Mohon tunggu...
Urip Widodo
Urip Widodo Mohon Tunggu... Peg BUMN - Write and read every day

Senang menulis, membaca, dan nonton film, juga ngopi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Diselamatkan Ayat Kursi

19 Mei 2022   13:12 Diperbarui: 19 Mei 2022   13:15 1555
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Malam menjelang perayaan Thanksgiving Lina terpaksa harus Overtime. Pemilik minimarket, tempat Lina bekerja, memintanya untuk bekerja lembur karena pembeli yang datang dua kali lipat dari hari-hari biasa.

Sebagai karyawati yang baru bekerja tiga bulan, Lina tentu tidak bisa menolak. Dia tidak ingin dipecat gara-gara menolak lembur.

Beasiswa yang dia dapat hanya cukup untuk biaya kuliah, sewa kamar, dan membeli buku. Sementara kiriman dari orangtuanya hanya cukup untuk biaya makan sebulan. Padahal kebutuhan yang lain masih banyak. Lina tidak bisa menuntut banyak kepada orang tuanya. Ibunya hanya seorang honorer di sebuah SMP, sementara ayahnya ASN di sebuah kecamatan.

Untuk menghemat pengeluaran, Lina terpaksa menyewa kamar di sebuah kawasan tidak elit, dan bekerja sebagai kasir di sebuah minimarket yang tidak jauh dari tempat kostnya. Beruntung Tuan Arvind, pemilik minimarket, yang keturunan India mau menerimanya, walaupun dia seorang perempuan yang mengenakan jilbab.

Pukul 22.40. Sudah hampir 2 jam Lina overtime. Pendingin di minimarket tidak bisa menghilangkan rasa gerah di tubuhnya. Pun tidak bisa menahan keluarnya keringat-keringat kecil di dahinya, akibat berdiri lebih dari 2 jam.

Melihat kondisi Lina demikian, Tuan Arvind merasa tidak tega. Dia mendekati Lina kemudian berkata, "Kamu pulang saja! Cukup overtime-nya, besok kamu kuliah, kan?"

"Ba-baik, Tuan. Terimakasih." Lina tidak sanggup menyembunyikan rasa senangnya sudah diperbolehkan pulang.

Keluar minimarket, Lina tertegun. Dia baru menyadari, belum pernah pulang kerja lewat pukul sepuluh malam. Kegelisahan melanda hatinya karena untuk menuju tempat kostnya dia harus melewati lorong yang sepi dan temaram.

Malam-malam biasa, dia pulang pukul 21. Walaupun lorong sepanjang 200 meter itu sepi, tapi suasana dua jalan raya di kedua ujungnya masih ramai oleh kendaraan, sehingga Lina tidak pernah merasa khawatir terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.

Namun sekarang, hampir tengah malam, suasana jalan raya sudah sepi, mobil yang lewat hanya satu dua. Untuk tidak melewati lorong itu, Lina harus berjalan lewat jalan memutar, yang jauhnya dua kali lipat. Karena sudah terlalu lelah, dia memaksakan diri lewat lorong itu.

Sepanjang jalan, sejak keluar minimarket, Lina tidak berhenti membaca ayat kursi. Bahkan untuk lebih menenangkan hatinya, dia tidak hanya membaca di dalam hati, tapi membacanya dengan lirih. Mulutnya pun berkomat-kamit.

Jantungnya semakin berdebar saat langkahnya mulai memasuki lorong, ayat kursi pun dibacanya semakin keras.

Deg. Jantungnya seolah berhenti. Kira-kira seratusan langkah, matanya menangkap siluet seseorang sedang bersandar di dinding lorong. Lina menghentikan langkahnya. Dari siluet yang terlihat olehnya, pria yang berdiri kira-kira 50 meter di depannya itu bertubuh tinggi besar dan berkepala botak, dari gerakan tangannya terlihat dia sedang merokok.

Lina galau, apakah harus berbalik dan mengambil jalan memutar, atau terus saja melangkah. Keputusan untuk terus berjalan diambilnya, walau dengan perasaan takut. Sebelum meneruskan langkah, Lina mengaktifkan kamera ponselnya, dan meletakkannya di saku jaket. Ini dilakukan agar kalau terjadi tindakan kriminal oleh orang tersebut, ada bukti rekamannya.

Semakin mendekati si pria perasaan Lina semakin was-was karena sekilas raut pria itu agak mencurigakan, seolah ingin mengganggunya. Namun dia berusaha tetap tenang dan terus membaca ayat kursi berulang-ulang seraya sungguh-sungguh memohon perlindungan Allah Swt. Dia tidak berusaha mempercepat langkahnya. Lina berusaha berjalan normal saja, karena kalau lari justru dia khawatir malah akan dikejar oleh si pria itu.

Ketika ia melintas di depan pria berkulit putih itu, Lina sekilas melirik ke arah pria itu, tetapi si pria itu asyik dengan rokoknya, dan seolah tidak mempedulikannya. Semakin menjauhi pria itu hati Lina semakin tenang, langkahnya pun agak dipercepat, dan kemudian berlari kecil setelah keluar dari lorong.

***

Lina sedang menikmati roti bakar dengan selai strawberry saat TV menyiarkan berita perampokan dan perkosaan yang dialami seorang wanita imigran.

Lina hampir tersedak, saat berita di TV itu menyebutkan lokasi kejadian. Lorong. Ya, lorong yang semalam dia lewati. Apalagi saat disebutkan bahwa Tindakan kriminal itu, menurut kesaksian korban, terjadi sekitar pukul 12 malam. Satu jam setelah Lina melewati Lorong itu.

Korban yang ternyata seorang yang tuna wicara tidak bisa menjelaskan ciri-ciri si pelaku. Sehingga polisi kesulitan menangkap pelaku. Hati Lina pun tergerak untuk menolong. Dia yakin bahwa pelakunya adalah pria yang ada di lorong saat dia lewat.

Lina kemudian mendatangi kantor polisi dan menceritakan pengalamannya semalam saat melewati lorong. Tak lupa dia memperlihatkan rekaman video ponselnya. Dari rekaman itu sekilas terlihat wajah si pria.

Saat wajah si pria itu diperlihatkan kepada korban, dia mengangguk mengiyakan. Tak perlu waktu lama, polisi kemudian bergerak dan menangkap pelaku.

***

Sepulang kuliah, karena penasaran, Lina mendatangi lagi kantor polisi. Dia minta izin untuk menanyakan beberapa hal kepada si pelaku. Karena jasa yang telah diberikannya, polisi memberi izin.

Dengan ditemani seorang polisi, Lina mendatangi sel tahanan yang ada di bagian belakang kantor polisi. Setelah berhadapan dengan si pelaku dia bertanya, "Apa Anda masih ingat saya? Saya juga melewati lorong itu semalam, beberapa menit sebelum wanita yang kau perkosa itu?"

Si pria menatap wajah Lina cukup lama, kemudian berkata, "Tentu saja aku ingat!"

"Lalu, mengapa Anda tidak mengganggu saya? Tidak berbuat apa-apa, padahal waktu itu pun saya berjalan sendirian?"

"Bagaimana saya berani mengganggu Anda? Aku melihat ada dua orang bertubuh besar di samping Anda waktu itu. Satu di sisi kiri dan satu di sisi kanan Anda."

Reflek Lina menutup mulutnya dengan tangan kanan. Lututnya bergetar saat mendengar penjelasan si pria. Kaget dengan jawabannya. Lina tidak mampu berkata-kata lagi. Hatinya dipenuhi oleh rasa syukur dan dia terus memuji Allah Swt. Da pun langsung menyudahi interview dan minta diantar oleh polisi untuk keluar dari ruangan

*****

*dimodifikasi dari kisah sebenarnya yang terjadi di Amerika (USA), tahun 2006.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun