Mohon tunggu...
U.S. Lamka
U.S. Lamka Mohon Tunggu... -

hehehee

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Provokator Julik

10 Maret 2016   21:48 Diperbarui: 10 Maret 2016   22:03 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tak disadari, sebagaimana orang mati, atas semua itu Slamet tak peduli, ia sembujur kaku pucat pasi dalam keheningan peti kayu, bersama tongkat emas murninya, jam tangan termahal di dunia, cerutu berserut berlian, kalung 30 gram, sekantung batu akik jamrud terkondang, dan anting liontin safir senilai 34 milyar dolar –yang semua itu akan diikutkan terkubur selahat bersama jasadnya.

Maidi juga mengontrak puluhan media masa untuk memberitakan kenangan-kenangan palsu Slamet yang dibuat harum seperti menyantuni fakir miskin, donor darah, dialog dengan petani, dan mengunjungi sanggar seniman jalanan ; yang semua itu tak lain hanya rekayasa karena selama hidupnya Slamet membenci tindakan-tindakan kemanusiaan. Lalu, di hari terakhir menjelang pemakaman, sebagai bagian puncak duka cita itu, Maidi menulis article di koran terkemuka. Ia mengulas seorang Slamet begitu luhur. Ditulisnya di artilke itu :

Slamet Bin Mujur telah pergi untuk selamanya. Makoka telah kehilangan orang terbaik yang mencintai orang lain sampai lupa dirinya sendiri. Ia adalah Slamet Bin Mujur, manusia sosial yang bisa melakukan tindakan tak terpikirkan, yang tak peduli hujan badai mau berlari tanpa sepatu hanya demi menjenguk orang sakit yang tak dikenalnya, yang setiap pagi sudi meluangkan waktu memastikan panti asuhan ada makanan dan buah sehat, dan bahkan pernah pergi berkali-kali membelikan susu untuk ibu melahirkan di klinik terpencil, yang jaraknya 30 mil, dan untuk menempuhnya harus menyeberang sungai, mendaki bukit, melewati hutan dan rawan diserang binatang buas.

Orang seperti Slamet Bin Mujur mungkin tak akan ada lagi selama seribu tahun lagi. Dan dialah sosok manusia bersahaja yang tak pernah menerima kemewahan yang seharusnya ia dapatkan. Maka sudah seharusnya kita berduka, karena orang sepertinya adalah satu-satunya manusia unik sepanjang abad kehidupan modern.

Kini, Slamet telah kembali ke dunia abadi dan atas segala budinya yang mulia itu ia akan dikenang dalam sejarah kota ini sebagai dermawan rendah hati, bersahaja, cerdas, dan mencintai. Ia juga pegiat anti korupsi yang ulet, dan karena keuletan itu ia sampai tak memakan gajinya bertahun-tahun demi memberikannya kembali kepada pemerintah atau keperluan kemanusiaan.

Semoga ia diterima di sisi Tuhan dan terkenang di seantero bumi sebagai manusia super budi, yang dalam skala internasional sebenarnya berhak meraih “Nobel Kemanusiaan” selama enam kali berturut-turut. Sebagaimana jasanya yang luar biasa itu, yang telah membuat ratusan orang miskin menjadi kaya dalam setahun, pegawai pemerintah bergaji layak, menjadikan penganguran memperoleh itensif, memuliakan para buruh sehingga bisa libur lebih panjang. Dan satu hal yang tak bisa terlewatkan, ia bisa membuat petani berbahagia karena tak secuilpun bisa mengerutu. Sebab dengan Slamet hujan menjadi tepat waktu, kebutuhan pupuk terpenuhi, bibit murah dan berkualitas, panen melimpah, dan harganya tak disewenang-wenangkan tengkulak.

Untuk itu kita bisa mencontohnya dalam kehidupan fana ini. Slamet adalah kemuliaan. Kepergiannya membuat duka mendalam bagi siapapun dan apapapun di kota ini. Terutama, tujuh isterinya, sebelas anaknya, dupuluh tujuh cucunya, seratus ekor kudanya, tujuhbelas mobil mewahnya, empat motor besarnya, dua vilanya di perbukitan yang sejuk, hotel dan restoran di ibukota negara. Berbahagialah di akhirat, Slamet Bin Mujur!

Banyak orang termenung membaca article itu.

***

Tibalah waktu pemakaman. Listrik seluruh kota dibuat mati dan jenasah Slamet diusung dengan kereta keluarga, dikawal ratusan Polisi bersenjata serta teriring alunan ritme marching band yang mengiris kalbu. Di belakang jenasah itu, rombongan pelayat mengular.

Nampak di barisan terdepan adalah anak kandung, para isteri, menantu, cucu, dan saudara dekat yang berjalan kaki dengan pakaian duka berserut gemerlap dan penuh aroma milyader. Rombongan kedua, yang tak kalah berpenampilan mewah adalah para kolega bisnis dan pejabat, selanjutnya barisan teman sejawat, dan barisan terakhir –paling belakang- adalah kacung-kacung politik, yang berpakaian mengenaskan, penampilannya kocar-kacir dan kelihatan lebih berduka dari siapapun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun