"Maaf, Nak Edo. Waktu kami tiba, kami tidak mendengar ada yang minta tolong. Kami mengira rumah sedang kosong. Lagian, apinya sangat besar, tidak ada satu pun warga yang berani mendekat."
"Sekarang pun, kami belum memeriksa ke dalam rumah, karena melihat masih ada api, dan juga menunggu Anda," lanjut Pak RT.
Sekitar seperempat jam Edo menunggu api benar-benar padam. Dia kemudian berjalan ke arah rumah setelah meminjam senter dari seorang warga.
Dengan senter Edo mengedarkan pandangan ke bagian-bagian rumah yang sudah dihuninya 10 tahun. Dia mencari tubuh istrinya. Di dapur, di kamar mandi, tidak ditemukan. Tak terasa airmata mengalir membasahi pipinya.
Dia berjalan ke arah kamar tidur. Edo tertegun, dahinya mengernyit, raut wajahnya yang semula muram disertai bulir air mata, seketika berubah memerah, menunjukkan kemarahan, saat sinar senter menyorot dua tubuh gosong yang sedang berpelukan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H