Ronald Taylor, presiden Negara X, adalah sosok yang berwibawa di depan publik. Namun di balik senyumannya yang karismatik, tersembunyi rahasia-rahasia kelam. Selama masa jabatannya, ia telah melakukan berbagai kejahatan. Mulai dari korupsi yang merugikan negara hingga penyelewengan kekuasaan. Tidak hanya itu, pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukannya telah merenggut banyak nyawa tak berdosa.
Malam itu, Istana Negara X sunyi. Di balik dinding-dinding megahnya, Ronald Taylor duduk di ruang kerjanya. Cahaya lampu temaram memantulkan bayangan wajahnya yang tampak lelah dan penuh kerut. Pandangannya kosong, menatap keluar jendela yang menghadap taman istana. Angin malam berbisik lembut, seakan membawa kabar buruk yang semakin menambah beban di hatinya.
Ronald menghela napas panjang. Ia tahu, waktunya semakin sempit. Masa jabatannya tinggal beberapa bulan lagi. Dan setelah itu, kekebalan hukum yang selama ini melindunginya akan lenyap. Bayangan para lawan politiknya, uang haram yang mengalir deras, serta nyawa-nyawa yang hilang, semua itu kembali menghantui pikirannya.
"Apa yang harus aku lakukan?" bisiknya pada dirinya sendiri. Ketakutan menyelinap masuk ke dalam hatinya, merayap perlahan seperti ular berbisa. Ia tahu bahwa kejahatannya tidak akan termaafkan. Dan begitu ia turun dari jabatannya, pintu penjara mungkin sudah menunggunya terbuka lebar.
Di tengah kegundahannya, langkah kaki terdengar mendekat. Pintu ruang kerja terbuka perlahan, dan sosok yang ia kenal baik muncul di ambang pintu. Ricardo, penasehat setianya, dengan wajah penuh keyakinan. Ronald menatapnya dengan harapan samar, mencari jawaban atas kegelisahan yang merajam hatinya.
"Ricardo, aku tidak bisa tidur. Aku merasa setiap detik adalah bom waktu yang siap meledak," Ronald membuka percakapan, suaranya bergetar.
Ricardo mendekat, duduk di hadapan presiden. "Saya mengerti, Pak. Tapi kita harus tetap tenang. Pasti ada cara untuk keluar dari situasi ini."
Ronald menggeleng. "Mereka semua menunggu aku lengser. Lawan-lawan politik, termasuk rakyat. Mereka ingin melihat aku jatuh. Mereka akan mengorek semua kesalahanku, menyeretku ke pengadilan."
Ricardo menatap Presiden dengan tatapan tajam. "Saya punya solusi, Pak. Tapi Anda harus percaya dan mengikuti setiap langkah yang saya sarankan."
Presiden mengangkat alisnya, keingintahuan dan harapan bercampur dalam sorot matanya. "Apa yang akan kau rencanakan, Ricardo?"
"Pak, tidak ada cara lain, semua data digital yang berisi kasus-kasus Anda harus dihapus," kata Ricardo, suaranya tenang namun tegas. "Tapi kita harus melakukannya dengan cara yang tidak menimbulkan kecurigaan."
Presiden mengangguk pelan. Meski ketakutan masih mencengkeram hatinya, setidaknya ada secercah harapan di balik rencana Ricardo. Dalam hening malam, mereka mulai merencanakan langkah-langkah yang akan diambil. Sementara itu, di luar jendela, bulan tampak redup, sembunyi di balik awan, seolah tak ingin terlibat dalam penyusunan skenario jahat mereka.
Keesokan harinya.Â
Di sebuah gedung tersembunyi, Ricardo dan timnya berkumpul. Wajah-wajah penuh ketegangan menyelimuti ruangan itu. Di depan mereka, layar-layar komputer berpendar dengan berbagai data dan kode-kode rumit. Ini adalah markas kecil tempat skenario besar akan dijalankan.
"Kawan-kawan, proyek ini harus berhasil. Tidak boleh ada kesalahan sedikit pun," ujar Ricardo tegas. "Pertama, kita harus buat jejak digital palsu. Semua harus terlihat seolah-olah yang melakukan adalah hacker internasional."
Diego, kepala tim IT, mengangguk. "Ok! Kami akan menciptakan jejak yang mengarah ke kelompok Dark Webber. Mereka terkenal dan sangat sulit dilacak. Kami akan seolah mereka lah yang meretas server nasional."
"Langkah kedua," lanjut Ricardo seraya menatap layar komputer di depan mereka. "Kita serang sistem keamanan nasional. Buatlah kekacauan yang bisa mengalihkan perhatian. Tapi ingat, tidak boleh ada data penting yang benar-benar hilang, kecuali data yang terkait dengan presiden."
Setelah beberapa jam bekerja tanpa henti, mereka berhasil 'mengamankan' jejak digital presiden sesuai skenario yang mereka rencanakan. Semua data yang terkait dengan kejahatan presiden sudah tidak ada lagi.
Diego mengangguk. "Kami sudah menyiapkan waktu dan tanggal serangan. Besok malam, saat presiden sedang memberikan pidato, kita mulai operasinya."
Ricardo tersenyum puas. "Bagus. Ingat, tidak boleh ada yang tahu tentang ini selain kita. Selesaikan tugas kalian dan jangan tinggalkan jejak sedikit pun."
Malam berikutnya.Â
Berita tentang peretasan menyebar cepat, membuat kepanikan di seluruh negeri. Dalam kekacauan itu, Ricardo dan timnya dengan tenang menghapus semua data yang berpotensi menjebak presiden.
Ketika serangan berakhir, tidak ada satu pun data yang tertinggal. Semua telah dihapus tanpa meninggalkan jejak. Ricardo berdiri di tengah ruangan, menghela napas lega. "Kerja bagus, tim. Kita telah menyelamatkan presiden."
Dua hari kemudian.Â
Ketika Ricardo dan timnya merayakan kemenangan mereka, di tempat lain, seorang penyelidik dari Badan Keamanan Nasional bernama Natalie mencium keanehan dari kasus peretasan yang menyerang server negara. Dengan kecerdasan dan instingnya yang tajam, ia merasa ada yang janggal dalam peretasan ini.
"Pasti ada yang tidak beres," gumam Natalie kepada rekan kerjanya, Alejandro. "Serangan ini tidak seperti biasanya. Dan Dark Webber biasanya meninggalkan pesan ancaman."
"Jadi menurutmu, ini bukan kerjaan Dark Webber?" tanya Alejandro.
Natalie mengangguk, matanya menyipit. "Kita harus menyelidiki lebih dalam. Lacak semua aktivitas di sekitar waktu peretasan. Cari jejak yang mungkin luput dari pandangan."
Sementara itu, di ruangan tersembunyi mereka, Ricardo mendapat kabar dari seorang informan bahwa Badan Keamanan Nasional mulai curiga peretasan dilakukan di dalam negeri. Wajahnya berubah tegang. "Ini tidak boleh terjadi. Kita harus memastikan tidak ada yang bisa melacak jejak kita."
"Apa yang harus kita lakukan, Bos?" Diego tak kalah tegang.
Untuk beberapa jenak Ricardo berpikir. "Kita buat distraksi lain. Sesuatu yang besar, yang bisa mengalihkan perhatian mereka sepenuhnya. Tapi kali ini, kita harus berhati-hati. Tidak boleh ada kesalahan."
Dalam pada itu, Natalie berhasil menemukan petunjuk penting. Sebuah jejak kecil yang menunjukkan ada aktivitas mencurigakan dari server yang seharusnya tidak terlibat. Ia segera melaporkan temuannya kepada atasannya.
"Ini bisa jadi terobosan besar, Pak," kata Natalie dengan penuh semangat. "Kita mungkin akan mengungkap konspirasi besar."
Di sisi lain, Ricardo merencanakan serangan balasan. Ia tahu bahwa waktu mereka semakin sedikit. Jika Natalie terus menggali, seluruh skenario mereka akan terbongkar.
"Kita harus menghentikan dia, bagaimanapun caranya," desis Ricardo. "Kita tidak punya pilihan lain."
Di tengah tekanan dan ketegangan yang memuncak, permainan kucing dan tikus antara Ricardo dan Natalie semakin intens. Suasana semakin mencekam, dan setiap langkah menjadi penentu hidup dan mati.
Ricardo dan timnya berada di bawah tekanan yang luar biasa. Mereka tahu bahwa waktu mereka hampir habis. Natalie semakin dekat dengan kebenaran, dan setiap detik yang berlalu membuat mereka semakin terpojok. Ricardo memutuskan untuk mengambil langkah ekstrem.
"Kita harus menghilangkan semua bukti fisik dan digital. Kita harus berpindah tempat dan membuat seolah-olah kita tidak pernah ada." kata Ricardo tegas.
"Tapi sebelum itu," lanjut Ricardo. "Kita akan memberikan umpan padanya. Buatlah jejak digital yang mengarah ke kelompok hacker fiktif di luar negeri. Pastikan itu terlihat sangat meyakinkan."
Diego dan timnya bekerja dengan cepat, menciptakan jejak digital yang akan membingungkan Natalie dan Badan Keamanan Nasional. Mereka menanam berbagai petunjuk palsu yang menunjukkan bahwa peretasan dilakukan oleh kelompok hacker yang berbasis di Eropa Timur.
Setelah itu, dengan cepat mereka mulai merapikan semua peralatan, menghapus semua jejak di komputer, dan memusnahkan setiap bukti yang ada.
Ricardo mengarahkan mereka untuk memindahkan operasi mereka ke lokasi baru yang lebih aman dan tersembunyi. Dalam waktu singkat, ruangan yang tadinya penuh dengan aktivitas teknologi berubah menjadi kosong dan sepi, seolah-olah tidak pernah ada kehidupan di sana.
Sementara itu, Natalie dan timnya sibuk melacak jejak yang mereka temukan. Namun, semakin dalam mereka menggali, semakin mereka tersesat dalam labirin yang diciptakan oleh Ricardo dan timnya. Semua petunjuk yang mereka temukan mengarah ke satu kesimpulan: serangan ini dilakukan oleh kelompok hacker internasional yang tidak terhubung dengan siapa pun di dalam negeri.
"Ini tidak masuk akal," gumam Natalie frustasi. "Semua jejak mengarah ke luar negeri. Apakah kita melewatkan sesuatu?"
Alejandro menggeleng. "Kami telah memeriksa semuanya. Tidak ada bukti yang mengarah ke dalam negeri. Mungkin memang ini ulah hacker internasional."
Natalie merasakan kekalahan yang pahit. Meskipun instingnya mengatakan ada yang tidak beres, bukti-bukti yang ada tidak mendukungnya. Ia harus menerima kenyataan bahwa mereka telah kehilangan jejak.
Di tempat lain, Ricardo dan timnya mengamati perkembangan dari lokasi baru mereka. Ricardo menghela napas lega. "Kita berhasil. Tidak ada yang bisa mengaitkan ini dengan kita."
Timnya tersenyum puas. Mereka telah mengelabui semua orang dan menghilang tanpa jejak.
Namun, hanya waktu yang akan mengungkap apakah kejahatan yang dilakukan akan tetap tersembunyi atau akhirnya terkuak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H