Mohon tunggu...
UMU NISARISTIANA
UMU NISARISTIANA Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

umunisaristiana26@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Online Shopping dan Perubahan Ilkim

1 Desember 2020   10:00 Diperbarui: 1 Desember 2020   10:04 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belum ditambah kontribusi lalu lintas jalan raya yang mencapai 14% dalam peningkatan pencemaran udara. Berkaca dari fakta ini, pada tahun 2017 pernah ada gerakan mempermalukan kebiasaan naik pesawat yang dipelopori oleh penyanyi Swedia, Staffan Lindberg, gerakan ini dikenal dengan istilah flygskam dalam bahasa Swedia dan flight-shame dalam bahasa Inggris sebagai upaya drastis mengurangi jejak karbon dari pesawat terbang. 

Gerakan ini dinilai berpengaruh pada pola perjalanan masyarakat Swedia, pada tahun 2018 disinyalir ada 23% orang Swedia yang mengurangi perjalanan udara mereka. Selain Swedia, Britania Inggris, Kanada, Belgia dan Prancis berinisiatif membuat keputusan untuk mengurangi perjalanan udara dalam kehidupan pribadi.

Kedua, semakin banyak barang yang dibeli berbanding lurus dengan semakin banyak sampah yang berpotensi mencemari lingkungan. Asumsi sederhanan ini dapat dikatakan cukup relevan jika dikaitkan dengan semakin bertambahnya produksi limbah sampah dari tahun ke tahun. 

Apalagi masyarakat Indonesia saat ini sangat minim pengetahuan dan kebiasaan mengenai pemilihan sampah maupun daur ulang sampah. Hal ini semakin melogiskan bahwa hampir keseluruhan sampah rumah tangga terbuang begitu saja di pojok lahan kosong atau hanyut sampai ke lautan. 

Sampah-sampah ini akan menimbulkan pencemaran tanah maupun udara, apalagi sampah plastik yang hanyut ke laut kemungkinan akan dimakan oleh hewan laut alhasil akan merusak ekosistem laut atau bahkan memusnahkan spesies hewan-hewan laut. Bukan hanya barang yang kita beli saja yang akhirnya mengendap dan merusak alam, tetapi juga bahan packaging barang yang kita pesan secara online yang mana selalu menggunakan plastik dan bubble wrap juga akan berakhir mencemari lingkungan.

Ketiga, harga barang yang dijual tidak masuk akal. Bisa dilihat bahwa barang yang dijual secara online lebih murah dibanding barang dijual secara offline, meskipun demikian memang benar adanya pasca revolusi industri hampir semua barang kebutuhan manusia dapat dijangkau dan cenderung berharga murah. 

Harga murah suatu barang memang menjadi keuntungan bagi konsumen, namun jika ditelusuri lebih lanjut bagaimana suatu barang dengan banyak bahan didalamnya berharga sangat murah. Bahkan, di beberapa e-commerce ada banyak barang yang hanya berharga 99 rupiah saja. 

Bagaimana bisa menghitung untung dan rugi dari barang 99 rupiah? Ternyata jika mau berfikir lebih dalam ada harga yang tidak dibayarkan oleh produsen maupun konsumen yaitu kerusakan lingkungan. Banyak produsen suatu barang yang mendapatkan bahan barang tersebut dengan cara illegal atau tidak bertanggung jawab terhadap kerusakan lingkungan yang dihasilkan. Jika ini terus menerus dilakukan maka akan ada banyak sumber daya alam yang tereksploitasi dan dibiarkan rusak begitu saja.

Jadi, Harus Bagaimana?

Berbelanja memang menyenangkan, apalagi dijaman digital. Namun, berbelanja secara tidak sadar akan berdampak pada lingkungan. Solusi yang bisa ditawarkan adalah dengan menjadi konsumen yang pintar, arti konsumen pintar meliputi; Pertama, mengetahui kebutuhan dan keinginan. 

Tidak semua barang viral dan tren harus dibeli, dengan mengetahui kebutuhan dan keinginan seorang konsumen yang pintar hanya akan membeli barang sesuai dengan kebutuhan saja. Itupun harus berfikir dahulu sampah dari barang tersebut akan dikemanakan, jangan sampai terbuang begitu saja tanpa ada pertanggung jawaban.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun