Mohon tunggu...
Urip Triyono SS
Urip Triyono SS Mohon Tunggu... Guru - Be yourself

Ngelmu iku kelakone kanti laku.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Laku "Prihatin" dalam Kepemimpinan Jawa

6 April 2019   13:46 Diperbarui: 11 April 2019   11:00 431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Di hutan, kelima Pandawa dan ibunya Kunti, harus berjuang bertahan hidup dengan memakan apa yang disediakan oleh alam, bahkan bila pada tahun terakhir masa pembuangan di hutan diketahui oleh Kurawa maka harus diulang lagi dari awal. Begitu pula Sang Rama dan Shinta harus mengembara dalam menyiapkan mental dan spiritualnya menjadi pemimpin masa depan.

Namun, kesedihan dan kepedihan hati Pandawa maupun Rama-Shinta telah menjadikannya sebagai pribadi-pribadi unggulan, kelak mereka akan menjadi petarung-petarung tangguh yang berhasil menjadi pilar dunia dalam menjaga kebenaran dan keadilan dunia.

Hingga jaman Jawa Baru pra kemerdekaan, ajaran mengenai perjuangan menghadapi rintangan dalam meraih cita-cita dan kebahagiaan senantiasa menginspirasi anak cucu dan generasi berikutnya dalam  kultur Jawa. Sri Susuhunan Pakubuwana IV dari Keraton Kasunanan Surakarta menulis dalam karyanya yang terkenal Serat Wulang Reh, "Pelajaran Kebaikan", antara lain mengajarkan tentang tata hubungan antara para anggota masyarakat Jawa yang berasal dari golongan-golongan yang berbeda status sosialnya.

Isi ajaran tersebut banyak mengandung aspek-aspek sosiologis, terutama dalam bidang hubungan antara kelompok.bahwa untuk menjadi seorang pejabat harus melewati masa-masal sulit, seperti harus berprihatin mencegah dhahar lawan guling, mengurangi makan dan tidur. Makan dan tidur akan mengurangi keawasan panca indera manusia, sehingga apabila nafsu makan dan tidur dituruti akan mengurangi tingkat kewaspadaan dan kepekaan seseorang.

Menurunnya kewaspadaan dan kepekaan seseorang akan menurunkan kualitas pribadinya menjadi pribadi yang mudah didikte oleh materi, yang akhirnya akan menumpulkan jiwa dan mentalitas sebagai khalifah, pelayan dan pengelola negara. Nafsu makan dan tidur akan menuntun pada rasa malas dan akhirnya menjadi culas dalam memperjuangankan nilai-nilai kebenaran dan keadilan.

Penutup

Menilik dari pesan yang disampaikan, karya sastra Jawa banyak menyampaikan pesan moral dan mental yang perlu dimiliki oleh para pemimpin. Seorang pemimpin wajib menjalankan prosesi  prihatin terlebih dahulu agar memiliki keteguhan mental dalam mengelola problematika yang terjadi di lapangan. Ketangguhan mental dan moral diperlukan agar seorang pemimpin tidak terjebak pada godaan sesaat yang membuatnya terpeleset dan jatuh dalam perbuatan tercela dan merendahkan harkat dan martabatnya sebagai manusia.

***

*) Penulis adalah Guru Bahasa Jawa di SMP Negeri 1 Songgom, Sekretaris MGMP Bahasa Jawa SMP Kabupaten Brebes. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun