Itu tentang minyak goreng. Sekarang tentang KPK yang, lagi-lagi, enggak kepikir juga sama otak saya.
Pertama, beberapa waktu lalu, para penyidik KPK di tes wawasan kebangsaannya. Yang enggak lolos ternyata cukup banyak, 50 orang lebih. Karena itu tes wawasan kebangsaan, artinya 50an penyidik yang enggak lolos itu dianggap orang-orang yang tidak berkebangsaan.
Yang tak sampai ke nalarku adalah, ada berita kemudian yang menyebutkan bahwa para penyidik itu kemudian direkrut menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) Polri. Menurut Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo, saat itu, Polri membutuhkan kontribusi 56 pegawai KPK itu untuk mengemban tugas di Bareskrim, khususnya terkait penanganan tindak pidana korupsi.
Laahhh ... kalau mereka dinyatakan tidak berwawasan kebangsaan kenapa masih diperlukan juga? Kalau mereka masih boleh bekerja, kenapa harus di'usir' dari KPK?
Entahlah!
Lagi soal KPK. Belum lama ini KPK meresmikan lagu mars dan hymne KPK. Sebuah kemajuan. "Lirik dalam lagu ini diharapkan bisa menjadi inspirasi seluruh insan KPK dalam bekerja dan menguatkan kecintaan kita pada bangsa Indonesia." Demikian menurut ketua KPK Firli Bahuri.
Yang menarik adalah yang menciptakan mars dan hymne KPK itu ternyata Ardina Safitri. Siapa dia? Tak lain dan tak bukan adalah istri dari Ketua KPK, Firli Bahuri.
Masalahnya? Ga ada masalah, sih.
Tapinya ... kok jadi lucu jadinya, ketika KPK memilih lagu yang diciptakan oleh istri ketuanya sendiri. Sementara KPK harus mencitrakan sebagai lembaga yang berwibawa, independen, dan anti suap, ini malah terlihat ada anunya.
Padahal yang saya tahu, dulu ..., para penyidik KPK itu jangankan dikasih makan siang, ditawari air mineral saja menolak. Itu untuk menjaga marwah lembaganya. Sesedikit mungkin mencegah jangan sampai ada konflik kepentingan.
Kenapa untuk lagu mars dan hymne KPK ini tidak disayembarakan saja. Ada ribuan lho di negeri ini para pencipta lagu. Saya yakin kalau disayembarakan akan banyak pilihan lagu-lagu yang berkualitas untuk dipilih.