Berdasarkan UU Pajak Pertambahan Nilai dan Penjualan Barang Mewah, PPN (Pajak Pertambahan Nilai) adalah pajak atas konsumsi barang dan jasa di Daerah Pabean yang dikenakan secara bertingkat di setiap jalur produksi dan distribusi. Sementara Daerah Pabean didefinisikan sebagai seluruh Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonsia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, serta tempat - tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang - Undang yang mengatur mengenai kepabean.
PPN adalah pajak tidak langsung yang berarti pembebanan pajak dibebankan ke pihak lain. Pajak Pertambahan Nilai di Indonesia menganut sistem Credit Method, artinya memperhitungkan besaran pajak (PPN) masukan dan pajak (PPN) keluaran, untuk menghindari pajak berganda maka pajak keluaran dikreditkan (dikurangkan) dengan pajak masukan yang dapat dikreditkan.Â
Pajak (PPN) masukan adalah PPN yang seharusnya sudah dibayar oleh PKP karena perolehan Barang Kena Pajak (BKP) dan/ atau perolehan Jasa Kena Pajak (JKP). Sederhananya PPN masukan adalah pajak yang dibayar oleh PKP pada saat memperoleh/ membeli BKP/ JKP dari PKP penyedia BKP/ JKP tsb.
Pajak (PPN) keluaran adalah PPN terutang yang wajib dipungut oleh PKP yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP). PKP menerbitkan faktur pajak sebagai bukti pungutan pajak atas penyerahan BKP dan JKP.
Dasar Hukum
Dasar hukum pengenaan PPN adalah UU no 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah tearkhir dengan UU nomor 42 tahun 2009.
Objek PPN
Objek PPN dapat diartikan sebagai barang dan jasa kena pajak yang terkena pungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Sebenarnya semua barang dan jasa merupakan Objek PPN, namun ada beberapa pertimbangan baik pertimbahan ekonomi dan sosial maka ada beberapa barang dan jasa yang tidak dikenakan PPN sehingga tidak termasuk dalam Objek PPN.
Secara sederhana, objek pajak pertambahan nilai dikelompokan menjadi dua, yakni:
- Barang Kena Pajak (BKP), yaitu barang berwujud berupa barang bergerak dan barang tidak bergerak, serta barang tidak berwujud yang dikenakan PPN.
- Jasa Kena Pajak (JKP), yaitu tiap-tiap kegiatan berupa pelayanan yang dengan berdasarkan perikatan atau perbuatan hukum memungkinkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak, tersedia untuk dipakai. Selain itu, jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan, juga termasuk dalam kategori JKP, yang dikenakan pungutan PPN.
Dua kategori di atas ini merupakan garis besar objek PPN yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan. Secara spesifik, macam-macam objek PPN serta yang tidak termasuk dalam objek PPN tertuang dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPN dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) atau biasa disebut UU PPN dan PPnBM.
Landasan Hukum Objek PPN
Sesuai dengan namanya, objek PPN memiliki landasan hukum Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPN dan PPnBM atau biasa disebut UU PPN dan PPnBM.
Secara spesifik, pasal yang mengatur mengenai macam-macam objek PPN dalam UU PPN dan PPnBM antara lain:
- Pasal 4 Ayat (1), yang merinci mengenai macam-macam kegiatan yang masuk dalam objek PPN.
- Pasal 16C, yang mengatur mengenai objek PPN yang berupa kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain yang batasan dan tata caranya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK).
- Pasal 16D, yang mengatur tentang pengenaan PPN atas penyerahan BKP berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan oleh PKP.
Kategori Objek PPN
Berdasarkan UU PPN dan PPnBM Pasal 4 Ayat (1), kategori yang termasuk objek PPN antara lain:
- Penyerahan BKP di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha PKP.
- Impor BKP.
- Penyerahan JKP di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha.
- Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
- Pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
- Ekspor BKP berwujud oleh PKP.
- Ekspor BKP tidak berwujud oleh PKP.
- Ekspor JKP oleh PKP.
Tarif PPN
Tarif Pajak Pertambahan Nilai terbagi menjadi dua yaitu tarif umum dan tarif khusus. Sesuai Pasal 7 UU PPN No. 42 Tahun 2009 disebutkan besar tarif PPN sebagai berikut:
- Tarif umum 10% untuk penyerahan dalam negeri
- Tarif khusus PPN Ekspor 0% diterapkan atas ekspor BKP berwujud maupun tidak berwujud, dan ekspor JKP.
- Tarif Pajak sebesar 10% dapat berubah menjadi lebih rendah, yaitu 5% dan paling tinggi 15% sebagaimana diatur oleh Peraturan Pemerintah.
Melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan ( UU HPP ), pemerintah menaikkan tarif PPN secara bertahap, yakni:
1. Tarif Umum
- Tarif PPN 11% berlaku mulai 1 April 2022
- Tarif PPN 12% paling lambat diberlakukan 1 Januari 2025
2. Tarif Khusus
Sedangkan tarif khusus untuk kemudahan dalam pemungutan PPN, atas jenis barang/jasa tertentu aau sektor usaha tertentu diterapkan tarif PPN final, misalnya 1%, 2% atau 3% dari peredaran usaha, yang diatur dengan PMK.
Dasar Pengenaaan Pajak (DPP) PPN
Dasar Pengenaan Pajak (DPP) adalah jumlah harga jual, penggantian, nilai import, nilai export, atau nilai lain yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang
Penghitungan PPN
Rumus PPN
PPN = tarif PPN x Dasar Pengenaan Pajak (DPP)
Contoh :
Pengusaha Kena Pajak (PKP) A menjual tuni Barang Kena Pajak (BPK) dengan harga jual sebesar Rp. 25.000.000,- berapakah PPN terutang ?
Jawab :
Keterangan = tarif PPN menggunakan aturan yang sedang berjalan yaitu 11% dari DPP
PPN Â Â = 11% x 25.000.000,-
      = 2.7500.000,-
Pajak pertambahan nilai (PPN) keluaran terutang atas penyerahan BKP tsb adalah 2.7500.000
Penghitungan DPP atas PPN include
Apabila PPN sudah include pada harga BKP rumusnya berikut ini :
DPP Â Â = bruto x 100/111
Misalnya berdasarkan contoh di atas PKP A menjual tunai BKP dengan harga 27.750.000,- hitung DPP nya.
DPP Â Â = bruto x 100/ 111
      = 27.750.000 x (100/111)
      = 27.750.000 x 0.900900900900901
      = 25.000.000
Maka DPP nya adalah Rp 25.000.000,-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H