Meski harus mengais cerita, dengan hati baja menerima pahit manis dunia. Demi memberi yang terbaik bagi keluarga tercinta. Tentu saja dengan hanya memberi tanpa harap kembali.
Nah itulah senandung yang dilantunkan oleh larik kedua. Kiranya kita bisa belajar mencintai ibu dengan ketulusan hati. Seperti halnya ibu yang mengasihi dengan sepenuh cinta abadi. Ikhlas tanpa mengharap balas.
Yuk lanjut lagi larik yang terakhir.
"Bagai sang surya menyinari dunia."
Seperti halnya mentari, memendarkan cahaya kemuliaan. Begitu nyata tak tertutup semburat kegelisahan. Meski adakalanya sinar itu meredup, Namun yakin semangatnya tak kan surut.
Begitu pula dengan cinta ibu. Terlukis nyata dan tak kan berubah semu. Di tengah deru dunia yang mungkin menuai ragu. Namun cahaya kemuliaan begitu jelas dipancarkan. Tersemai dalam sinar keabadian. Saat sang surya menyinari dunia. Kasih ibu berpendar menyelimuti ruang cinta.
Seperti itulah kasih ibu begitu nyata. Bak pancaran sang surya menerangi semesta. Semoga kita bisa belajar pula, mencintai ibu dengan cahaya kemuliaan. Sebagaimana ibu menyayangi kita dengan sinar keabadian.
******
Demikianlah larik larik lagu Kasih Ibu menguntai rasa sarat makna. Mengalun mengiringi selaksa cerita penuh kasih setia. Melukiskan cinta yang tak pernah semu. Nyata terlihat di antara puing puing waktu.
Pada hari ibu, kiranya menjadi salah satu momen tepat. Untuk mengingat kembali kisah bersama ibu yang sudah berpulang. Semoga meninggalkan kenangan dunia dengan tenang. Dan yang ditinggalkan senantiasa merajut doa terindah serta membingkai rindu. Meski terbatas pada bilik tunggu.
Bagi yang masih terbalut kasih ibu di dunia. Semoga dimudahkan untuk senantiasa berbakti melewati sisa usia dengan lukisan penuh warna. Sebagaimana cinta ibu yang tak pernah semu. Nyata hadir hingga dunia berakhir.