Mohon tunggu...
Urip Widodo
Urip Widodo Mohon Tunggu... Peg BUMN - Write and read every day

Senang menulis, membaca, dan nonton film, juga ngopi

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Mengusung Tokoh Non Partai, Bukti Kegagalan Partai

17 Juli 2024   10:51 Diperbarui: 17 Juli 2024   10:57 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: metrotvnews

Topik pilihan Kompasiana: Partai Kepincut Elektabilitas Tokoh, sangat menarik untuk diulas. Mengapa? Karena - sepengamatan saya - telah terjadi pergeseran orientasi partai politik dalam pilkada.

Saat ini - sekali lagi ini opini saya - orientasi partai hanya 'yang penting menang'. Bagaimana caranya, di pilkada harus menang.

Betul, tujuan kompetisi adalah untuk menang. Namun, tidak harus dengan menyingkirkan idealisme partai, seperti mencalonkan 'orang lain' dan melupakan kader sendiri.

Selain Pemilu, Pilkada adalah tolok ukur keberhasilan sebuah partai politik di daerah. Sehingga tidak mengherankan kalau kemudian setiap Parpol berusaha keras memenangkan kontestasi politik tingkat daerah tersebut.

Berbagai cara dilakukan partai politik untuk itu. Salah satunya dengan mengusung tokoh populis yang diperhitungkan menjadi magnet yang akan menarik suara rakyat sebanyak mungkin. 

Fenomena merekrut dan kemudian mengusung tokoh sekarang ini memang sedang berlangsung.

Misalnya seperti yang terjadi di daerah saya sendiri, Kota Tasikmalaya. Beberapa partai politik membuka pendaftaran secara terbuka untuk siapapun yang berniat maju di Pilkada 2024 nanti, sebagai kandidat calon walikota.

Seperti yang diwartakan pikiranrakyatcom, 19/04/2024, beberapa partai politik di Kota Tasikmalaya mulai membuka pendaftaran Calon Wali Kota dan Calon Wakil Wali Kota Tasikmalaya Periode 2024-2029. Partai-partai yang membuka pendaftaran itu antara lain Partai Demokrat, PPP, PKB dan PDI Perjuangan. 

Keempat parpol itu mengaku bahwa membuka pendaftaran Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota itu merupakan mekanisme yang diterapkan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) masing-masing parpol. Bahkan setiap parpol wajib membuka kesempatan, selain untuk kader, juga untuk khalayak umum yang memiliki potensi.

Mengusung tokoh eksternal parpol sebagai calon kepala daerah, menurut saya adalah bukti kegagalan parpol menjalankan fungsinya.

Gagalnya di mana?

Opini saya ini berdasarkan referensi yang saya baca di buku 'Dasar-dasar Ilmu Politik', yang ditulis pakar ilmu politik Indonesia, Prof. Miriam Budiardjo.

Di buku tersebut Prof, Miriam Budiarjo menyatakan bahwa salah satu fungsi partai politik adalah sebagai sarana rekrutmen politik. Beliau menjelaskan sebagai berikut, 'Fungsi ini berkaitan erat dengan masalah seleksi kepemimpinan, baik kepemimpinan internal partai maupun kepemimpinan nasional yang lebih luas.'

Sepemahaman saya, membaca penjelasan Prof. M. Budiardjo di buku tersebut, partai politik adalah, 

Wadah untuk merekrut dan membina (mendidik) calon-calon pemimpin, baik pemimpin tingkat daerah maupun pemimpin tingkat nasional. Atau membina orang-orang yang akan mengisi posisi-posisi di pemerintahan, baik daerah maupun nasional.

Dan ini sejalan dengan tujuan didirikannya partai politik. Prof. M. Budiardjo di buku yang sama menyatakan bahwa tujuan dari partai politik adalah menguasai pemerintahan. Baik pemerintahan daerah maupun tingkat nasional.

Pengertian menguasai pemerintahan ini - di negara yang menganut sistem demokrasi seperti Indonesia - adalah menguasai legislatif (DPRD dan DPRI) dan menguasai eksekutif (kepala daerah dan presiden).

Jadi, fungsi partai politik itu membina warga negara yang menjadi anggotanya. Sehingga, nantinya, setelah dibina ada di antara anggota-anggotanya itu yang layak menjadi kepala daerah. Kemudian anggota yang layak menjadi kepala daerah itu diusung dalam Pilkada (pemilihan kepala daerah).

Sehingga, idealnya, calon-calon kepala daerah yang maju dalam Pilkada itu adalah kader-kader partai politik yang telah mendapatkan pembinaan. Dengan kata lain, kader-kader partai politik yang telah lama menjadi anggota. Sebutan lainnya adalah kader internal.

Namun, apa yang seharusnya atau idealnya terjadi itu ternyata jauh panggang dari api. Idealisme partai politik ternyata hanya ada dalam catatan, atau hanya teori saja. 

Realitanya kalah sama 'kepentingan seseorang'. Banyak partai yang saat Pilkada justru mencalonkan 'orang lain', atau bukan kadernya sendiri, yang telah dibina bertahun-tahun.

Dengan dengan demikian, tidak berlebihan kalau saya menganggap partai politik yang mencalonkan 'orang lain' sebagai calon kepala daerah, sebagai partai politik yang gagal. 

Gagal menjalankan fungsinya sebagai wadah rekrutmen calon pemimpin.

Apalagi kemudian kalau merekrut tokoh untuk calon kepala daerah hanya berdasarkan popularitas saja, seperti mengusung artis menjadi kandidat kepala daerah.

Tentu saja opini saya ini tidak atau bukan meniadakan kemampuan atau kapasitas politik tokoh-tokoh non-partai yang mendaftarkan diri menjadi kandidat. Akan tetapi alangkah idealnya, seseorang yang akan maju di Pilkada 2024 nanti itu adalah tokoh senior dari partai politik. Karena kesenerioran atau lamanya dia berada di partai, memberinya pelajaran dan pengalaman politik yang berharga untuk berkiprah menjadi kepala daerah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun