Mohon tunggu...
Urip Widodo
Urip Widodo Mohon Tunggu... Peg BUMN - Write and read every day

Senang menulis, membaca, dan nonton film, juga ngopi

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Pendosa Pertama

10 April 2022   07:41 Diperbarui: 10 April 2022   08:23 679
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Qabil | Sumber: dailymotion.com

Suatu hari, Nabi Adam dan istrinya, Hawa, memanggil kedua anak mereka, Qabil dan Habil.

Nabi Adam menyempatkan menarik napas panjang dan menatap wajah keduanya sebelum berkata, "Anak-anakku, usia kalian sudah dewasa. Sudah waktunya kalian menikah. Dan Allah sudah mensyariatkan supaya kalian menikah dengan cara silang."

Qabil dan Habil saling tatap. Nabi Adam paham, ada ketidakmengertian dari apa yang dia sampaikan.

"Begini maksudnya, Qabil menikah dengan adik Habil, Labuda, dan Habil menikahi adik Qabil, Iqlima. Dan Allah Swt memerintahkan untuk menyegerakan pernikahan ini."

"Baik, ayah, apa pun yang Allah dan ayah perintahkan, saya akan melaksanakannya," ujar Habil tegas.

"Bagaimana denganmu, Qabil?" tanya Nabi Adam setelah melihat Qabil hanya menunduk tanpa bicara.

"Iy-iya, ayah, saya ... saya akan melaksanakannya." Qabil menjawab terbata-bata. Ada nada keraguan dalam jawabannya.

"Baiklah kalau begitu, silahkan kalian mempersiapkan diri, nanti waktunya ayah akan memberitahu lagi."

Berbeda dengan Habil yang ceria dan merasa bahagia, Qabil berbalik dengan kepala ditekuk dan wajah menunjukkan rona kecewa.

Rupanya setan, keturunan iblis, memulai tekadnya yang dulu diucapkan di hadapan Allah Swt, bahwa dia akan terus menggoda Nabi Adam dan keturunannya. Setan mulai membisikkan kalimat-kalimat racun kepada Qabil.

"Iqlima itu lebih putih, hidungnya lebih mancung, sepadan denganmu. Bukankah memang dia ditakdirkan bersamamu sejak dilahirkan?"

Semakin diam Qabil, kalimat-kalimat tersebut semakin meresap ke dalam dada. Mengotori hatinya.

"Kamu itu anak paling besar, kenapa kamu yang harus mengalah. Harusnya si Habil yang menikah dengan adiknya sendiri." Setan terus mengompori Qabil.

Termakan godaan setan, Qabil pun kembali menghadap kedua orang tuanya. Beberapa jenak dia terdiam di hadapan Nabi Adam dan Hawa seolah sedang memilih kata yang tepat untuk diucapkan.

"Begini, ayah dan ibu. Saya akan melaksanakan perintah Allah untuk menikah. Namun, kenapa saya harus menikah dengan Labuda? Padahal yang saya inginkan menikah dengan Iqlima." Qabil akhirnya menyampaikan isi hatinya.

Nabi Adam dan Hawa terkejut mendengarnya. "Kenapa, wahai Qabil, apa yang menyebabkanmu tidak mau menikahi Labuda?" tanya Nabi Adam

Qabil tidak sempat menjawab. Ibunya, Hawa, menyusul dengan pertanyaan menohok. "Apakah karena Iqlima lebih cantik dari Labuda?"

Sebagai seorang perempuan, Hawa lebih sensitif, dia memahami apa yang diinginkan Qabil. Menerima pertanyaan dari ibunya, Qabil seolah mendapat jalan untuk mengungkapkan isi hatinya. Maka, dia pun mendongak dan dengan tegas menjawab.

"Betul, bu."

Untuk beberapa saat Nabi Adam dan Hawa terdiam. Kemudian, "Baiklah. Ayah akan memohon petunjuk kepada Allah Swt."

***

Beberapa hari berikutnya Nabi Adam kembali memanggil Qabil dan Habil. Kepada keduanya Nabi Adam memerintahkan untuk mempersembahkan kurban kepada Allah Swt.

"Siapa pun yang korbannya diterima Allah Swt, maka dialah yang berhak menikahi Iqlima," ujar Nabi Adam menutup penjelasannya.

Qabil dan Habil pun kemudian mempersiapkan kurban mereka masing-masing. Habil yang seorang peternak segera memilih kambing yang paling besar.

"Allah telah memberi banyak nikmat kepadaku, aku diberi tubuh yang sehat dan kuat, sudah selayaknya aku memberikan yang terbaik untuk Tuhanku," kata Habil sambil mengelus-elus kambingnya yang berwarna putih.

Sementara di tempat lain, di kebunya, Qabil terus menggerutu, memuntahkan semua kekesalan hatinya.

"Masa untuk menentukan siapa menikahi siapa harus memberikan sesembahan? Bukannya sudah ditakdirkan dari awal, sejak lahir, bahwa aku memang jodohnya Iqlima?"

"Ya, betul. Sejak di rahim ibumu kamu memang sudah bersanding dengan adikmu itu. Itu adalah tanda bahwa jodohmu adalah adikmu." Setan kembali membisikan kalimat panas.

"Kenapa ayah malah menjodohkan aku dengan adiknya Habil? Kenapa tidak menjodohkan dengan masing-masing pasangan lahirnya saja?" Qabil terus memuntahkan kepenasarannya.

"Itu karena adikmu, Habil. Dia yang menginginkan Iqlima, karena dia pun tahu, Iqlima lebih cantik daripada adiknya, Labuda. Dia telah mendatangi ayahmu, meminta dinikahkan dengan Iqlima." Setan melontarkan panah fitnah.

Wajah Qabil semakin merah. Kedua tangan mengepal keras. "Sekarang aku harus menyerahkan kurban lagi. apa-apaan ini?"

Dengan hati dongkol dan kepala panas, Qabil, yang seorang petani, memilih buah-buahan seenaknya. Dia tidak berusaha memilih yang terbaik seperti Habil. Bahkan dia memilih buah-buahan yang tidak layak untuk dimakan.

"Buat apa aku mengurbankan hasil tanaman setelah lelah menanam dan merawatnya?" Mulut Qabil terus memaki seraya mengumpulkan buah-buahan dan memasukkannya ke dalam karung.

Di hari yang ditentukan Qabil dan Habil membawa kurbannya ke sebuah tempat yang ditunjuk ayahnya, dan meletakkannya di sana. Qabil tersenyum sinis melihat adiknya membawa seekor kambing yang besar dan putih bersih.

***

Beberapa hari setelah keduanya mempersembahkan kurban, Nabi Adam memberitahukan bahwa kurban milik Habil diterima Allah Swt, sementara kurban Qabil ditolak.

"Dengan demikian Habillah yang akan menikah dengan Iqlima. Kalian harus segera mempersiapkan diri, upacara pernikahan akan segera dilaksanakan."

Bagai ditusuk besi panas telinga Qabil mendengar penjelasan ayahnya. Tanpa berkata apa-apa dia berbalik dan pergi.

"Sudah aku beritahukan, ini adalah akal-akalan si Habil." Setan kembali berbisik. "Satu-satunya cara untuk menikahi Iqlima adalah dengan menghilangkan si Habil selama-lamanya."

Serbuan kalimat busuk dari setan telah menggelapkan hati dan akal Qabil. Di sebuah kesempatan, saat Habil sedang berbaring di bawah pohon, Qabil mengendap-endap dan kemudian tanpa ampun dia menghantamkan batu yang dipegangnya ke kepala Habil. Berkali-kali, bahkan sampai Habil tidak sempat berteriak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun