh karyawan tersebut. 

Pernyataan tersebut dibuktikan oleh para peneliti yang menyimpulkan bahwa terdapat hubungan negatif antara komitmen organisasional dengan ketidakhadiran maupun perpindahan karyawan (Robbins dan Judge, 2012). Michaels dan Spector (1982, dalam Kurniawan, 2009) berpendapat bahwa komitmen terhadap perusahaan mempunyai korelasi yang negatif dan signifikan terhadap niat berpindah pekerjaan.

Untuk itu perusahaan memiliki peranan penting dalam menciptakan budaya bekerja, seperti memberikan reward untuk mereka yang mencapai indikator keberhasilan dengan sangat baik atau dengan waktu yang lebih cepat, selain itu juga perusahaan perlu untuk merancang indikator untuk meningkatkan kinerja karyawan sebagai sebuah tim dalam perusahaan. Sistem yang dibentuk tersebut selanjutnya dievaluasi dalam kurun waktu yang ditentukan untuk dapat menciptakan organisasi yang belajar secara berkelanjutan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun