Ditentukanlah waktu paling keramat kala itu untuk melancarkan aksi oceh mengoceh para pewarta negeri Sastra.
Malam sebelum hari keramat itu tiba, maka berbagai langkah pencegahan dan penggagalan dilakukan. Bahkan, beberapa utusan pengamanan dan punggawa datang melakukan lobi.
Negosiasi demi negosiasi terus dilakukan keduanya kepada para pewarta.
"Ayolah tolong jangan sampai kantor kami di demo," kata salah satu petugas keamanan bernama Gembul yang datang menawarkan barang berharga sebagai penukar kebutuhan.
"Enggak bang harus demo. Karena institusi abang yang membatasinya, salah teman-teman abang yang sok jago berseloroh membatasi anak-anak untuk mewarta didalam," cegat Prima salah satu pewarta bernada keras. Maklum, kecil-kecil rupanya Prima adalah ketuanya.
"Tolong ini mah," pintanya lagi.
"Enggak bisa bang," tegas Prima mengulang.
Kesal dengan permintaan lobi-lobi manis tapi berbau busuk, Prima memilih minggat meninggalkan pertemuan yang digagas Gembul.
Prima kesal lantaran dibujuk untuk menghianati komitmen awal untuk tetap mendemo dua institusi super kuat di Negeri Sastra.
Kendati Pria sudah minggat. Rupaya Gembul tidak patah arang. Ia terus ngotot untuk membujuk semuanya, hingga pada akhirnya para petua mengiyakan untuk tidak mendemo kantor pusat keamanan disana.
Penghianatan awal dilakukan para pewarta. Sebab, sebagian sudah masuk angin untuk menghilangkan kantor pusat keamanan sebagai target gempuran bacot para pewarta.