Mohon tunggu...
UMU NISARISTIANA
UMU NISARISTIANA Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

umunisaristiana26@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Online Shopping dan Perubahan Ilkim

1 Desember 2020   10:00 Diperbarui: 1 Desember 2020   10:04 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pandemi dan Online Shopping

Bekerja, belajar dan beribadah dari rumah adalah himbauan pemerintah sejak bulan Maret 2020 sebagai upaya memutus mata rantai Covid-19. Himbauan ini dikenal dengan istilah WFH atau Work From Home. Adanya WFH ini membuat semua aktivitas yang biasa dilakukan secara luring menjadi daring, seperti halnya aktivitas belanja yang populer disebut online shopping atau belanja online. Sejak WFH data Kementerian Komunikasi dan Informasi menunjukan bahwa aktivitas online shopping di Indonesia meningkat 400%. Angka ini sangat tinggi jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.

Belanja secara online memang sangat mudah dilakukan, hanya perlu scrolling e-commerce sambil rebahan barang belanjaan sudah bisa diantarkan sampai ke rumah. Tidak perlu lagi harus mengunjungi beberapa toko untuk bisa membandingkan harga produk atau jasa dan kebanyakan harga produk yang ditawarkan akan jauh lebih murah. 

Melalui riset sederhana menggunakan bantuan google analytic iPrice memaparkan jenis produk yang populer dibeli oleh konsumen Indonesia selama pandemi yaitu produk kesehatan pencegah virus Covid-19 (masker, handsanitaizer, vitamin C, Dettol dan thermometer), produk pendukung pekerjaan dari rumah (webcam dan kertas folio), produk hobi outdoor dan indoor (sepeda dan Nintendo), serta produk makanan dan minuman (mie instan dan anggur cap orang tua).

Jika diihat dari sudut pandang para ekonom, peningkatan aktivitas belanja online ini menjadi peluang baru untuk memperbaiki kondisi ekonomi masyarakat yang merosot akibat pandemi. Exabytes, penyedia layanan hosting di Indonesia mengaku bahwa selama pandemi ada kenaikan jumlah pelanggan yang mendaftarkan websitenya untuk keperluan berwirausaha sebesar 38,3% dibanding tahun lalu.  

Selain itu juga data Sea Insight menemukan 45% pelaku bisnis lebih aktif berjualan di e-commerce pada saat pandemi. Hal ini semakin membuka peluang untuk menormalkan aktivitas berbelanja secara online.

Disamping adanya peluang baru dalam bidang ekonomi dan bisnis, aktivitas belanja online memunculkan tantangan terhadap kesehatan finansial dan lingkungan.

Antara Online Shopping dan Perubahan Iklim

Jika ditelusuri lebih lanjut, peningkatan aktivitas online shopping akan semakin memperburuk krisis iklim, hal ini dapat dilihat melalui tiga hal;

Pertama, berbelanja secara online mempermudah seseorang untuk mendapatkan barang dari mana saja (dalam atau luar negeri) hal ini semakin memperpanjang proses pengiriman yang menyebabkan peningkatan pencemaran udara. 

Contoh emisi gas buang pesawat terbang yang terdiri dari karbon dioksida, uap air dan nitrogen oksida berkontribusi pada pelebaran lubang ozon dan efek rumah kaca. Menurut perhitungan para pakar iklim, sektor penerbangan menyumbang kontribusi sekitrar 3% dari konsentrasi gas rumah kaca pemicu pemanasan global.

Belum ditambah kontribusi lalu lintas jalan raya yang mencapai 14% dalam peningkatan pencemaran udara. Berkaca dari fakta ini, pada tahun 2017 pernah ada gerakan mempermalukan kebiasaan naik pesawat yang dipelopori oleh penyanyi Swedia, Staffan Lindberg, gerakan ini dikenal dengan istilah flygskam dalam bahasa Swedia dan flight-shame dalam bahasa Inggris sebagai upaya drastis mengurangi jejak karbon dari pesawat terbang. 

Gerakan ini dinilai berpengaruh pada pola perjalanan masyarakat Swedia, pada tahun 2018 disinyalir ada 23% orang Swedia yang mengurangi perjalanan udara mereka. Selain Swedia, Britania Inggris, Kanada, Belgia dan Prancis berinisiatif membuat keputusan untuk mengurangi perjalanan udara dalam kehidupan pribadi.

Kedua, semakin banyak barang yang dibeli berbanding lurus dengan semakin banyak sampah yang berpotensi mencemari lingkungan. Asumsi sederhanan ini dapat dikatakan cukup relevan jika dikaitkan dengan semakin bertambahnya produksi limbah sampah dari tahun ke tahun. 

Apalagi masyarakat Indonesia saat ini sangat minim pengetahuan dan kebiasaan mengenai pemilihan sampah maupun daur ulang sampah. Hal ini semakin melogiskan bahwa hampir keseluruhan sampah rumah tangga terbuang begitu saja di pojok lahan kosong atau hanyut sampai ke lautan. 

Sampah-sampah ini akan menimbulkan pencemaran tanah maupun udara, apalagi sampah plastik yang hanyut ke laut kemungkinan akan dimakan oleh hewan laut alhasil akan merusak ekosistem laut atau bahkan memusnahkan spesies hewan-hewan laut. Bukan hanya barang yang kita beli saja yang akhirnya mengendap dan merusak alam, tetapi juga bahan packaging barang yang kita pesan secara online yang mana selalu menggunakan plastik dan bubble wrap juga akan berakhir mencemari lingkungan.

Ketiga, harga barang yang dijual tidak masuk akal. Bisa dilihat bahwa barang yang dijual secara online lebih murah dibanding barang dijual secara offline, meskipun demikian memang benar adanya pasca revolusi industri hampir semua barang kebutuhan manusia dapat dijangkau dan cenderung berharga murah. 

Harga murah suatu barang memang menjadi keuntungan bagi konsumen, namun jika ditelusuri lebih lanjut bagaimana suatu barang dengan banyak bahan didalamnya berharga sangat murah. Bahkan, di beberapa e-commerce ada banyak barang yang hanya berharga 99 rupiah saja. 

Bagaimana bisa menghitung untung dan rugi dari barang 99 rupiah? Ternyata jika mau berfikir lebih dalam ada harga yang tidak dibayarkan oleh produsen maupun konsumen yaitu kerusakan lingkungan. Banyak produsen suatu barang yang mendapatkan bahan barang tersebut dengan cara illegal atau tidak bertanggung jawab terhadap kerusakan lingkungan yang dihasilkan. Jika ini terus menerus dilakukan maka akan ada banyak sumber daya alam yang tereksploitasi dan dibiarkan rusak begitu saja.

Jadi, Harus Bagaimana?

Berbelanja memang menyenangkan, apalagi dijaman digital. Namun, berbelanja secara tidak sadar akan berdampak pada lingkungan. Solusi yang bisa ditawarkan adalah dengan menjadi konsumen yang pintar, arti konsumen pintar meliputi; Pertama, mengetahui kebutuhan dan keinginan. 

Tidak semua barang viral dan tren harus dibeli, dengan mengetahui kebutuhan dan keinginan seorang konsumen yang pintar hanya akan membeli barang sesuai dengan kebutuhan saja. Itupun harus berfikir dahulu sampah dari barang tersebut akan dikemanakan, jangan sampai terbuang begitu saja tanpa ada pertanggung jawaban.

Kedua, bijaksana dalam membeli dan mengelola barang. Kebijaksanaan seorang konsumen dapat terlihat sebelum membeli barang, ia sudah melakukan riset terlebih dahulu bahan dari barang tersebut; apakah bahan yang digunakan ramah lingkungan? siapa yang membuat barang ini? bagaimana barang ini diolah? 

Dan lain sebagainya. Kebijaksanaan ini juga terlihat saat ia lebih memilih barang ramah lingkungan dengan harga yang lebih  mahal daripada barang tidak ramah lingkungan meskipun lebih murah. Sebab, kebijaksanaan ini memfokuskan pada nilai dari sebuah barang tersebut.

Ketiga, mencintai produk lokal. Konsumen pintar cenderung memilih produk lokal daripada produk luar negeri. Selain untuk mendokrak ekonomi pengusaha lokal, juga akan menghemat proses distribusi barang. Apalagi dalam hal sayur dan buah, konsumen pintar akan lebih memilih produk sayur dan buah dari petani lokal dan juga memilih sayur dan buah yang ditanam tanpa menggunakan pupuk kimia dan pestisida.

Keempat, seorang konsumen pintar yang melek finansial cenderung akan memilih berinvestasi pada perusahaan ramah lingkungan. Berinvestasi pada perusahan ramah lingkungan akan memberikan keleluasaan bagi perusahaan tersebut untuk tetap berproduksi dan mempertahankan nilai dari produk tersebut.

Jadi, sudahkah kamu menjadi konsumen pintar?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun