Dukungan Pemerintah terkait Literasi
Terlepas dari polemik pajak penulis, pemerintah pernah membuat suatu kebijakan yaitu dengan pengiriman buku gratis ke seluruh rumah baca di pelosok Indonesia, bekerjasama dengan PT. Pos Indonesia. Kebijakan ini dimulai dari 17 Mei 2017.
Pegiat literasi menyambut gembira kebijakan ini. Sayangnya, kebijakan itu harus terhenti pada bulan November 2018 terkait masalah pendanaan.
Hingga Oktober 2018, kata Gilarsi, PT Pos sudah menggelontorkan dana Rp 13,051 miliar.
PT Pos tidak bisa lagi menanggung biaya pengiriman buku gratis karena sudah melebihi dana Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan.
"Untuk bulan ini karena sumber pendanaan belum terkonfirmasi terpaksa saya hentikan," kata Gilarsi.
Maka, lagi-lagi kebijakan pemerintah berhenti di tengah jalan.
Mungkin sering terbersit di pikiran kita mengatakan, "mahal banget sih harga bukunya. Enak banget nih penulis dapat royaltinya."
Namun sejak polemik pajak penulis yang diungkapkan Tere Liye kita baru tersadar bahwa penulis pun tidak seperti yang kita bayangkan.
Untuk sebuah buku bukan hanya penulis yang terlibat, tetapi ada penerbit dan toko buku. Yang masing masing terkena pajak sehingga buku yang kita peroleh berakhir dengan harga tinggi. Belum lagi jarak antara penerbit yang rata-rata di Pulau Jawa, maka ketika sampai di daerah harganya lebih mahal daripada Pulau Jawa.
Maka, alangkah indahnya jika pajak dalam literasi dihapuskan.
Sebagai pembaca, jika pajak dihapus, bayangkan setiap belanja dipotong PPN sebesar 10%. Maka, tidak ada lagi keluhan buku mahal.