Mohon tunggu...
Nurhasanah Munir
Nurhasanah Munir Mohon Tunggu... Mahasiswa - Taruna

I'm a dreamer and wisdom seeker// Ailurophile// write to contemplate

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

"Siape Bilang Anak Betawi Enggak Berbudaye?"

15 Agustus 2016   15:18 Diperbarui: 16 Agustus 2016   02:11 415
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo: Dok. Pribadi II Rumah Kebaya Kep. Seribu.

Saya baru kali pertama hadir dan menyaksikan dari dekat hajatan akbar yang diadakan setiap tahun oleh masyarakat Betawi, meskipun saya terlahir sebagai anak Betawi asli, tapi saya baru berkesempatan untuk ikut serta hadir di acara yang pada tahun ini bertempat di lapangan banteng Jakarta Pusat. Seperti kebanyakan suku-suku lain yang tersebar di Indonesia, khususnya suku-suku yang beragama Islam. Mereka juga memilki tradisi untuk merayakan lebaran adat sebagai rangkaian dari lebaran Idul Fitri.

Lebaran Betawi digelar selama dua hari telah memasuki tahun ke-9, lebaran ini dilaksanakan pada hari Sabtu – Minggu, 13 – 14 Agustus. Acara ini disambut oleh antusiasme warga Ibu Kota, saat saya tiba disana pemandangan luar biasa pun saya abadikan. Pagi itu, hari Sabtu Lebaran Betawi diawali oleh pelantikan pengurus Departemen Badan Musyawarah Betawi atau yang disingkat dengan BAMUS Betawi masa bakti 2016 – 2018. H. Zainudin, MA selaku ketua BAMUS Betawi berkesempatan untuk melantik para pengurus.

Para tokoh undangan yang hadir diantaranya; Rizal Ramli, Lulung Lunggana, dan Nachrowi Ramli. Acara pelantikan berlangsung khidmat, kemudian acara dilanjutkan oleh beragam kesenian seperti penampilan grup musik tradisional Betawi.

Sekilas tentang Badan Musyawarah Betawi

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
BAMUS Betawi merupakan organisasi masyarakat yang dibentuk oleh para tokoh Betawi sebagai wadah untuk menjaga dan melestarikan adat serta kebudayaan Betawi. BAMUS Betawi juga memiliki peran penting untuk memajukan budaya Betawi pada khususnya, dan ikut berkontribusi dalam pembangunan bangsa, baik skala nasional maupun internasional.

Sebagai organisasi masyarakat, BAMUS Betawi diharapkan tidak bersifat eksklusif dan hanya mementingkan golongan. Lebih dari itu, BAMUS Betawi harus mampu menunjukkan jati dirinya sebagai salah satu kelompok masyarakat yang mendukung program-program pemerintah Indonesia di segala bidang, terutama program-program yang dibuat demi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.

Saya sebagai perempuan yang lahir, besar, dan berkhidmat di tanah Betawi, memiliki tanggung jawab yang sama sebagaimana para putera dan puteri betawi lainnya. Kami bergerak untuk menciptakan masa depan yang lebih baik, kami bergerak untuk Indonesia, kami bergerak untuk bangsa kami.

Budaya Betawi Menyatukan Perbedaan

Saya yakin bahwa masyarakat sudah banyak yang tahu pula bahwa budaya Betawi telah lahir dan hidup sampai sekarang karena percampuran budaya, seperti budaya Tionghoa dan Arab. Jika kita lihat secara seksama, ondel-ondel dan beberapa alat musik merupakan hasil “perkawinan” budaya Tionghoa dan Betawi. Aksesoris dan penampilan ondel-ondel memiliki kesamaan sebagaimana yang digunakan oleh masyarakat Tionghoa di tanah Betawi. 

Alat musik tekyan yang dipakai untuk mengiringi gambang kromong juga merupakan alat musik tradisional masyarakat Tionghoa. Saya pernah berkunjung ke rumah salah satu pembuat alat musik tekyan di kawasan Cina Benteng Tangerang, usaha tersebut telah menjadi warisan keluarga secara turun temurun.

Pakaian pengantin adat Betawi pun tak jauh beda dengan pakaian pengantin adat Tionghoa dan Arab, keduanya mewujud dalam balutan yang indah. Pakaian pengantin pria seperti gamis, pakaian yang biasa dipakai pria Arab, dilengkapi dengan penutup kepala yang khas. Sedangkan pakaian pengantin wanita, memiliki aksesoris seperti wanita Tionghoa pada umumnya, dengan pernak-pernik mahkota khas yang diadopsi dari budaya Tionghoa.

Menjadi Duta bagi Budaya Sendiri

Secara pribadi, saya bangga menjadi puteri Betawi dengan berbagai macam kekhasan yang ada didalamnya. Namun, tidak jarang saya menemukan banyak pemuda, pemudi atau bahkan sesepuh Betawi yang melupakan jati dirinya sendiri sebagai warga Betawi. Mereka mulai melupakan adat istiadat yang sudah sejak lama ada, bahkan jauh sebelum ayah dan ibu mereka lahir.

Untuk mereka, Betawi adalah satu nama yang terdengar kampungan. Ya memang, sebelum Jakarta menjadi ibu kota, tanah Betawi secara menyeluruh adalah manifestasi dari kampung-kampung kecil, tersebar di seluruh sudut Batavia. Meskipun kampung, Betawi mengalami metamorfosis menjadi kota metropolitan dan ibu kota negeri Indonesia. Mungkin karena itulah, generasi muda Betawi merasa malu dan tidak percaya diri jika sejatinya Betawi adalah budaya yang berasal dari kampung.

Banyak teman saya tidak menyangka bahwa saya seorang Betawi tulen, hal ini dikarenakan beberapa alasan, seperti: raut wajah, logat bahasa, dan karakter. Saya tertawa setiap kali teman-teman saya menyampaikan alasannya. Saya belum merasa perlu untuk memastikan kesejatian diri yang seorang Betawi tulen, cukup senyum simpul saja dan menceritakan sepenggal kisah tentang keluarga besar saya.

Lebaran Betawi Penuh dengan Kemeriahan

Suasana meriah dan pengunjung yang tumpah ruah menjadi objek foto yang indah, saya menikmati setiap momennya. Jika pun harus berdansa dengan ondel-ondel saya pun mau! Tapi sayangnya, ondel-ondel sudah punya pasangan sendiri, hehe...

Kala itu, atraksi ondel-ondel juga turut memeriahkan acara, dari warga biasa yang datang bersama sanak keluarga, awak media cetak dan elektronik sampai wisatawan dari mancanegara turut hanyut dalam acara tahunan tersebut.

Disamping pertunjukan kesenian musik, lebaran Betawi tak ubahnya seperti festival. Para pengunjung dimanjakan dengan macam-macam kuliner khas Betawi. Seperti wajik, kerak telor, geplak, dodol, bir pletok adalah sederetan kuliner yang tersaji di beberapa stand khusus. Selain itu, gado-gado, ketoprak, pecel sayur, soto, aneka gorengan, kue kering dan basah, jus, dan lain-lain dapat menjadi pilihan alternatif untuk disantap di tempat atau dibawa pulang.

Photo: Dok. Pribadi II Kerak Telor
Photo: Dok. Pribadi II Kerak Telor
Para pengunjung yang datang tidak dipungut biaya masuk, kecuali biaya untuk parkir kendaraan. Saya dan kawan-kawan jalan berkeliling dari satu rumah adat Betawi (rumah Kebaya) ke rumah yang lain. Setiap kotamadya di Jakarta membuat rumah adat yang dihias sesuai dengan selera dan kreatifitasnya masing-masing, karena rumah adat ini termasuk yang diperlombakan.

Keenam rumah adat dibangun semi permanen dengan menggunakan balok kayu, bambu, papan, dan lain-lain. Semua terlihat indah dan mempesona, tak sedikit satu halaman rumah dipenuhi oleh para pengunjung yang ingin berfoto, baik selfie atau meminta tolong pengunjung lain.  Setiap rumah adat mempunyai ciri khas, seperti Jakarta Barat sebagai Kampung Kembang dengan Rawa Belong, tata letak taman dibuat semegah mungkin dengan aneka bunga di berbagai sudut. Jakarta Timur dengan icon Rumah Pitung yang dicat warna cokelat, kita diajak untuk mengenang pahlawan Betawi yang iconic itu saat melawan kompeni. Dan halaman rumah Kebaya dari Kepulauan Seribu yang “memarkir” speed boat beserta dua menekin yang seperti siap mengajak para pengunjung untuk berkeliling pulau-pulau yang eksotik disana, saat saya memasuki area tersebut sebuah booklet tentang destinasi wisata bahari pun diberikan secara cuma-cuma.

Saya juga melihat betapa pihak panitia penyelenggara sangat menjaga kebersamaan dalam mensukseskan acara ini. Meskipun ramai dikunjungi pengunjung, namun bapak-bapak petugas kebersihan dengan sigap membersihkan area yang kotor oleh sampah. Disetiap sudut lapangan dan rumah adat juga disediakan tempat sampah dari plastik. Tapi yang sangat disayangkan adalah, tidak ada petunjuk bagi pengunjung untuk bisa mencicipi kuliner yang terhidang di setiap rumah adat, sehingga tidak ada kesempatan untuk beramah tamah antara pengunjung dan pembuat makanan atau minuman agar pengunjung bisa bertanya-tanya tentang cara pembuatan dan penyajian.

Photo: Dok. Pribadi II Petugas kebersihan sedang menjalankan tugas.
Photo: Dok. Pribadi II Petugas kebersihan sedang menjalankan tugas.
Harapan

Harapan adalah sahabat manusia yang paling setia. Oleh karena itu, saya memiliki harapan agar semua masyarakat Betawi harus merasa memiliki dan menjaga budayanya sendiri, serta mewariskan kecintaan terhadap budaya kepada anak-cucu-cicit dan keturunannya. Betawi merupakan salah satu suku dari sekian ratus suku yang ada di nusantara, yang harus menjadi perekat umat dalam berbangsa, beragama dan bernegara. 

Tinggalkan kepentingan golongan, majukan kepentingan bangsa di masa kini dan akan datang. Tinggalkan pula sikap intoleransi karena sikap tersebut hanya akan mempercepat punahnya adat istiadat, sehingga kearifan lokal yang kita punya hanya tinggal nama dan cerita.

Lebaran Betawi sebagai wujud konkret dari partisipasi masyarakat Betawi untuk “pasang badan” membela dan mendukung sepenuhnya peradaban di Indonesia. Masyarakat Betawi harus mengambil peran untuk turut serta mempererat tali persaudaraan di bumi pertiwi tercinta.

Semoga Lebaran Betawi yang akan datang semakin sukses!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun