Mohon tunggu...
Usman Bone
Usman Bone Mohon Tunggu... Buruh - Buruh, Kuli, Pembantu

Kumpulan Cerita Pendek, Cerita Rakyat Puisi, Tokoh dan Sosok

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ceritaku Melihat "Pendengung" yang Mau Jokowi - Prabowo "Pecah" Kongsi

9 Oktober 2024   15:09 Diperbarui: 9 Oktober 2024   15:24 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Instagram Presiden Joko Widodo

Kembali kulihat media sosial. Isu keterakan Prabowo dan Jokowi terus menggema. Ada komentar-komentar pedas yang bahkan mulai menyerang personal, menggiring opini publik. 

"Mereka benar-benar menginginkan perpecahan, bukan persatuan," pikirku lagi. Persatuan antara Jokowi dan Prabowo justru menguatkan bangsa. Namun, jika berhasil dipecah, maka peluang mereka untuk menguasai (?)

Aku mencoba menggali lebih dalam, menelusuri siapa yang paling diuntungkan dalam situasi ini. Beberapa kelompok politik yang mungkin merasa tersaingi oleh kekuatan Prabowo dan Jokowi tampaknya sedang bermain api di belakang layar. 

Mereka menggunakan isu ini sebagai alat untuk memecah belah basis dukungan yang kuat.

Mereka tidak bermain dengan jujur. Strategi mereka halus, tapi mematikan. Mereka menggiring opini, menciptakan narasi seolah-olah Jokowi - Prabowo pecah, padahal faktanya masih sangat erat mereka malah duduk bersma, diskusi dan makan-makan bersama. 

Mereka memanfaatkan media sosial sebagai senjata utama, menciptakan kebisingan dan kekacauan di tengah masyarakat yang sudah lelah dengan konflik politik.

Namun, di balik semua itu, satu hal yang pasti, mereka yang menginginkan perpecahan tidak pernah menginginkan yang terbaik bagi bangsa. Mereka hanya peduli pada kekuasaan. Bagi mereka, Divide et Impera adalah jalan untuk meraih apa yang mereka inginkan.

Aku sadar, tugas kita sebagai masyarakat adalah tidak mudah terprovokasi. Kita harus lebih bijak dalam menyaring informasi, memahami bahwa di balik setiap isu ada motif tersembunyi. Dan sekarang, motif itu jelas: kekuasaan.

Tulisan ini hanya gumamku saja.....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun