Beberapa tahun setelah meninggalkan istrinya, Hajr, dan putranya, Ismail, Nabi Ibrahim kembali, dan tinggal bersama mereka.
Â
Setelah Ismail, beranjak dewasa, Nabi Ibrahim mendapat wahyu untuk menyembelih putranya tersebut.
Karena yakin bahwa itu adalah perintah Allah Swt, Nabi Ibrahim tidak ragu. Walaupun begitu, Nabi Ibrahim tidak serta-merta memanggil Ismail dan langsung menyembelihnya. Beliau mengajak berdialog putranya itu, dan meminta pendapat tentang perintah Allah Swt yang diterimanya.
Setelah Ismail berada di depannya, Nabi Ibarhim berkata, "Wahai anakku, sesungguhnya ayah tadi malam bermimpi. Dan ayah yakin mimpi itu adalah wahyu dari Allah Swt."
"Mimpi apakah gerangan, ayahanda?" tanya Ismail.
"Di mimpi itu, Allah Swt memerintahkan ayah untuk menyembelihmu, anakku. Sekarang ayah bertanya, bagaimana pendapatmu akan mimpi ayah ini?"
"Wahai, ayah. Kalau memang itu perintah Allah Swt, lakukanlah! Jangan ragu-ragu. Insya Allah, anakmu ini akan sabar melaksanakan perintah Allah ini."
Sebuah jawaban yang luar biasa dari seorang anak yang beranjak dewasa. Sebagaimana jawaban ibunya dulu, jawaban ini pun keluar dari hati yang telah tertanam di dalamnya aqidah yang kuat.
Jawaban Ismail pun menunjukkan bahwa dia telah dididik dan diasuh secara luar biasa oleh kedua orangtuanya.
Demikian dua dialog dari insan-insan yang dipenuhi iman dalam hatinya.