Kesuksesan atau kelulusan, dalam hal apa pun, pasti memiliki indikatornya. Begitupun dengan puasa di bulan Ramadan. Ada indikatornya yang menunjukkan kita sukses telah melaksanakannya dengan benar. Karena tentu saja kita tidak ingin melaksanakan puasa tidak menghasilkan pahala, tetapi hanya lapar dan dahaga saja.
Hasil akhir dari ibadah puasa di bulan Ramadan adalah menjadikan kita menjadi orang yang bertakwa. Jadi, sukses tidaknya kita berpuasa selama sebulan itu dapat dilihat dari indicator-indikator ketakwaan.
Apa saja indicator ketakwaan seseorang?
Allah Subhanahu wa Ta'ala menjelaskannya di surat al-baqarah ayat 3 dan 4.
"(yaitu) orang-orang yang beriman pada yang gaib, menegakkan salat, dan menginfakkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka. Dan mereka yang beriman pada (Al-Qur'an) yang diturunkan kepadamu (Nabi Muhammad) dan (kitab-kitab suci) yang telah diturunkan sebelum engkau dan mereka yakin akan adanya akhirat."
Ayat di atas menjelaskan enam indikator ketakwaan. Karena ayat sebelumnya (ayat 2) nmenerangkan tentang orang-orang yang bertakwa (muttaqiin).
Indikator yang pertama adalah beriman pada yang gaib
Orang yang bertakwa harus percaya bahwa selain yang nampak terlihat, Allah pun menciptakan yang gaib. Bahkan, rukun iman yang enam, semuanya gaib bagi kita. Allah, malaikat, kitab-kitab yang diturunkan Allah, para Rasul, hari kiamat, dan takdir Allah. Semuanya gaib. Rasulullah memang bukan makhluk gaib, tapi bagi kita yang hidup sekarang, beliau gaib karena tidak terlihat. Begitupun kitab-kitab suci yang pernah diturunkan sebelum Al-Quran. Bagi kita semuanya gaib.
Tidak percaya pada yang gaib selain bukan ciri orang yang bertakwa, juga dapat menggugurkan keimanan kita. Karena tidak percaya satu saja pada rukun iman, maka kita termasuk yang tidak beriman.
Selain itu, percaya pada yang gaib implementasi dalam kehidupan adalah, kita hanya mengandalkan rasio atau logika. Kita harus yakin bahwa disamping upaya-upaya manusia yang bersifat manusiawi, ada kekuatan lain yang juga dapat mempengaruhi hasil. Jadi, bagi orang yang bertakwa, dia tidak hanya mengandalkan ikhtiar manusiawi, tetapi juga akan berdoa.
Indikator kedua adalah mendirikan salat
Salat ada 2, salat wajib dan salat sunat. Salat wajib selamanya tidak berubah, hanya lima kali sehari-semalam. Dan saya takkan membahasnya, karena pasti Anda melaksanakannya. Karena kalau tidak melaksanakan, Anda bukan hanya disebut tidak bertakwa, tapi juga tidak beriman.
Salat sunat ada banyak. Berbeda dengan salat wajib yang harus dilaksanakan, salat sunat boleh tidak dilaksanakan. Namun, justru di sini fungsi salat sunat sebagai ciri orang yang bertakwa.
Semakin bertakwa seseorang, maka dia akan semakin banyak melaksanakan salat sunat. Ada banyak salat sunat yang dikerjakan orang yang bertakwa. Salat tahajud, salat duha, salat rawatib (salat sunat yang dilakukan sebelum dan sesudah salat wajib), salat hajat, atau salat taubat.
Jumlah rakaatnya pun akan menunjukkan kualitas ketakwaan seseorang. Tentu berbeda orang yang tidak pernah melakukan salat tahajud dengan yang rutin melakukannya. Yang rutin pun bisa dibedakan kualitas ketakwaannya, dari yang cuma melaksanakan 3 atau 5 dengan witir, dengan yang melaksanakan rutin 11 rakaat. Semakin banyak melakukan salat sunat semakin tinggi kualitas ketakwaannya.
Indikator ketiga adalah suka berinfaq
Infaq adalah memberikan sebagian harta yang dimiliki kepada orang yang membutuhkan atau untuk kepentingan umum.
Sebagaimana salat, infaq pun ada yang wajib dan ada yang sunah. Infaq wajib adalah zakat. Baik zakat fitrah, zakat profesi, zakat perdagangan, zakat mal (harta), dan lain-lain. Zakat ini perhitungannya. Haul dan nishob-nya. Sementara yang sunah tidak terbatas. Berapa pun atau harta apa pun yang dikeluarkan dengan niat menolong, maka itu disebut infaq.
Sebagaimana salat, infaq yang sunah ini akan menjadi indikator kualitas ketakwaan seseorang. Semakin bertakwa maka akan semakin mudah berinfaq.
Indikator keempat adalah beriman pada Al-Quran
Manusia diciptakan oleh Allah swt sebagai pengganti-Nya di dunia, untuk memakmurkan bumi, mengelola dan memanfaatkannya untuk manusia. Allah pun menurunkan Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dalam tugasnya sebagai wakil Allah di dunia .
Ilustrasi sederhana korelasi manusia dengan kitab suci (dalam hal Al-Quran) dapat dengan mudah kita temukan contohnya dalam kehidupan sehari-hari.
Misalnya, suatu hari Anda membeli HP merk Samsung. Maka untuk mengoperasikan dan merawatnya Anda pasti berpedoman pada buku petunjuk yang dikeluarkan Samsung juga. Tidak mungkin Anda menggunakan buku petunjuk yang dikeluarkan Nokia atau Oppo.
Begitupun, contoh yang lain, untuk televisi, mesin cuci, lemari es, dan lain-lain. Anda pasti akan menggunakan buku petunjuk yang dikeluarkan oleh pabrik yang sesuai. Kalau Anda memaksakan menggunakan buku petunjuk dari pabrik yang berbeda, maka barang Anda tidak akan berfungsi, atau akan cepat rusak.
Begitulah fungsi kitab suci Al-Quran dalam kehidupan manusia. Ia harus dijadikan way of life, atau standard operational procedure (SOP) hidup manusia. Dengan demikian hidup kita akan bahagia dan selamat.
Indikator kelima adalah beriman pada kitab-kitab suci sebelum Al-Quran
Mengimani kitab-kitab suci yang pernah ada juga sama ilustrasinya. Seorang bertakwa mengimani ada kitab Zabur untuk umat Nabi Daud, ada Taurat untuk umat Nabi Musa, dan ada Injil untuk umat Nabi Isa. Kitab-kitab tersebut diturunkan sebagai petunjuk hidup umat-umat di zamannya.
Namun sekarang kitab-kitab itu sudah tidak berlaku lagi sebagai petunjuk hidup manusia, karena sudah diganti oleh Al-Quran.
Ilustrasinya sama. Anda akan mengoperasikan atau merawat HP merek Samsung yang baru Anda beli. Tentu saja Anda tidak akan menggunakan buku petunjuk dari Samsung yang dikeluarkan tiga tahun yang lalu. Karena sudah tidak cocok lagi. Sudah banyak perubahan di type yang baru, yang tidak ada penjelasannya di buku petunjuk lama.
Begitupun untuk televisi, lemari es, atau mesin cuci. Anda harus menggunakan buku petunjuk sesuai tahun produksinya. Atau yang bersamaan dikeluarkan dengan produknya.
Itulah hakikat beriman kepada Al-Quran dan kepada kitab-kitab suci sebelumnya, sebagai ciri orang yang bertakwa.
Indikator terakhir atau keenam adalah meyakini akan datangnya hari kiamat
Hari kiamat adalah hari terakhir dalam kehidupan manusia di dunia. Saat itu seluruh dunia dihancurkan oleh Allah swt, dan semua penghuninya termasuk manusia dimatikan.
Beriman atau percaya terhadap Hari Kiamat sangat penting dalam memelihara keimanan dan ketaatan manusia kepada Allah SWT. Selain karena salah satu dari Rukun Iman, percaya pada hari kiamat juga akan menjadi motivasi bagi manusia untuk senantiasa melakukan kebaikan dan meninggalkan keburukan dalam hidupnya, karena mereka yakin bahwa pada akhirnya, setiap perbuatan akan dihitung dan dinilai oleh Allah swt.
Kita memang melaksanakan ibadah puasa memang baru 3 hari. Namun, dari awal kita harus menanamkan keenam indikator kesuksesan puasa tersebut dalam diri kita, dan terus kita tingkatkan kualitasnya dari hari ke hari, sampai hari terakhir Ramadan. Sehingga kita nanti tidak sekadar menjadi orang yang lulus, tetapi lulus dengan predikat cumlaude.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H