"Lathifah, tolong bantu dampingi takliman ibu-ibu komplek," suara Uni Eswil terdengar mengandung harapan kuat di seberang telepon.
"Siap, laksanakan!" Sahut Lathifah tanpa pikir panjang. Dengan penuh semangat, ia bersegera menuju lokasi lebih awal. Namun, siapa sangka. Sesampai di sana, sebuah kejutan tak terduga telah menanti.
"Silahkan, Zah Lathifah. Beliau yang akan mengisi materi tazkiyatun nafs," ucap salah seorang ibu paruh baya pada rekan-rekannya.
Lathifah terkesiap. Alamak! Jebakan batman! Tepuk jidat. Tiada persiapan. Tak ada catatan kecil yang dibawa sebagai modal. Kini ia tiba-tiba menyandang status sebagai pemateri. Tubuh mendadak panas dingin.
Syukurnya, dia yang mengaku sudah kocak sejak lahir, membuat suasana mencair dan penuh tawa. Materi mengalir. Peserta larut dalam kisah-kisah yang dipaparkannya.
Selepas taklim, Lathifah melesat menuju kediaman Uni Eswil. Tentu saja untuk protes dan klarifikasi tingkat tinggi.
Tanpa tedeng aling-aling, Lathifah langsung menyambar.
"Afwan Uni, katanya mendampingi! Kenapa jadi aku yang ngisi?" Â Protesnya dengan napas memburu.
Uni Eswil menatapnya santai dan tertawa ringan. Rupanya beliau sudah menduga akan kedatangan gelombang penolakan ini.
"Masa ke sana mau di suruh masak?" Balasnya terkekeh.
Lathifah melotot. "Tapi tak ada persiapan Uniii! Tak ada kode sedikitpun. Mana pesertanya senior-senior." Serunya gemas.
"Tapi bisa kan Lathifah?" beliau tersenyum simpul.
Lathifah mengangguk lemas meski alisnya tertaut tajam.
"Lathifah, tak akan sia-sia Uni memintamu ke sana. Masa, gitu doang Bu Mentri ndak bisa. " Ucapnya sembari berdecak.
Lathifah geleng-geleng kepala. Tak lupa tepuk jidat.
"Kenapa aku selalu kalah argumen dengan beliau." Lathifah membatin.
Sepekan kemudian, situasi serupa kembali terjadi.
"Uni, masa aku tiba-tiba dimintai ngisi training pelajar. Kayak ban serep aja. Mana jumlah peserta seratus lebih!" Keluh Lathifah dengan berkacak pinggang saat berkunjung. Tak lupa laporannya dengan ekspresi manyun.
"Untuk kapan?" Tanya beliau singkat tanpa prolog.
"Sekarang." Jawab Lathifah dengan wajah tanpa dosa.
"Hah?" Sekarang giliran Uni Eswil yang terperanjat.
"Kamu ke sini malah curhat. Ayo berangkat." Instruksinya tiba-tiba.
"What? Aku tak siap. Gamisku santai. Kerudung instan. Kan niatnya cuma silaturahim ke sini." Ujar Lathifah memelas. Berusaha menyelamatkan diri dari jebakan tak terduga.
"Tunggu." Uni Eswil melenggang ke dalam. Sejurus kemudian, ia keluar dengan pakaian semi formal dan kerudung segi empat di tangan.
"Ganti bajumu di kamar Salsabila," ujarnya sembari menyerahkan pakaian itu.
Lathifah melongo. "Tapi Uni?"
"Cepat Lathifah. Nanti terlambat. Suara tegasnya keluar."
Tak sempat membantah, Lathifah ngebut ganti pakaian dan langsung berangkat. Hahaha. Begitulah. Sejarah serupa kerap berulang dengan sengaja. Namun Lathifah tak pernah kapok konsultasi dan berkunjung ke tempat beliau. Walau tau akan senantiasa dijerumuskan ke jalan kebaikan. Begitu istilah yang kerap dipakainya.
Semula tak nyaman. Kadang kesal melintas. Ingin menolak. Keringat dingin bercucuran setiap kali digiring ke medan yang tak diharapkan. Dipaksa melangkah tanpa persiapan. Kerap mengeluh dan protes. Tapi tetap mematuhi arahan.
Seiring waktu berlalu, yang dulunya terpaksa kini terbiasa. Skill public speaking terasah. Kreatifitas berkembang. Permintaan dadakan tak lagi terasa mengerikan.
Kesempatan yang dulu kerap ditolak mentah-mentah, kini membawa berkah. Kepercayaan dirinya kian tumbuh. Jaringan meluas. Pundi-pundi rupian perlahan menggemuk. Bahkan, kini ia menjadi andalan di lingkungan kerjanya.
Lathifah kerap tersenyum sendiri.
"Ah Uni, andai dulu kau tak suka memaksaku, mungkin aku tak akan sampai dititik ini."
Ternyata, sebuah paksaan tak melulu wujud kekejaman dunia. Terkadang, itu cara takdir membentuk seseorang menjadi kian tangguh.
Sering kali kita lupa, bahwa tantangan merupakan sarana terbaik untuk bertumbuh dan berkembang. So, jangan pernah menolak peluang yang hadir. Bahkan, sebisa mungkin, ciptakanlah peluang emas dalam setiap langkah kita. Agar potensi diri kian terasah dan berkembang pesat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI