Menjelang musim kemarau Slamet Bin Mujur tutup usia di umur limapuluh tahun. Demi kehormatan dan kedukaan pihak keluarga mengutus Komisaris Polisi Sarbino mencari tukang cukur bernama Maidi Molen untuk membuat kota Makoka kelihatan berduka atas kematian itu. Sebagaimana tersohor, Maidi merupakan pakar propaganda yang umurnya melampui kepala enam namun berkat gigi palsu penampilannya serasa tiga puluhan.
“Tolong buat kota ini berduka dengan kematian tuan Slamet” kata Komisaris Polisi Sarbino meratap.
“Apa yang bisa kukerjakan dengan kematiannya? Banyak orang tahu dia itu buruk”, Maidi nampak keberatan. Kemudian dikatakannya dosa-dosa Slamet yang semua itu menurutnya terlalu berat untuk dimaklumi karena meninggalkan banyak penderitaan bagi banyak orang.
“Jadi, kukira Tuhanpun tak mau merubah suka-cita kematian ini! Carilah yang lain, Komisaris…”lanjutnya.
Komisaris Polisi Sarbino tak mau ada kegagalan. Dipandanginya Maidi sejenak lalu dibisikinya sebuah berita bahwa atas kerja sama ini pihak keluarga sudah menyediakan imbalan besar seperti beberapa paket liburan musim hujan dan anggaran propaganda yang lebih dari memadai. Sang Komisaris itu juga menjamin bahwa semua uang akan dibayarkan tunai.
Mendengar itu Maidi menjadi tertarik walau masih meragukan kebenaran kata-kata Komisiaris. Kemudian melintas pikiran tentang sebuah hal yang akan terjadi dalam tradisi penguburan orang busuk itu sehingga iapun tersenyum.
“Baiklah kalau begitu, akan kupikirkan caranya” Maidi menyanggupi, sambil merasa beruntung karena Komisaris itu ternyata keledai pembawa ilham yang hanya diketahuinya sendiri –dan akan pembaca lihat diakhir cerita ini.
***
Maka direkayasalah oleh Maidi sehingga kota Makoka sedemikian nestapa. Karangan bunga bela sungkawa disebar di sepanjang trotoar jalan menuju pemakaman, di sudut-sudut kios pasar rakyat, gang kecil perumahan penduduk kumuh, dan juga di papan reklame. Selanjutnya ratusan orang seniman disewa untuk melakukan teatrikal yang bertema “kehilangan pahlawan yang dicintai” di jalan-jalan protocol sekitar taman kota.
Selain itu, demi menjadikan semakin syahdu, pemakaman diundur dua hari dan dibuatlah pertunjukan orchestra untuk mengundang semakin banyak pelayat yang kemudian diantara sela-selanya diselingi pidato-pidato melonkolis para tokoh, budayawan, rohaniawan, walikota, para politisi, pengusaha, birokrat eselon satu serta para atlet.
Semula acara itu menjadi mirip pesta, tapi berkat pengolahan cerdik Maidi akhirnya berubah menjadi mengharukan. Kedurjanaan Slamet seperti terlupakan bahkan ia dielu-elukan dan diharapkan hidup kembali.