Lantas dia mendekatiku dan memberiku jambu yang matang. Dan jambu itu ternyata rasanya manis sekali.Â
Mang Dede, lantas duduk di teras, pandangannya seperti menerawang ke awan, tak berkedip sambil senyum-senyum. Membuatku ikut tersenyum melihat tingkahnya.Â
Pengurus rumah kontrakan itu tiga orang, Mang Dede, Mbak Sri yang kerjanya mencuci pakaian dari orang kontrakan dan suaminya yang juga membantu bersih-bersih. Setiap hari mereka bergantian membersihkan kontrakan, menyapu dan ngepel. Mereka bersaudara.
Sore itu aku duduk bersama Mbak Sri sambil nyeruput teh pahitku di teras rumah kontrakan. Iseng aku tanyanya. "Mbak, kenapa Mang Dede tadi senyum-senyum sendiri. Dan kenapa ia selama ini sendirian saja? Memang gak ada istri atau saudara lainya?" Penasaranku membuat rentetan pertanyaan seperti kereta liwat. "Aduh Mbak kok saya kepo ya!"
"Oh itu. Ia memang selalu senyum-senyum kalau manjat pohon jambu, Mbak. Teringat masa lalunya mungkin. " jawab Mbak Sri.Â
Lalu Mbak Sri bilang, suatu hari Mang Dede pernah cerita, pohon jambu itu katanya mengingatkan pada cerita lamanya, sekitar tiga puluh tahun lalu, ketika Mang Dede masih muda, ia berkenalan dengan gadis cantik dari desa sebelah yang memiliki rambut panjang dan berkacamata. Mirip gadis sampul zaman sekarang.
"Wah tambah penasaran cerita tentang Mang Dede."
" Iya, Mbak. Perempuan itu akhirnya menjadi kekasihnya. Orangnya cuantiiikkk banget, namanya Lastri. Katanya mereka bertemu saat peringatan tujuh belasan di desa sebelah, tapi sayangnya hubungan mereka kandas."
"Astagfirullah," spontan aku berucap sambil ngelus dada meskipun gak ada yang terjadi.Â
"Jadi tuh, Mbak. Pacaran mereka sering di bawah pohon jambu merah, yang hampir sama dengan pohon jambu ini. Mereka kencan seminggu sekali sambil Lastri mengantar makan siang ayahnya di sawah"
Lalu Mbak Sri bercerita panjang lebar tentang mereka. Tentang Mang Dede yang suka mengambilkan jambu merah buat Lastri. Suatu ketika, saat Mang Dede sedang di atas pohon jambu, ayah Lastri pergi ke tempat itu, menemui Lastri yang  sedang duduk di atas batu besar di bawah pohon jambu. Sang ayah yang menjabat kepala desa Winangun mengajaknya pulang. "Ada tamu istimewa buatmu. Ia anaknya seorang kontraktor di kota ingin  melamarmu, Nduk!"