Mohon tunggu...
UmsidaMenyapa1912
UmsidaMenyapa1912 Mohon Tunggu... Freelancer - Universitas Muhammadiyah Sidoarjo

Kami Instansi yang bergerak di bidang pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Menyucikan Nafs, Menenangkan Qalb: Esensi Dzikir dalam Kehidupan Seorang Hamba

17 Januari 2025   11:33 Diperbarui: 17 Januari 2025   11:33 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Akal berfungsi sebagai penyeimbang untuk mengendalikan nafs melalui rasionalitas dari dorongan keburukan. Akal dengan kaidah logikanya membantu manusia membuat keputusan yang selaras dengan kehendak Allah yang menjadi materi dalam logikanya. Dengan demikian akal Menjadi Pendukung Dzikir. Akal memahami pentingnya dzikir untuk menyucikan qalb dan jiwa. Dzikir dengan akal sadar (dzikir qawliyah) lebih efektif dalam mempengaruhi qalb dibanding dzikir tanpa pemahaman. Dalam hal ini Posisi Akal adalah alat pemahaman dan kontrol yang membantu qalb dan nafs menuju penyujian dan ketenangan. Namun, akal sendiri tidak dapat membawa ketenangan spiritual tanpa keterlibatan qalb, nafs, dan ruh.

Baca juga: Menuju Khaira Ummah Rektor Umsida Soroti Pentingnya Ilmu dan Disiplin

Percikan kesadaran (spiritual) dari ruh yang ada dalam qalb ini yang hendaknya disambut dengan cepat oleh seorang manusia dalam pertaubatannya. Karenanya rasa itu akan muncul seiring dengan kekuasaan mutlak Allah dala  membolak-balikkan hati manusia. Karena itu bersyukurlah bagi orang-orang yang telah mendapatkan petunjukNya dan senantiasa meminta Allah unuk menjaga dan meneguhkan dirinya dalam agamaNya.

Ruh, Hati (qalb) yang tenteram dan jiwa (nafs) yang tenang, dan akal yang lurus dalam agama, kesemuanya saling terkait, karena proses dzikir dan tazkiyatun nafs menciptakan lingkungan spiritual yang mendukung ketiganya. Dzikir kepada Allah menyucikan hati dari "karat" dosa dan kegelisahan. Berdzikir secara berkelanjutan membesihkan qalb.

Hati yang bersih menjadi wadah untuk merasakan kedekatan dan kedamaian dengan Allah (qalbun Salim). Saat qalb tenteram melalui dzikir, nafs yang awalnya gelisah atau condong kepada keburukan (ammarah) (nafs amarah bi suu') (QS. Yusuf: 53) bertransformasi menjadi jiwa yang terkendali (lawwamah) (nafs lawwamah) (QS. Al-Qiyamah: 2) dan akhirnya mencapai tingkatan jiwa yang condong kepada kebaikan, yang tentang/tenteram (nafs muthmainah) (QS. Al-Fajr: 27-28).

Ini adalah gambaran perjalanan manusia menuju ketenangan hati dan jiwa melalui pengingatan kepada Allah (dzikir), pembersihan diri (tazkiyatun nafs), dan ketundukan total kepada kehendak-Nya (Islam) sehingga seseorang ridha dan diridhai,

Ketenangan hati (ithmi'nan al-qalb) adalah hasil dari aktivitas dzikir yang tulus. Dzikir memberikan kedamaian yang tidak dapat dicapai oleh hal-hal duniawi, karena hati (qalb) sejatinya diciptakan untuk tunduk dan mengingat Allah. Ruh sebagai saluran Allah ke dalam Hati manusia, sebagai saluran spurtualitas dalam hati, menyampaikan "bisikan" kalbu yang akan teramplifikasi dengan dzikir. Hati yang tenteram adalah hati yang terhubung dengan Allah, bebas dari kegelisahan akibat keterikatan duniawi.

Selain itu, dalam proses mencapai hati yang tenteram (qalb muthmainnah) dan jiwa yang tenang (nafs muthmainnah), akal memiliki peran penting sebagai komponen logika dan intelektualitas manusia. Akal berfungsi secara saling melengkapi bersama qalb dan nafs.

Secara mekanistis, dapat dijelaskan bahwa Ruh yang berada dalam qalb, menginspirasi qalb untuk mengingat Allah. Qalb yang tenteram menenangkan nafs, sehingga jiwa mencapai tingkatan muthmainnah. Akal mendukung proses ini dengan membantu memahami tujuan spiritual dan menundukkan dorongan negatif nafs. Dengan kata lain, ruh memberikan cahaya ilahiah, qalb menerima cahaya itu, nafs menyesuaikan diri, dan akal mendukung semuanya melalui pemahaman dan kontrol atas tubuh untuk berbuat kebaikan, kebenaran, keindahan, keadilan.

Peran Allah menentukan turunnya hidayah melalui Ruh, dan Allah memberikan petunjuknya kepada yang Ia kehendaki. "Allahu yahdi man yasyaa". Allah meniupkan ruhNya kepada manusia bukan tanpa tujuan. Karena ini adalah menjadi mekanisme keterhubungan antara Allah dengan hambanya.

Barang siapa yang mendapat hidayah dari Allah maka tidak ada yang bisa menyesatkannya. Bersyukurlah orang beriman yang telah mendapat hidayahNya, karena dengan hidayah yang diterimanya ia akan terus berdzikir untuk memperkuat nafs-nya agar menuju muthmainnah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun