Mohon tunggu...
Urip Widodo
Urip Widodo Mohon Tunggu... Peg BUMN - Write and read every day

Senang menulis, membaca, dan nonton film, juga ngopi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pacar Pertama yang Tidak Jadi

12 Maret 2022   09:48 Diperbarui: 12 Maret 2022   10:01 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah sepekan Dodi sering melihat dari jauh anak kelas 1-5 yang bernama Atik. Kelasnya, kelas 2-A1, berdekatan dengan kelas 1-5, kelas terakhir kelas 1, sehingga membuatnya jadi memiliki lebih banyak kesempatan untuk melihat adik kelasnya itu.

Ketertarikan pertama Dodi pada Atik terjadi di suatu siang. Semesta mungkin sudah mengatur, saat itu keduanya berbarengan keluar kelas untuk ke kamar kecil. Untuk beberapa jenak keduanya saling pandang di depan pintu kelas masing-masing. Dodi agak lama menatapnya sementara Atik cuma sekilas, lalu berjalan menuju lorong yang mengarah ke kamar kecil.

Sejak itu bayangan wajah Atik sering muncul di dalam kepalanya. Sejak itu pula Dodi jadi sering mencuri pandang saat jam istirahat atau saat jam pulang.

Sebenarnya Atik tidak cantik, kalau definisi cantik itu seperti raut muka para aktris Hollywood atau artis-artis yang sering muncul di sinetron. Kulitnya tidak putih, walaupun juga tidak bisa disebut hitam. Sekilas tidak ada yang istimewa. Entah apa yang membuat Dodi suka padanya.

Apakah hidungnya, yang mancungnya di atas rata-rata? Atau rambut lurusnya yang dipotong sebatas leher dan bagian depannya diponi? Atau tingginya yang sekitar 165 senti? Entahlah, tetapi semakin diperhatikan semakin menambah ketertarikan Dodi.

Kelakuan Dodi yang suka memperhatikan adik kelasnya itu, rupanya diketahui Joko, teman sebangkunya.

"Kamu suka dia?" tanya Joko di suatu hari, menjelang jam istirahat, saat Dodi lama menatap pintu kelas 1-5 lewat jendela kelasnya.

"Ap-apa?" jawab Dodi. Entah pura-pura, entah benar-benar tidak mendengar.

"Dia ..., dia yang selalu pake sepatu Diadora abu-abu," berkata Joko sambil tersenyum.

"Siapa maksudmu?"

"Halah ... anak kelas 1-5 itu. Aku lihat kamu selalu memperhatikan dia."

"Ah ... sok tahu, kamu." Doni membetulkan kacamata untuk menutupi kekikukkannya.

"Sudah, jangan pura-pura. Aku tahu kamu juga nanyain namanya ke Wati, kan?"

Tidak bisa berkata apa-apa lagi, wajah Dodi merona merah.

"Kalau suka, kirimin surat saja, ungkapin rasa suka kamu," saran Joko.

Sebelum Dodi menjawab, perhatian mereka beralih ke arah kelas 1-5, saat anak-anak kelas 1-5 keluar untuk istirahat.

"Tuh ... itu, kan, yang rambutnya model Cleopatra?" Joko mengarahkan telunjuknya ke luar.

Dodi tidak menjawab, dia sedang memperhatikan Atik. Cleopatra. Ya, Dodi baru menyadari, rupanya itu yang membuatnya suka pada Atik. Wajah Atik mengingatkannya pada wajah Cleopatra, Ratu Mesir yang digandrungi Julius Caesar.

Belum lama ini Dodi selesai membaca novel kisah Ratu Mesir itu. Kisah cinta segi tiganya dengan Sang Kaisar, dan Mark Anthony, Jenderal kepercayaan Julius Caesar. Kecantikan Sang Ratu dideskripsikan dengan baik oleh si penulis novel, sehingga kecantikannya terbayang dalam benak Dodi. Wajah Cleopatra lah yang terbayang olehnya saat melihat Atik.

"Hahaha ... sudah kirimin dia surat!" Joko membuyarkan lamunan Dodi.

Dodi hanya menggerakkan bahu lalu beranjak keluar kelas. "Ke kantin yuk!"

Joko tersenyum melihat kelakuan teman sebangkunya itu. Ada perasaan senang melihatnya. Joko dekat dengan Dodi sejak SMP kelas 2, saat itu mereka duduk sebangku. Pertemanan semakin dekat saat kelas 3, karena mereka kembali satu kelas. Berlanjut kemudian setelah lulus, mereka memilih sekolah yang sama. Walaupun di kelas 1 mereka tidak sekelas, tetapi kedekatan mereka semakin erat. Apalagi kemudian di kelas 2 mereka kembali sekelas, dan kemudian kembali duduk sebangku.

Kenal lebih dari 3 tahun, membuat Joko tahu karakter Dodi. Dodi dikenalnya pendiam, bahkan cenderung pemalu. Tidak banyak teman dekat yang dimilikinya, atau banyak temannya yang enggan dekat dengannya. Itu karena Dodi lebih suka menyendiri saat istirahat, dan lebih sering ke perpustakaan daripada ke kantin.

Kacamata minus yang menutupi matanya yang agak sipit serta gaya rambut yang disisir belah pinggir, menambah kesan bahwa dia orang yang tidak mau banyak bicara. Makanya, Joko merasa senang saat mengetahui Dodi ada ketertarikan kepada seorang perempuan.

***

"Jadi bagaimana ...." Belum selesai Joko berkata, Dodi meletakkan sebuah amplop di depannya. Sejenak Joko melihat amplop itu, kemudian tersenyum dan berkata, "Nah gitu, oke aku kasihkan nanti saat pulang."

Pembicaraan mereka berhenti karena Pak Herman, guru fisika memasuki kelas.

***

Joko menghampiri Dodi yang sedang membaca di tempat pavoritnya. Sebuah sudut di perpustakaan, yang jendelanya menghadap taman sekolah. Dia menarik kursi di depan Dodi lalu duduk.

Dodi meletakkan buku yang dibacanya, di meja yang memisah mereka. Dodi membetulkan kacamatanya sebelum berkata, "Aku sudah tahu. Tenang saja, dunia tidak selebar daun kelor. Kalau dia sudah ada yang punya, aku cukup menyukainya saja tanpa harus menjadi pacarnya."

Dodi terperangah mendengarnya, "Tahu dari mana?"

"Kemarin setelah menyerahkan surat ke kamu, aku juga cerita ke Wati. Dari Wati aku tahu, bahwa dia sudah punya pacar, anak Sosial," jawab Dodi seraya menatap Joko dengan ekspresi serius. Ekspresi wajah Dodi seperti biasanya.

"Tapi suratnya sudah aku berikan?"

"Ga masalah, setidaknya dia tahu, aku menyukainya." Dodi kembali meraih buku dan melanjutkan membaca.

Joko hanya menggelengkan kepala mendengarnya.

*****

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun