Mohon tunggu...
Urip Widodo
Urip Widodo Mohon Tunggu... Peg BUMN - Write and read every day

Senang menulis, membaca, dan nonton film, juga ngopi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Saat Gontor di Teror

26 September 2022   15:27 Diperbarui: 26 September 2022   15:28 471
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Mereka meminta semua santri dan kita supaya tidak meninggalkan Pondok. Mereka mengancam, kalau sampai meninggalkan Pondok akan ada bencana besar," jelas Kiai Zarkasyi.

"Ini sudah jelas. Mereka pasti akan melakukan hal yang sama seperti yang mereka lakukan terhadap Pondok Takeran di Magetan. Ini sudah tanda, kita harus segera menyelamatkan para santri." Kiai Rahmat memberi peringatan.

Beberapa hari sebelumnya memang tersiar kabar bahwa PKI menyerbu Pondok Pesantren Takeran di Ma;;getan. Mereka membakar Pondok, kitab-kitab dan Al-Quran. Beberapa santri yang tak sempat menyelamatkan diri tewas dibunuh, termasuk ustad dan Pimpinan Pondok.

Kiai Zarkasy mengangguk lalu menoleh ke saya, "Lukman, tolong panggilkan Ghozali Anwar!"

"Baik, Kiai!" Saya pun keluar dan langsung ke kamar Ghozali Anwar. Ghozali Anwar ini mantan pasukan Hizbullah yang mondok dan kemudian dipercaya untuk menjaga keamanan Pondok sehari-hari.

Setelah Ghozali Anwar tiba, Kiai Sahal menyuruhnya untuk membangunkan seluruh santri untuk mengungsi.

Setengah jam diperlukan Ghozali Anwar untuk membangunkan semua santri dan mengumpulkannya di masjid Pondok. Maka, pada pagi buta, selepas subuh saya bersama teman-teman santri yang berjumlah sekitar 70 orang mengungsi, dipimpin Kiai Sahal dan Kiai Zarkasyi. Setelah sebelumnya memulangkan santri-santri yang berasal dari daerah sekitar Pondok ke rumah mereka masing-masing.

Kami keluar pondok dengan mengendap. Satu kali jalan dua orang, mengikuti Ghozali Anwar yang berjalan di depan, sementara Kiai Sahal dan Kiai Zarkasyi berangkat paling akhir, di belakang para santri.

Kami mengungsi dengan tujuan Gua Kusumo di Trenggalek melalui jalur utara. Kami harus melewati kampung demi kampung, menaiki bukit, dan melewati tepian jurang di pegunungan Bayangkaki. Berjam-jam kami harus berjalan, sementara bekal makanan semakin menipis. Kami hanya mendapat tambahan bekal di warung-warung saat melewati kampung, itu pun tidak banyak.

Kami, para santri hampir frustrasi. Entah kapan kami harus berhenti berjalan, sementara siang semakin terik. Sedih karena harus meninggalkan Pondok tercinta belum hilang, sekarang ditambah dengan penderitaan fisik dan psikis karena harus berjalan tanpa henti.

Tiba-tiba Kiai Zarkasyi berteriak, "LABUH BONDO, LABUH BAHU, LABUH PIKIR, LEK PERLU SAKNYAWANE PISAN!***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun