Sialnya lagi sebagian buruh tinta negeri Sastra juga tidak dapat. Bahkan, wakil pewarta dari dalam kerajaan Negeri Sastra sendiri juga sama.
Pengawalan ketat dilakukan, petugas keamanan. Singkat cerita, salah satu pewarta istana Sastra malah tidak boleh masuk dan di stop petugas.
Merengek bak orang kehilangan hak asasi sebagai pewarta akhirnya disampaikan kepada para kolega.
Bodoh atau tolol sebenarnya yah, masa orang dalam sebagai pewarta istana Sastra malah tidak dapat undangan dan masuk.
Mungkin saja wartawan negeri Sastra itu memang sedang sedeng dikit kali yah.
Sebab, tidak ingin bergegas untuk meminta kunci masuk dan mengelabui petugas negeri Sastra.
Selang beberapa hari perihal penolakan wartawan penyiar di negeri Sastra itu menjadi perhatian semua pewarta. Bahkan, pada akhirnya melakukan aksi menyerbu meminta pertanggungjawaban para kepala punggawa wakil rakyat negeri Sastra.
"Kok bisa kamu ditolak seh. Padahal penyiar istana negeri Sastra," kata Surut nama salah satu petua para pewarta kala itu sambil menyalakan korek gejres yang beberapa menit lalu masih ditimang-timangnya.
"Ah saya enggak tahu saya sudah ditolak sama petugas pengamanan dan staf dari Lembaga punggawa itu mang. Gebrang dijaga ketat. Padahal saya sudah pakai seragam pewarta penyiar Istana ini bang" ucap Adi Luhung sambil memonyongkan mulutnya yang masih kesal karena tidak boleh masuk.
"Ini nggak bener neh, panggil semua anak-anak kita bahas," tegas Surut kepada penyiar istana negeri Sastra.
Beberapa hari berlalu, akhirnya para petua pewarta dan para junior sepakat mengeruduk dan melakukan aksi di kantor pusat keamanan dan juga padepokan tempat 40 para punggawa wakil rakyat bekerja.