Begitu ratap beliau kala itu. Gadis ini termenung. Berat rasanya harus minta tolong ini dan itu pada beliau.
Gadis ini sangat menyadari, sang ibulah yang paling berususah hati melihat si sulung terbaring lemah di tempat tidur. Kesedihan mendalam terpancar dari mata beliau.
Tak ingin melukai hati sang ibu, gadis ini hanya mengangguk lemah. Mulai berlatih menakhlukkan diri sendiri. Membisikan pada diri sendiri.Â
"Kau manusia biasa. Kau butuh uluran tangan orang lain. Menolak semua bantuan menunjukkan kepongahan. Bukan kekuatan."
Dia mulai melunak. Tapi hanya pada ibu semata. Kadang mulai merengek manja pada perempuan paruh baya itu. Diluar dugaan, binar-binar kebahagiaan berpendar di mata beliau.
"Uni telah kembali." Kira-kira begitu gumannya saat itu.
Bedrest selama tiga bulan untuk seseorang yang selalu aktif berkegiatan itu bukan hal mudah.
Itu terasa cukup menyiksa. Namun, dilain sisi, Tuhan memperlihatkan sesuatu yang selama ini tak terlihat oleh gadis ini. Begitu banyak kerabat dan sahabat yang begitu menyayangi dan merindukannya.Â
Hal itu terlihat dari tamu yang datang tanpa jeda. Dari berbagai kalangan usia. Mereka menyampaikan rasa syukur bisa bertemu dan bercerita ringan dengan bu guru muda yang sedang terbaring lemah itu.
Sesekali si sulung dari tiga bersaudara ini bercanda.
"Rupanya harapan kalian yang membuatku terbaring seperti ini?"
Candaan itu disambut dengan gelak tawa oleh sahabat-sahabatnya. Tak hanya itu saja. Ia baru menyadari, walau usianya masih sangat muda, namun jumlah anak yang dimiliki sudah tak terhitung. Tersebar hampir diseluruh penjuru nusantara.Â