Mohon tunggu...
Urip Widodo
Urip Widodo Mohon Tunggu... Peg BUMN - Write and read every day

Senang menulis, membaca, dan nonton film, juga ngopi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Penantian Selama Enam Tahun

15 Februari 2023   11:25 Diperbarui: 15 Februari 2023   11:43 308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lalu, setelah menangani proses kelahiran istri, si dokter kandungan mendatangi saya, dan langsung memarahi saya. Saya tentu saja kaget ... dan sedih.

"Bapak ini bagaimana? Apakah bapak tidak khawatir ada apa-apa dengan anak bapak? Melihat rekam medis istri bapak yang kena Toksoplasma, harusnya kelahiran tadi didampingi juga oleh dokter anak!" demikian kira-kira teguran dokter kandungan itu. Tentu saja saya hanya diam.

"Beruntung proses kelahirannya lancar, dan anak bapak sehat dan normal." Si dokter kandungan melanjutkan, dan tentu saja kalimat terakhirnya membuat kaget dan juga senang.

Dari literatur tentang Toksoplasma, memang hal yang kami khawatirkan terjadi dengan anak kami adalah terlahir tidak normal alias cacat. Karena banyak kejadian, dikarenakan virus toksoplasma,  bayi yang lahir tidak sempurna.

Dan ini menjadi bagian cerita lucunya. Karena sebelumnya banyak membaca literatur-literatur tentang Toksoplasma itu, terutama di bagian kemungkinan anak terlahir cacat. Istri saya sebelum melahirkan sempat bermimpi bahwa anak kami terlahir dengan kaki hanya sebatas lutut.

Sehingga sesaat setelah melahirkan, istri saya mendesak, bahkan memaksa, kepada perawat untuk segera memperlihatkan bayinya. Dan saat bayi didekatkan, yang pertama dilihat adalah kedua kakinya. Tentu saja para perawat tersenyum melihat kelakuan istri.

Akhirnya, setelah kelahiran putri pertama itu, setiap dua tahun setengah lahirlah adik-adiknya. Sekarang lengkaplah kebahagiaan kami dengan empat buah hati yang menyejukkan mata.

Semoga kisah ini bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun