Mohon tunggu...
Ummu el Hakim
Ummu el Hakim Mohon Tunggu... Wiraswasta - Hanya seorang emak biasa

Penyuka alam dan rangkaian kata

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Bunda, Kaulah Sekolah Pertama dan Utama

13 Maret 2019   22:24 Diperbarui: 6 April 2019   20:45 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bermain adalah kebutuhan utama anak. Sumber : Dokumen Pribadi

Tak terasa sudah hampir mendekati tahun ajaran baru. Beberapa sekolah pun mulai dibuka pendaftaran siswa baru. Dari jenjang terkecil hingga yang lebih tinggi. Para calon siswa berbondong menuju sekolah yang diminati.

Tidak seperti diriku. Lihatlah aku masih terlihat santai di rumah. Dua anakku yang tersisa masih belum bersekolah. Kerap ditanya beberapa sahabat, kerabat, juga tetangga dekat.

"Anaknya yang kedua sudah cukup umur kok enggak disekolahkan Mbak?" tanya salah seorang sahabat saat bertemu denganku.

"Anak keduaku belum mau sekolah. Adiknya pun belum cukup umur. Jadi tahun depan sajalah mereka bersekolah," jawabku kemudian.

Anakku yang kedua tahun ini menginjak usia lima tahun. Sedang adiknya baru akan genap tiga tahun. Mereka memiliki jarak usia yang tak terpaut beda. Namun memiliki keinginan begitu berbeda. Yang nomer dua masih betah di rumah. Sedang yang ketiga sudah tumbuh semangat sekolah.

Aku bagai berada dalam situasi yang penuh dilema. Anakku yang kedua memang telah cukup usia. Namun salahkah jika dia belum mau bersekolah? Jika aku paksakan bersekolah tahun ini, rasanya begitu tega hati ini. Sebab sekolah bukan untuk memaksakan keinginan orang tua. Namun lebih pada kebutuhan anak itu sendiri. Jadi jika aku memaksakan anakku, itu berarti betapa egoisnya aku sebagai ibu.

Sedangkan anak ketigaku yang sudah ingin bersekolah, namun belumlah cukup usia. Aku pun tak mengijinkannya. Jika aku masukan ke sekolah sekarang, mungkin dia bahagia karena dia memang menginginkannya. Tapi aku tak bisa menjamin, yakin tak akan bertahan lama. Sebab di usia ini anak masih labil.

Bagai menginginkan sesuatu, galau. Jikalau belum terlaksana akan merengek terus menerus. Tapi kalau sudah dituruti rasa bosan pun menyertai. Begitu pun dengan sekolah.

Disisi yang berbeda jikalau aku memaksa mereka berdua bersekolah tahun ini, seolah aku telah merenggut masa bermainnya. Anak seusianya seharusnya masih dalam dekapan Sang Bunda. Dan bermain adalah kebutuhan utama.

Bermain adalah kebutuhan utama anak. Sumber : Dokumen Pribadi
Bermain adalah kebutuhan utama anak. Sumber : Dokumen Pribadi
Jikalau bersekolah lebih dini, akan timbul perasaan tersakiti. Mungkin tak terlalu kelihatan namun sungguh dirasakan anak dalam alam bawah sadarnya.

Pada posisi ini aku memang harus berpikir seribu kali. Apalagi dalam mengambil keputusan, bukan hal yang mudah diputuskan. Sebab aku tak mau mengambil hak mereka sebagai seorang anak. Jikalau masih belum mau bersekolah. Tak masalah. Aku tak kan memaksakan. Dan jikalau ingin bersekolah dini pun tak kuijinkan.

Di Indonesia sekolah seolah menjadi kebutuhan yang kerap menjadi sebuah tuntutan. Orang tua pasti bangga jikalau anaknya mau segera bersekolah. Memang benar sekolah penting kiranya bagi kehidupan. Saat dimana anak mendapat pendidikan yang tepat.

Namun harus diingat, bahwa sekolah yang utama didapat anak idealnya adalah keluarga. Dan bundalah sekolah pertamanya.

Ya. Bunda merupakan sekolah pertama dan utama. Di tangan bunda anak mulai mengenal berbagai aspek kehidupan. Bersama bunda pula mereka mencoba belajar memahami berbagai sisi dunia. Dari hal yang sederhana hingga istimewa tentu dengan dekapan hangat yang selalu lekat.

Meski terkadang diliputi rasa bosan bahkan kerap timbul perbedaan. Namun bunda tetaplah sekolah terbaik bagi anak. Lalu bagaimana kalau bunda merasa tak pandai? Apakah akan menyerah hingga memberikan hak anak ke lembaga sekolah begitu saja? Dalam kondisi masih belum siap dan cukup usia.

Tenanglah. Bunda tak harus pandai. Cukup dengan belaian hangat, kiranya anak telah mendapat apa yang seharusnya didapatkan. Sekolah formal merupakan jenjang lanjutan yang dipijak kemudian.

Lalu bilamana seharusnya anak menapaki jenjang lanjutan tersebut? Sebetulnya masing masing anak memiliki karakter yang berbeda. Demikian pula dengan kesiapannya.

Ada tipe anak yang mudah diajak ke sekolah, seperti anakku yang ketiga. Ada pula yang masih nyaman di rumah, seperti anakku yang kedua. Dalam satu keluarga pun tak sama, apalagi antar keluarga yang berbeda.

Faktor usia juga harus menjadi perhatian. Perlu dipertimbangkan dengan matang. Jikalau terlalu dini, ada baiknya ditunda dulu. Jangan terburu buru. Sebab terlalu lama di sekolah pun kerap menimbulkan rasa bosan. Jika sudah demikian mogok sekolah terkadang bisa jadi penghalang.

Di Jogjakarta, usia di sekolah dasar negeri sudah mulai diterapkan minimal tujuh tahun. Tentu bukan tanpa alasan. Sebab di usia tujuh tahun anak dirasa sudah cukup siap untuk menerima pelajaran yang membutuhkan kegiatan "berpikir".

Usia tujuh tahun anak sudah mulai bisa menapak hal yang lebih kompleks. Meski dunianya masih tetap didominasi bermain namun pemikiran sudah selangkah lebih siap menerima hal baru dalam kehidupannya.

Hal tersebut kiranya yang membuatku menunda dua anakku untuk bersekolah tahun ini. Karena aku sadar mereka masih membutuhkanku, masih ingin disampingku, serta belajar bersamaku. Masa ini begitu indah, sayang jika terlewat begitu saja.

Bila mereka bersekolah tahun depan, anak keduaku toh masih belum terlambat. Hanya satu tahun di Taman Kanak-kanak pun tak mengapa, sudah cukup kiranya. Lalu anak ketigaku pun telah cukup usia, dan sudah bisa menahan rasa bosan.

Kini, biarlah mereka bersamaku di rumah. Biarlah mereka menghabiskan masa bermain yang tak mungkin terulang. Mengekspresikan apa yang menjadi keinginan. Kemudian menikmati kedekatan bersamaku sebelum tiba masa mereka berpisah dan harus menjemput cita-cita di luar sana.

Bagi para bunda, tak usah resah jikalau anak bunda belum mau bersekolah. Mereka sebetulnya bukan tidak mau, namun belum memiliki kemauan. Tunggulah. Jika telah tiba saatnya mereka pasti bisa bahkan lebih siap. Dan tentunya lebih mandiri dari yang bunda kira sebelumnya.

Mereka hanya butuh kita, bunda yang mereka miliki. Tuk sandarkan keinginan sebelum menjemput impian. Kiranya kita kan berbangga jikalau mereka percaya pada kita. Sebagai sekolah pertama dan utama bagi mereka. Sebab memang sejatinya bunda adalah pijakan awal bagi anak-anak tercinta.

Untuk para bunda dimana pun berada tetap semangat. Jangan siakan masa indah bersama anak-anak selagi mereka belum menapaki dunia di luar sana secara mandiri. Sebab masa ini terlampau indah tuk diabaikan begitu saja. Dan sejatinya bundalah sekolah pertama dan utama bagi mereka, anak-anak penerus amanah bangsa.

Niek~
Jogjakarta, 13 Maret 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun