Pintar, karena pada masa-nya, dia hanya satu dua atau tiga wanita perintis pendidikan di Nusantara. Tak usah bandingkan dengan pendekar pahlawan wanita lain seperti Rasuna Said, Dewi Sartika. Semua beranjak dari nilai pendidikan, dan dengan pendidikan lah mereka pintar. Tak cukup untuk diri sendiri, mereka berbagi untuk sesamanya.
Tentang Kartini dan Blogger.
Jaman dulu, Kartini adalah blogger. Ya, blog dari weblog, dari e-journal, dari log, dari jurnal. Catatan harian, diary. Bertransformasi di era teknologi digital, internet, menjadi uraian untuk dibaca semua orang, menginspirasi semua orang.
Ketika tulisan surat Kartini dibukukan, disebarkan, maka terang-lah disebarkan. Gelap yang merundung langit Jawa dan seluruh nusantara, karena buta aksara, diterangi. Oke, lagi-lagi saya dengar cemoohan, kalau yang dapat pendidikan adalah kaum priyayi, bangsawan, ningrat, atau pegawai pemerintahan Hindia Belanda. Bukan kacung, centeng atau buruh tani.
Apakah, tokoh lain di era Kartini, dengan upaya pendidikan dan “emansipasinya” juga tak bersekolah? Tak merintis sekolah? Dan selanjutnya. Tidak, tentu. Untuk menginspirasi orang lain, maka seseorang lebih dulu harus “tercerahkan”.
Ketika abad kegelapan melanda eropa, negeri Islam cerah gemerlap. Negeri tiongkok sama. Negeri Nusantara, kabarnya, sebelum kedatangan bangsa penjelajah (dan akhirnya penjajah) juga terang. Ingar bingar dengan kehidupan, dengan aksara sendiri di daun lontar, batu dan prasasti.
Semua terjadi dalam bentuk tulisan. Semua terjadi karena ada “ruh terang”. Dalam segala bentuk.
Blogger, seyogyanya mencerahkan. Ia menulis soalnya. Ia adalah penyintas waktu, “survive” dari jaman karena menulis. Pun Kartini. Dia hingga saat ini menjadi buah bibir, karena tulisannya. Lebih lagi, karena tulisannya dibaca khalayak. Sebuah cerita yang saat ini gampang. Tinggal buat tulisan kontroversi, “traffic” berdatangang. Yang dulu, Kartini ceritakan dengan hati-hati, diam-diam, bersembunyi.
Cemoohan Anda akan berhenti pada titik dia mati muda. Dia yang katanya dicitrakan penjajah sebagai tokoh emansipasi, yang mengagumi kebebasan wanita barat sana.
Sekolah Kartini yang didirikan, memang bukan dari dia. Dari penjajah kata kalian. Lalu, dia dimana? Dia terkubur bersama mimpinya, Wafat di usia 25 tahun, lebih muda dari Anda yang membaca tulisan ini mungkin.
Pantaskah, diberikan apresiasi?