“Harusnya yang ori Pak. Ini musim hujan khawatir kemasukan air, nanti mati.”
“Yang ori berapa harganya?”
“Seratus ribu.”
“Wow, mahal.” Aku ragu menggantinya. “Biarkan sebulan dulu deh.”
“Ya, gak apa-apa, terserah yang bapak penting tahu. Kapan-kapan kalau sudah ada rezeki, saran saya sebaiknya diganti.”
Sepertinya cangklong busi wajib ganti dengan yang original karena kualitasnya lebih baik. Aku jadi berbalik pikir. “Memangnya kalau dengan cangklong busi biaya semuanya jadi berapa?” Aku khawatir dana yang kupunya tidak mencukupi
“Coba tanya dengan ibu.”
Aku tanya kepada costumer service. Dihitungnya sesaat. Katanya, “Tiga ratus tiga puluh lima ribu.”
Aku mengantongi uang lima ratus lima puluh ribu. Culuplah. “Sekalian cangklongnya deh.”
Dia mengambilnya, lalu diberikan kepadaku. Aku berikan kepada montirnya. Aku kembali duduk. Beberapa saat kemudian pengerjaan selesai. Motor dites jalan. Setelah itu, motor bisa kubawa pulang. Aku membatin, kalau saja sejak bermasalah motornya langsung dibawa ke bengkel urusannya bisa lebih simpel. Sebabnya aku tidak ada waktu karena harus absen kedatangan pagi dan kepulangan sore.
Sebenarnya rencanaku hari itu aku akan touring solo, naik motor sendiri, ke pantai Binuangeun. Pada peta google jaraknya 151 kilometer di barat daya. Lumayan jauh. Telah kutawari teman-teman yang kira-kira berminat, tapi ternyata tak seorang pun yang bersedia. Ya, tekatku amat kuat, aku akan pergi sendiri untuk datang ke pantai Binuangeun demi merasakan sensasinya. Sensasi timbul di tempat yang jauh dan untuk pertama kalinya datang di situ. Itu aku suka. Berangkatnya harus Sabtu setelah subuh agar nantinya aku pulang tidak terlalu malam dan besok harinya Minggu bisa istirahat. Ya rencana itu jadi tertunda. Kenapa harus pergi sendiri, tidak mengajak keluarga? Kalau dengan keluaraga harus menggunakan mobil, terlalu jauh. Anakku tidak kuat di motor. Jika menggunakan mobil dananya sedang tidak memadai.