Amar mengangguk. Hatinya berdebar-debar.
"Ambillah kuda di kandang dan bawalah tombak. Bertempurlah bersama Rasulullah hingga kaum kafir kalah."
Mata Amar bersinar-sinar. "Terima kasih, Ibu. Inilah yang aku tunggu sejak dari tadi. Aku ragu, seandainya Ibu tidak memberi peluang kepadaku untuk membela agama Allah."
Putera Nusaibah yang berbadan kurus itu pun terus menderapkan kudanya mengikut jejak sang ayah. Tidak terlihat ketakutan sedikitpun dalam wajahnya. Sampai di bukit Uhud dia menghadap Rasulullah Saw dan memperkenalkan diri.
"Ya Rasulullah, aku Amar bin Said. Aku datang untuk menggantikan ayahku yang telah gugur."
Rasulullah Saw dengan terharu memeluk anak muda itu, "Engkau adalah pemuda Islam sejati, Amar. Allah memberkatimu ...."
Hari itu pertempuran berlangsung sengit. Pertumpahan darah berlangsung hingga petang. Amar pun syahid menyusul sang ayah. Rasulullah pun mengutus seseorang untuk mengabarkan kepada ibunya, Nusaibah.
Nusaibah termangu-mangu menunggu berita yang akan disampaikan orang yang mendatanginya.
"Ada kabar apakah gerangan?" serunya gemetar ketika sang utusan belum lagi membuka suaranya, "Apakah anakku gugur?"
Utusan itu menunduk sedih, "Betul ...."
"Inna lillah ...." Nusaibah bergumam kecil. Ia menangis.