Tinggal menunggu waktu bagi Broto untuk menjadi wakil rakyat. Ia sudah membayangkan dengan aneka macam rapat di suatu gedung nan megah dengan kursi panas yang membuat banyak orang terbuai hingga tak segan sampai terlelap memejamkan mata dan terlena ketika pembahasan penting sedang dibicarakan.Â
Semuanya akan lebih indah dengan aneka macam penghormatan, sambutan banyak orang, gaji yang lumayan atau bahkan sebuah kebanggaan atas prestasi yang dicapai. Lamunan Broto begitu membuai hingga tak sadar secangkir kopi sudah bersih diteguknya.
Broto mengatur siasat. Baginya, permasalahan perolehan suara bukanlah hal yang remeh untuk sekedar dijadikan bahan gurauan. Ini sudah menyangkut permasalahan reputasi politik. Sudah banyak biaya yang dikeluarkan, tenaga yang digerakkan dan waktu yang sudah dihabiskan. Semua tercurah hanya untuk sebuah kursi.
Maka ia segera mengutus para punggawa politiknya dengan hati-hati. Pergerakan mereka saat ini untuk menjadi mata-mata dari kampung ke kampung. Mencoba mencium tempat arah suara akan bermuara. Desas-desus politikpun tak lupa disebar. Pencitraan juga tidak luput dilakukan.
      "Bagaimana situasi politiknya?" tanya Broto kepada para punggawanya.
      "Sepertinya tim lawan sedang menyusun siasat untuk menarik suara. Kita butuh tambahan dana agar masyarakat tidak terprovokasi," terang sang punggawa.
Dan begitulah, Broto harus berhitung secara teliti. Ia tentunya bukanlah orang yang bodoh dan dengan gampang memberikan dana kepada para punggawanya. Apapun rencananya, semua memang harus diperhitungkan walau sebenarnya bulat hati Broto untuk menjadi seorang wakil rakyat.
Broto paham betul kelakuan-kelakuan para punggawa. Dimana ada kesempatan untuk mengambil keuntungan, maka disitulah para punggawa akan terus menerus merongrongnya. Bukan tanpa sebab Broto berpendapat demikian. Pasalnya, ia juaga pernah merasakan menjadi punggawa politik dari orang yang saat ini tengah menjabat  sebagai pemimpin kota.
Ambisi Broto sudah tidak mampu terbendung lagi. Tekadnya sudah benar-benar bulat bahwa ia harus memenangkan pemilihan ini. Ia tahu, masyarakat banyak yang menghormatinya. Kemudian, calon wakil rakyat ini sudah memutuskan tujuan hidupnya.Â
Apapun resikonya dan berapapun biayanya. Terlebih uang yang dikeluarkan sudah kadung banyak. Tapi, ia cukup sadar dengan banyaknya pilihan yang bisa dijadikan bahan pertimbangan oleh masyarakat. Salah berhitung, nasibnya bisa berbalik arah dari lamunannya.
Masalah menjadi wakil rakyat bagi Broto hanya soal waktu. Ia juga sebenarnya tidak terlalu khawatir terhadap hasil dari usaha yang telah ia lakukan. Ia paham betul dengan carut-marut dunia perpolitikan.Â