Aku mengangguk, mencoba menahan air mata yang mulai menggenang di mataku. "Terima kasih, Bud."
Dia keluar dari kamarku tanpa berkata apa-apa lagi, meninggalkanku dalam keheningan yang mencekam.
Aku duduk kembali di tempatku, merasakan kesepian yang begitu dalam. Mungkin Budi benar, mungkin aku memang berbeda dari mereka. Tapi aku juga tahu bahwa aku tidak bisa menyerah pada tekanan untuk melakukan hal-hal yang bertentangan dengan prinsipku. Aku bukan pecundang karena tidak ikut berjudi. Aku bukan pengecut karena tidak mau minum alkohol.
Malam itu, aku merasakan kehilangan yang besar, seolah-olah sesuatu yang berharga telah terenggut dariku. Namun di balik kesedihan itu, ada secercah kekuatan yang lahir dari keyakinan bahwa aku melakukan hal yang benar. Aku mungkin sendirian sekarang, tapi aku tidak kehilangan diriku. Dan pada akhirnya, aku percaya bahwa loyalitas yang sejati bukanlah tentang mengikuti arus, melainkan tentang setia pada nilai-nilai yang kita yakini, meski itu berarti berjalan sendirian.
Aku menatap keluar jendela lagi, dan kali ini, suara tawa di bawah sana tak lagi menyakitkan. Mereka mungkin telah menganggapku bukan bagian dari mereka, tetapi aku tahu siapa diriku. Dan itu sudah cukup.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H