Mohon tunggu...
Ursula Dyah
Ursula Dyah Mohon Tunggu... Guru - Teacherpreneur

Teacher, Trainer and Educator. Founder of Bintang Kejora

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bingkai Retak

6 Januari 2025   18:51 Diperbarui: 6 Januari 2025   18:51 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Rini, aku," ia terdiam sejenak, mungkin mencari kata-kata yang tepat. "Aku dan Maya merasa seperti menemukan kembali. Aku tidak tahu bagaimana menjelaskannya, tapi perasaanku..."

"Perasaanmu apa, yah? Setelah 12 tahun kita menikah, setelah semua yang kita bangun bersama? Apa kamu tidak memikirkan aku dan Sinta? Apa salahku? Apa kurangnya aku?"  Rini berusaha menahan air matanya, tetapi suaranya bergetar.

Wawan menggeleng tak berdaya. "Aku tidak ingin menyakitimu, Rini. Tapi aku juga tidak bisa membohongi diriku sendiri. Aku mencintai Maya, rasa itu kembali tumbuh setelah sekian waktu terpendam, aku seperti menemukan jiwa yang hilang."

Malam itu menjadi awal dari serangkaian perang dingin yang tak terhindarkan. Rini mencoba segala cara untuk mempertahankan keluarganya. Ia mengajak Wawan untuk berkonsultasi ke konselor pernikahan, tetapi suaminya selalu menolak. Sementara itu, hubungan Wawan dan Maya semakin erat. Rini merasa dirinya seperti tamu di rumahnya sendiri.

Waktu terus berlalu. Sinta yang semakin besar mulai menyadari ada sesuatu yang tidak beres di antara kedua orang tuanya. Suatu sore, ketika Rini sedang menyiapkan makan malam, Sinta mendekatinya. "Bu, kenapa Ayah sering pergi? Dulu Ayah suka ajak aku main gitar, tapi sekarang aku jarang melihatnya di rumah dan selalu pulang malam." tanya Sinta polos.

Rini tertegun. Ia berlutut di depan putrinya, memegang kedua bahunya dengan lembut. "Sayang, Ayah sedang banyak urusan. Tapi Ibu selalu ada untuk kamu. Kalau ada apa-apa, cerita saja sama Ibu," ujar Rini sambil tersenyum, meski hatinya terasa berat.

Tak kuasa Rini memeluk Sinta dengan erat sambil meneteskan air mata. Namun segera ia usap karena tak mau anak semata wayang yang masih belia melihat kesedihannya.

Pada suatu malam yang dingin, Wawan akhirnya mengutarakan niatnya yang paling dalam. "Rini, aku ingin pergi," katanya tanpa basa-basi.

"Pergi? Maksudmu apa?" tanya Rini dengan alis mengernyit.

"Aku akan tinggal bersama Maya. Kami berencana memulai hidup baru," jawab Wawan dengan nada datar.

Kata-kata itu menghantam Rini seperti badai. Ia tidak percaya bahwa lelaki yang ia cintai dan kagumi selama ini mampu mengucapkan hal seperti itu. Ia mencoba membujuk Wawan, mengingatkan tentang Sinta, tentang semua kenangan yang mereka miliki. Tetapi hati suaminya sudah tertutup.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun