Mohon tunggu...
Urip Triyono SS
Urip Triyono SS Mohon Tunggu... Guru - Be yourself

Ngelmu iku kelakone kanti laku.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pelajaran dari Wuhan

4 Maret 2020   21:05 Diperbarui: 5 Maret 2020   09:20 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pengantar

Cerita virus horor dan mematikan yang menghebohkan dunia pada penghujung tahun 2019 belum juga usai. Virus ini telah menjadi endemi dan pandemi dengan jangkauan yang sangat luas dengan jatuhnya korban yang sangat banyak. Sepekan terakhir, 34 negara mengonfirmasi ditemukannya kasus positif virus corona. Hal ini menambah panjang daftar negara yang terinfeksi virus yang vaksinnya belum ditemukan ini menjadi 64 negara.

Menurut informasi, hingga Minggu (1/3/2020) siang, jumlah kasus yang telah terkonfirmasi adalah sebanyak 86.986 dengan 2.979 kematian dan 42.294 pasien yang sembuh. 

Di Indonesia sendiri, dengan pernyataan Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Senin (2/3/2020) tentang dua orang Indonesia yang positif terinfeksi virus corona, daftar negara itu bertambah panjang kasus manusia terjangkit virus corona yang memiliki nama lain Covid-19 yang sebelumnya bernama 2019-nCoV. Virus yang memiliki kesamaan struktur genotipe dengan virus sebelumnya yaitu SARS (flu burung) dan MERs (flu Unta) dengan sumber awal serangan dan penularan yang sama yaitu melalui  saluran pernafasan.

Berjatuhan

Virus yang menjadi penyebab penyakit virus corona (2019-nCoV) ditengarai bersumber dari hewan kelelawar, yaitu sejenis hewan pemakan buah yang hinggap dan tidur menggelantung, aktif pada malam hari dan istirahat pada siang hari. Mirip dengan virus SARs dan MERs yang  berasal dari burung, unggas, atau unta, coronavirus juga kelompok virus yang menyerang saluran pernafasan dan menyebabkan batuk pilek dan infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) pada penderitanya.

Lebih dari sekedar kehebohan kemunculan penyaki tersebut, sebenarnya ada hal mendasar yang menjadi penyebab munculnya berbagai penyakit ini, yaitu kebiasan buruk dalam mengkonsumsi makanan yang berlebihan pada masyarakat setempat. 

Penyakit infeksi saluran pernafasan 2019-nCoV pertama kali ditengarai  merebak untuk pertama kalinya di pasar ikan dan hewan liar di Wuhan provinsi Hubei China,  ditemukan pertama kali pada 31 Desember 2019. 

Di pasar ini dijual bukan saja berbagai jenis ikan hasil tangkapan laut, melainkan juga hewan-hewan liar dan dikonsumsi secara ekstrem, seperti  anjing, kucing, tikus, ular, kelelawar, ulat, dan berbagai jenis hewan liar lainnya yang tidak jarang juga dikonsumsi dalam keadaan mentah.  Jumlah korban jiwa akibat virus corona terus bertambah, dan keadaan belum menunjukkan kecenderungan menurun hingga saat ini.

Pola Makan

Dalam tradisi China yang terkenal sangat tua, sejak 2000 tahun lalu masyarakat China sudah menggemari makanan yang berasal dari hewan-hewan liar karena dianggap lebih lezat dan alami, serta membawa keberuntungan tersendiri dibandingkan dengan mengkonsumsi hewan ternak. Hidangan sup ular, sup kelelawar,  dan hewan liar sudah dianggap sebagai kelaziman dan memiliki kelezatan tersendiri dalam tradisi China. 

Sup ular dianggap sebagai hidangan berstatus tinggi karena bahannya yang beragam macam dan persiapannya yang rumit. Sup ular ini menjadi simbol kekayaan, keberanian, dan kehormatan. Semangkuk sup kelelawar misalnya dianggap sebagai pembawa keberuntungan bagi siapa pun yang mengonsumsinya.

Ahli ekonomi dan politik China Hu Xingdou menjelaskan kecintaan orang China pada satwa liar sudah mengakar secara budaya, ekonomi, dan politik. Bila negeri Barat menghargai kebebasan dan hak asasi manusia lainnya, orang-orang China memandang makanan sebagai kebutuhan utama mereka karena kelaparan adalah ancaman besar dan bagian yang tak terlupakan dari ingatan nasional. 

Penduduk China yang menurut CIA World Factbook 2004 kini sekitar 1,4 Miliar lebih akan membutuhkan sumber pangan yang sangat banyak, maka mengonsumsi berbagai jenis makanan yang tidak lazim menjadi sebuah alternatif untuk dapat bertahan hidup (survive).

Filsafat hidup inilah yang terus berkembang dan menjadi tradisi dalam hal mengkonsumsi makanan yang berasal dari hewan liar dan ekstrem yang langsung berasal dari alam (hewan liar) sebagai bentuk kebersamaan, kesuksesan, dan kejayaan. Selain di Wuhan, pasar hewan liar hidup juga terdapat di beberapa area lain seperti Guangzhou dan Shandong.

Analisis terbaru para ilmuwan China menunjukkan virus ini ditularkan dari kelelawar ke ular kemudian ke manusia. Sup kelelawar dilaporkan sebagai hidangan yang tak biasa, tapi populer di Wuhan, lokasi epidemi virus corona. Dalam sebuah pernyataan, para peneliti mengatakan: "Host (inang) alami corona virus Wuhan bisa jadi kelelawar,  tetapi antara kelelawar dan manusia mungkin ada perantara yang tidak diketahui. 

Ular dan kelelawar dianggap jadi biang kerok penyebar virus corona di China. Penyebaran ini diduga disebabkan karena banyak warga China yang mengonsumsi sup kelelawar. Di China, kelelawar dan ular menjadi bahan makanan tradisional bagi orang-orang yang tinggal di negara tersebut.

Di Indonesia, pasar-pasar yang menjual hewan-hewan liar untuk dikonsumsi antara lain terdapat di pasar Tomohon Sulawesi Utara. Hewan-hewan yang dijual meliputi anjing, kucing, musang, tikus, ular, kelelawar, dan lain-lain.

Pesan

Pelajaran dan pesan moral yang dapat diambil dari kasus penyebaran virus corona adalah peringatan agar manusia mengambil jarak dengan makanan, jangan didikte oleh makanan. Makanan akan menjadi sumber penyakit bila didapat dengan tidak mengindahkan kaidah-kaidah agama. Dalam keyakinan Islam, aturan mengonsumsi barang-barang atau hewan-hewan yang tidak diperbolehkan (dilarang) oleh agama disebut disebut haram, sedangkan makanan yang diperbolehkan dikatakan halal. 

Konsep halalan thoyiban 'halal dan baik' menjadi acuan bagi orang Islam dalam mengonsumsi makanan, sehingga tidak semua jenis hewan atau tumbuhan yang tersedia di alam dapat dikonsumsi. Karena agama bersumber dari Tuhan yang maha mengetahui, maka umat Islam akan tunduk dan patuh pada perintah tersebut karena meyakini ada akibat buruk bila dikonsumsi. Aspek keimanan mengatasi aspek logika manusia sebagai mahluk ciptan-Nya, keyakinan akan haqnya perintah Allah dan perilaku yang dicontohkan oleh rasul-Nya (Muhammad) menjadi dasar bersikap dan bertingkah laku, terutama dalam hal mengonsumsi makanan.

Agama Islam mengharamkan mengonsumsi kelelawar, babi, kucing, anjing, ular dan sejenisnya karena berasal dari hewan yang buruk atau di dalamnya mengandung hal yang buruk bagi manusia bila dikonsumsi. Allah berfirman dalam Surat Al A'raf: 31 yang artinya, "Makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan."  

Makna jangan berlebihan adalah jangan melebihi batas kepatutan dan ketamakan sebagai mahluk beradab, hewan yang haram dikonsumsi karena aturan syar'i maka pasti mengandung efek buruk bagi yang mengonsumsi, atau akan mengakibatkan ketidakseimbangan alam yang berdampak kehancuran. 

Begitu juga dalam Surat Al A'raf: 157 yang artinya, "Dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk". Menjaga diri dari sifat rakus dan tamak ini didukung oleh mayoritas ulama meliputi ulama mazhab Syafi'i, ulama mazhab Hanbali, dan sebagian ulama mazhab Hanafi menegaskan bahwa kelelawar haram dimakan.

Bahkan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menjelaskan bahwa perut manusia adalah wadah yang paling buruk yang selalu diisi. Rasulullah Muhammad SAW bersabda, "Tidaklah anak Adam memenuhi wadah yang lebih buruk dari perut. Cukuplah bagi anak Adam memakan beberapa suapan untuk menegakkan punggungnya. Namun jika ia harus (melebihkannya), hendaknya sepertiga perutnya (diisi) untuk makanan, sepertiga untuk minuman dan sepertiga lagi untuk bernafas". 

Maksudnya, perut yang penuh dengan makanan bisa merusak tubuh. Syaikh Muhammad Al-Mubarakfury menjelaskan, "Penuhnya perut (dengan makanan) bisa menyebabkan kerusakan agama dan dunia (tubuhnya)". Imam Asy-Syafi'i rahimahullah menjelaskan bahaya kekenyangan karena penuhnya perut dengan makanan, beliau berkata, "Kekenyangan membuat badan menjadi berat, hati menjadi keras, menghilangkan kecerdasan, membuat sering tidur dan lemah untuk beribadah." Maka dari itu, kita harus mau mengakui bahwa tidak semua hewan yang tersedia di alam ini harus dimakan agar kita tetap sehat, tidak menimbulkan penyakit-penyakit yang aneh, dan tetap terjaga keseimbangan alam. Wallahu 'alam bishowwab.

            ***

*) Urip Triyono, S.S., M.M.Pd. adalah Pengamat Pendidikan dan Kebudayaan, tinggal di Brebes.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun