Sebagaimana fungsi agama yang kita pahami, yaitu sebagai petunjuk atau pedoman moral dan etika, yang membantu manusia membedakan antara tindakan yang benar dan salah. Maka, dalam politik pun idealnya agama dijadikan pedoman moral atau etika dalam berpolitik.
Al-Maududi, seorang pemikir besar kontemporer. menyatakan bahwa Islam adalah agama paripurna yang memuat prinsip-prinsip yang lengkap tentang semua segi kehidupan yang meliputi moral, etika, serta petunjuk di bidang politik, sosial, dan ekonomi.
Sehingga, alih-alih terjadi pembenturan dalam relasinya, agama dan politik selayaknya berjalan beriringan.
Agama menjaga para pelakunya (politisi) dari berbuat amoral, seperti korupsi, nepotisme, ingkar janji, dan perilaku-perilaku zalim lainnya. Dan politik dapat 'membantu' umat beragama dalam melaksanakan aturan-aturan agama dan mencegah terjadinya perbuatan-perbuatan mungkar.
Rasulullah SAW bersabda,
"Barangsiapa yang melihat kemungkaran (terjadi) di antara kamu, maka ubahlah dengan tangannya. Jika ia tidak mampu, maka ubahlah dengan lidahnya. Jika ia tidak mampu, maka ubahlah dengan hatinya, dan yang demikian itu adalah selemah-lemahnya iman." (Riwayat Muslim)
Pengertian ubah dengan tangan adalah dengan kekuasaan yang dimiliki, termasuk kekuasaan jabatan. Dan kekuasaan (jabatan) saat ini, tidak bisa tidak, harus diraih melalui jalan politik.
Agama dan politik harus sejalan, saling menguatkan. Sungguh indah apa dikatakan Ibnu Taimiyyah untuk menggambarkan idealnya relasi agama (Islam) dengan politik (kekuasaan).
"Agama Islam tidak akan bisa tegak dan abadi tanpa ditunjang oleh kekuasaan, dan kekuasaan tidak bisa langgeng tanpa ditunjang dengan agama."
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI