Mohon tunggu...
Usep Saeful Kamal
Usep Saeful Kamal Mohon Tunggu... Human Resources - Mengalir seperti air

Peminat masalah sosial, politik dan keagamaan. Tinggal di Depok.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

May Day, Cak Imin, dan Buruh

1 Mei 2018   08:09 Diperbarui: 1 Mei 2018   09:27 1624
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Peringatan 1 Mei sebagai hari buruh internasional atau populer dengan sebutan May Day sangat lekat dengan peristiwa yang terjadi di lapangan Haymarket, Chicago, Illinois, Amerika Serikat (AS) pada 4 Mei 1886.

Atas tuntutan tadi, pada saat Menteri Tenaga Kerja dijabat oleh Muhaimin Iskandar, dengan inisiatif dan perjuangannya "berbisik" pada Presiden SBY, May Day kemudian ditetapkan sebagai hari libur nasional. Hal ini sebagai penerapan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 24/2013.

Tak pelak, keputusan itu disambut dengan sukacita oleh kalangan pekerja atau buruh. Suka tidak suka, May Day sebagai wujud cinta Cak Imin pada buruh. Wajar bila semua tersenyum gembira dan menerima Keppres 24/2013 sebagai kado yang menggembirakan.

Sebagai menteri yang membawahi urusan ketenaga kerjaan kala itu, Cak Imin faham betul menangkap peluang demokrasi yang memberi kesempatan yang sama pada semua pihak, wabil khusus para pekerja atau buruh demi memenuhi hak-haknya.

Wujud cinta Cak Imin dengan mengapresiasi eksistensi buruh ini merupakan sejarah terang bagi ketenagakerjaan kita. Meskipun polemik soal upah, hubungan kerja dan syarat-syarat kerja terus disuarakan.

Rentan Politisasi

Sudah menjadi rahasia umum bila isu tenaga kerja di Indonesia selalu rentan disusupi kepentingan politik. Terlebih tahun ini menghadapi pemilu legislatif, DPD dan Pilpres tahun 2019 mendatang.

Sekedar contoh, akhir-akhir ini jagat media kita diramaikan dengan berseliwerannya berita tentang temuan Tenaga Kerja Asing (TKA) yang dianggap mengganggu eksistensi potensi pekerja lokal kita.

Yang penulis sayangkan, isu ini bagian dari politisasi isu terutama  pekerja dari Tiongkok yang malah muncul tiba-tiba di tahun politik ini. Padahal isu ini sudah ada sebelum pemerintahan Jokowi-JK hari ini. Inilah yang penulis sebut sebagai poltisasi.

Penulis sayangkan, karena tidak memiliki basis argument yang jelas dan  bertentangan dengan fakta-fakta sebenarnya yang terjadi di lapangan. Data yang dimunculkan pihak-pihak yang "meramaikan" isu itu sungguh tidak sesuai dengan data Kementerian Ketenagakerjaan yang diperoleh secara berjenjang dari level dinas.

Padahal, saat ini kita telah berada dalam era Asean Free Trade Area (AFTA) sejak tahun 2015 yang lalu. Para pemimpin negara-negara ASEAN telah sepakat untuk mentransformasi wilayah ASEAN menjadi kawasan bebas aliran barang, jasa, investasi, permodalan, dan tenaga kerja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun