Mohon tunggu...
Usep Saeful Kamal
Usep Saeful Kamal Mohon Tunggu... Human Resources - Mengalir seperti air

Peminat masalah sosial, politik dan keagamaan. Tinggal di Depok.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Asian Games, Gelar S.Ag Menpora dan Cak Imin

17 September 2018   07:40 Diperbarui: 17 September 2018   07:48 399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terus fokus satu titik, hanya itu titik itu
Tetap fokus kita kejar lampaui batas
Terus fokus satu titik, hanya itu titik itu
Tetap fokus kita kejar dan raih bintang

Yo yo ayo... yo ayo Yo yo ayo... yo ayo
Yo yo ayo... yo ayo Yo yo.. ooo...ooo
Yo yo ayo... yo ayo Yo yo ayo... yo ayo
Yo yo ayo.. kita datang kita raih kita menang

Penggalan bait lagu "Meraih Bintang" sebagai official theme song Asian Games 2018 ini masih saja dinyanyikan anak-anak ditempat tinggal penulis saat mereka bermain, meski penutupan acaranya sudah hampir dua pekan berlalu.

Bukan hanya anak-anak, remaja bahkan orang tua pun masih ada saja yang melantunkannya kala penulis berpapasan dengan mereka di stasiun kereta. Tidak hanya itu, pengamen di salah satu stasiun kereta yang setiap hari dilalui penulis masih saja bawakan lagu itu.

Rupanya euporia kebanggaan masyarakat kita terkait keberhasilan penyelenggaraan event olah raga Benua Asia empat tahunan ini masih belum lenyap. Mulai dari acara pembukaan hingga penutupan nampak masyarakat kita tak mau ketinggalan satu momen pun dalam momentum langka ini.

Bukan hanya masyarakat kita yang bangga, secara spesial Via Vallen sebagai penyanyi dan Pay Siburian sebagai pencipta lagu tentu bangga bahwa lagu yang dinyanyikannya bisa mendunia bahkan dicover kedalam enam bahasa: Arab, India, Korea, Jepang, Thailand dan Mandarin. Wajar bila keduanya kemudia ia naik kelas menjadi musisi internasional.

Selama empat belas hari kita disuguhi suasana sorak sorai penonton televisi yang saksikan pertandingan cabang olah raga baik dirumah, kantor, mall, pos kamling dan fasilitas publik lainnya. Momen itu seolah menjadi obat mujarab atas kepenatan hidup yang mereka rasakan dimasing-masing ruang rutinitasnya.

Kebanggaan masyarakat kita yang lain, tentunya terhadap prestasi Indonesia yang finis diperingkat keempat hingga pengghujung perhelatan itu dan memboyong 98 medali dengan 31 emas, 24 perak dan 43 perunggu. 

Tak pelak, perolehan medali sebanyak itu menjadi sejarah baru sepanjang keikutsertaan Indonesia di ajang Asian Games,  sukses sebesar ini tak pernah diraih Indonesia. Lebih dari itu, raihan medali saat ini melampaui perolehan Indonesia saat menjadi tuan rumah di tahun 1962 Indonesa dengan 11 emas, 12 perak, dan 28 perunggu.

Sejarah ini tentu layak dikenang oleh siapapun yang mencintai negeri ini, wabilkhusus jerih payah semua stakeholder penyelenggara 'hajatan' Asian Games ini. Perjuangan mereka mesti diapresiasi meskipun sebatas do'a bahwa apa yang mereka lakukan telah memberi kebahagian bagi seluruh rakyat Indonesia tanpa terkecuali.

Penulis kira, kesusksesan ini adalah buah dari solidaritas yang dirajut oleh seluruh stakeholder Asian Games, mulai dari presiden, para menteri terkait, pelatih, atlit dunia usaha dan lain sebagainya.

Gelar S.Ag Menpora

Jelang berakhirnya perhelatan Asean Games 2018 yang lalu, beredar luas di media sosial kita terkait meme netizen dengan tulisan "Rahasia sukses Indonesia di Asean Games ternyata gelar sarjana Menpora Imam Nahrawi adalah S.Ag (Sarjana Asian Games).

Meme ini dihubungkan dengan keberhasilan Indonesia meraih posisi keempat pada Asian Games kali ini. Selain melampaui target 16 emas dan posisi sepuluh besar, pencapaian ini tentu menjadi sejarah tersendiri bagi Kementerian Pemuda Olah Raga yang dipimpin Menteri bergelar Sarjana Agama (S.Ag).

Bagi orang yang tidak pernah mengenyam pendidikan di perguruan tinggi Islam boleh jadi mengiyakan jika S.Ag itu benar Sarjana Asian Games. Padahal S.Ag itu merupakan gelar yang disematkan pada sarjana yang telah menamatkan pendidikan di perguruan tinggi agama Islam pada semua program studi sebelum tahun 2003.

Sebagai orang yang pernah enyam pendidikan di perguruan tinggi Islam, penulis masih ingat betul bila kata S.Ag seringkali dijadikan bahan candaan bagi para senior kepada rekannya yang akan raih gelar itu, seperti S.Ag (Sarjana Acan Gawe). Kalimat bahasa Sunda ini mengandung makna sarjana belum atau susah kerja.

Tak jarang senior kami yang telah meraih gelar itu merasa minder bila kembali ke kampung halamannya. Keminderan itu ditambah dengan istilah S.Ag yang dipelesetkan dengan sarjana alam gaib. Citra S.Ag dikampung lagi-lagi dianggap kelasnya tidak lebih tinggi dibanding Drs, Ir, dr, SH dan lain sebagainya.

Lebih dari itu, orang bergelar S.Ag dikampung selalu identik dengan aktifitas di mesjid dan madrasah. Tak jarang bila ia seringkali ditunjuk sebagai juru do'a dalam kegiatan dilingkungan tempat tinggalnya.

Bagi penulis yang alumni perguruan tinggi Islam, pak Imam Nahrawi sebagai Menpora yang di tunjuk Jokowi sebagai bagian dari kabinet kerja telah membuktikan bahwa sarjana agama mampu menciptakan prestasi apabila ia diberikan amanah dan kesempatan meski secara akademik bukan dibidangnya.

Asian Games 2018 ini beliau telah mengangkat marwah S.Ag atau gelar lain yang sekarang berlaku di perguruan tinggi agama Islam baik negeri maupun swasta. Betapa tidak, sebelum era Jokowi S.Ag nyaris tidak pernah mendapatkan tempat menjadi bagian dari pengelola negeri ini selain Menteri Agama.

Sudah menjadi rahasia umum bila para menteri pada sejarah kabinet pemerintahan kita selalu berlatar belakang perguruan tinggi umum yang berstatus bonafide, terlebih kementerian yang dianggap strategis.

Pak Imam Nahrawi sekali lagi telah membuktikan bahwa tidak liniernya gelar akademik dengan jabatan kementerian terkait belum tentu ia tidak bisa berbuat sesuatu bagi negeri ini. Integritas ia sebagai S.Ag telah teruji bisa merubah mindset orang terhadap gelar akademik seseorang yang tekesan menomorduakan alumni perguruan tinggi Islam.    

Tidak sedikit orang yang meragukan bahkan mencibir beliau kala ditunjuk pak Jokowi menjadi Menpora usai Jokowi -- JK menangi Pilpres 2014. Beres-beres PSSI yang lalu adalah bagian dari pembuktian beliau bahwa S.Ag bisa bertarung dengan "mafioso" sepak bola negeri ini yang memakai baju PSSI dan nyaris tidak pernah beri prestasi untuk negeri ini. Melalui tangan dinginnya, hari ini kesan olah raga adalah milik orang berpunya sudah diputus mata rantainya.

Peran Cak Imin

Duduknya pak Imam Nahrawi dikursi Menpora tidak terlepas dari peran H. Muhaimin Iskandar alias Cak Imin sebagai top leader Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang berkontribusi banyak terhadap pemenangan Jokowi -- JK pada Pilpres 2014 lalu.

PKB sebagai partai berbasis kader santri tak patah arang ketika diminta untuk mendelegasikan kadernya pada kabinet pemerintahan Jokowi -- Jk meski bergelar S.Ag. Seperti diketahui bersama bahwa Imam Nahrawi (Menpora) dan Hanif Dhakiri (Menaker) keduanya bergelar S.Ag.

Bagi penulis, Cak Imin adalah orang yang praktekkan secara nyata prinsip kesetaraan sebagai pilar demokrasi. Dimana prinsip ini dipraktekkan sebagai ikhtiar menentang sistem dominasi kekuasaan yang cenderung diskriminatif.

Kesetaraan yang dimaksud menempatkan persamaan sebagai aras bagi proses menciptakan kemaslahatan dalam ruang yang lebih luas, dimana persamaan merupakan hak mendasar bagi manusia disamping ada persamaan yang mutlak.

Yang menarik bagi penulis, Cak Imin telah mematerialkan prinsip persamaan dengan cara menghapus hambatan yang bisa menghapus individu dalam mewujudkan potensinya, dengan menghapus hukum dan hak-hak istimewa lain yang tidak dibenarkan.

Bagi sebagian orang, santri bergelar S.Ag tidak akan mampu menduduki jabatan pemerintahan dan menjadi penentu kebijakan. Tidak bagi Cak Imin, yang terpenting mereka diberikan kesempatan untuk mengembangkan potensinya, terbukti Imam Nahrawi dan Hanif Dhakiri mampu berkontribusi banyak terhadap apa yang diamanahkan kepadanya.

Sudah menjadi rahasia umum bila negera ini dikelola oleh orang yang nota bene alumni perguruan tinggi negeri unggulan, sebut saja ada UGM, UI, ITB, IPB, ITS, Unpad, Undip dan lainnya. Alumni perguruan tinggi Islam nyaris tidak pernah diberi kesempatan menduduki jabatan negara sekelas menteri, kecuali di era Jokowi -- JK.

Dalam Islam dikenal bahwa manusia terdiri dari berbagai suku, ras, agama, bangsa dan liannya. Tetapi pada prinsipnya masing-masing memiliki hak yang sama terkait kedudukannya. Satu hal yang mebedaknnya adalah kualitas moralitas mereka dan ia hanya berlaku dihadapan Tuhan. Diskriminasi merupakan pengingkaran terhadap nilai Islam itu sendiri.

Penulis kira, Cak Imin berprinsip kuat bahwa kesetaraan merupakan satu hal yang fundamental dan dibutuhkan bagi pengembangan demokrasi dalam kontek tata kelola pemerintahan. Sudah tidak ada lagi dikotomi antara alumni perguruan tinggi umum bonafide dan perguruan tinggi Islam yang terkesan kelas dua.

Soal integritas dan 'adab" dalam menjaga amanah merupakan hal pokok dibanding gelar akademik dalam menduduki jabatan kenegaraan seperti menteri. Karena ia akan menjadi 'ruh' sepanjang ia berekpresi, berkreasi dan berinovasi mengembangkan potensinya sehingga kemaslahatan bertebaran tanpa ada batas.

Meski hari ini Cak Imin sebagai Panglima Santri sekaligus menjadi khadim (pelayan) utama KH. Ma'ruf Amin menuju kontestasi Pilpres yang bersanding dengan Jokowi, paling tidak beliau sangat menguasai peta jalan bagaimana kedepan santri bisa mendapatkan kesempatan lebih banyak mengelola negeri bersama Jokowi -- KH. Ma'ruf Amin.

Penulis adalah peminat masalah sosial, politik dan keagamaan. Tinggal di Depok.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun