Esok harinya, pagi-pagi benar si Amit mulai menggelar kardus.
"Mit, mau ngapain?" tanya seseorang.
"Mau sarapan."
"Lo kok malah rebahan?"
"Mau ketemu Bang Jumarin dalam mimpi."
"Hah, dasar gila!" Seseorang itu menggerutu sambil bergegas pergi.
***
Seakan masih ada luka yang mengekal sehingga bangunan bekas rumah itu dibiarkan begitu saja. Belum ada seorang pun dari keluarga mendiang Jumarin yang berinisiatif manfaatkan lahannya. Namun kemudian ketua RT setempat mencoba memediasi kedua anak Jumarin dan saudara-saudaranya.
Maka dicapailah kesepakatan, lahan bekas rumah itu dijual. Sebagian uangnya digunakan untuk membadalhajikan Jumarin. Sisanya digunakan untuk biaya berobat si Amit ke rumah sakit jiwa. Sebagaimana dimaklumi bahwa si Amit pernah menjadi karyawan di toko Jumarin. Sejak toko Jumarin bangkrut si Amat kehilangan pekerjaan. Gadis yang akan dilamarnya memutuskan cinta. Si Amit prustasi, meningkat jadi depresi, selanjutnya sakit jiwa.
Hingga dua tahun kemudian, saat cerita ini disusun, bekas rumah itu masih berdiri. Tak jelas, entah apa alasannya sehingga pembelinya tidak segera mengeksekusinya. Satu keadaan yang kini berbeda, bahwa si Amit tak lagi ada di bawah pohon ceri. Selain karena pohon cerinya telah ditebang juga karena si Amat sudah sembilan bulan di rawat di pesantren yang menangani pengobatan bagi pengidap gangguan jiwa.
Yang membuat warga sekitar bekas rumah itu sedikit resah adalah adanya seorang warga yang mengaku melihat penampakan makhluk yang menyerupai mendiang Jumarin. Wallahu'alam.[]