Baca juga: Menyelami 6 Pesan KH Ahmad Dahlan untuk Muhammadiyah dan 'Aisyiyah
Dengan berdzikir, orang beriman akan memperoleh kekuatan untuk menjalani dunia (QS. Ali 'Imran: 139). Dengan mengingat Allah orang beriman menyadari bahwa kehidupan yang benar adalah berlandaskan pada kepasrahan hanya kepada kehendak Allah SWT. Kepasrahan inilah yang menghidupkan/menyalakan kekuatan sebenarnya dalam diri seorang hamba dalam menjalani kehidupan dunia (QS. At-Talaq: 3). Dzikir ini mengarahkan manusia untuk senantiasa mendekat kepada Allah Yang Mahaesa yang merupakan sumber kekuatan sejati.
Dengan kekuatan tersebut, seorang hamba menyatakan pelepasan diri atas dunia dengan ketundukan dan pengakuan terhadap kekuasaan Sang Pencipta disertai dengan semangat untuk mengikuti seluruh perintahNya dan menjauhi seluruh laranganNya. Keterlekatan diri pada dunia dengan mengikuti permainan dunia (QS. Al-Ankabut: 64) hanya membuat orang terombang-ambing sehingga muncul rasa takut dan gelisah (Q 57:20). Dan Allah menegaskan bahwa hanya dengan mengingatNya, hati manusia menjadi tenteram (QS. Ar-Ra'd: 28).
Aktivitas dzikir adalah aktivitas mendekatkan diri kepada Allah (taqarub ilallah). Allah yang Mahasuci hanya bisa didekati oleh hambaNya yang suci. Kesucian seorang hamba ini bisa diperoleh melalui dzikir. Dzikir adalah instrumen penenang hati (qalb) dan pembersih jiwa (tazkiyatun nafs). Dengan mengingat Allah hati menjadi tenang serta memohon ampun atas kesalahan, maka Allah akan menyucikan jiwa hambaNya.
Jalan Menuju Muthmainnah
Jalan menuju dzikir dimulai dari kesadaran. Tanda seorang pendosa mendapatkan petunjuk Ilahi adalah ketika terbetik dalam hatinya (qalb) rasa untuk tidak ingin kembali berbuat dosa. Betikan ini menggetarkan seluruh tubuhnya. Ini adalah fitrah yang ada dalam diri setiap manusia. Ini karena ruh yang ada dalam Qalb pada fitrahnya adalah mengarahkan untuk kembali kepada Pemiliknya yang Mahasuci. Seberapapun banyaknya dosa yang ada dalam diri seseorang, rasa bersalah karena melakukan perbuatan maksiat, batil, dzalim akan muncul dari dalam hati nuraninya (kalbu).
Ruh, dalam hal ini, memiliki andil penting dalam Proses Dzikir dan Tazkiyah. Ruh adalah elemen ilahiah yang menjadi inti kehidupan spiritual manusia. Dalam konteks dzikir dan penyucian jiwa, ruh memiliki peran sebagai Sumber Kehidupan Spiritual. Ruh adalah elemen dari Allah yang memiliki kecenderungan alami (fitrah) untuk mengenal dan tunduk kepada-Nya. Dzikir memberikan energi kepada ruh, memperkuat hubungan manusia dengan Allah. "Kemudian Dia menyempurnakan kejadiannya dan meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan)-Nya..." (QS. As-Sajdah: 9)
Ruh memotivasi, menjadi penggerak spiritual dalam qalb untuk terus mengingat Allah (dzikir). Ketika ruh terhubung dengan Allah melalui dzikir, qalb menjadi tenteram, nafs terkendali, dan akal mendapatkan pencerahan. Ruh yang berada di dalam qalb akan membimbing jiwa (nafs) untuk mencapai tingkatan muthmainnah.
Ruh memiliki potensi untuk membawa manusia keluar dari kegelapan menuju cahaya Allah. "Allah memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki menuju cahaya-Nya." (QS. An-Nur: 35). Dalam konteks ini posisi Ruh adalah inti spiritual yang menghubungkan manusia dengan Allah. Ruh bekerja melalui qalb untuk membimbing nafs dan akal menuju kesucian dan ketenangan.
Dalam proses penenangan kalbu dan penyucian Jiwa, akal manusia memberikan dukungan dengan kaidah logika. Dengan kaidah logika yang lurus tentu akan semakin mendukung kalbu dan nafs untuk meninggalkan perbuatan maksiat. Akal adalah alat rasional yang berfungsi untuk memahami, merenungi, dan mengolah pengetahuan tentang Allah dan ciptaan-Nya.
Dalam konteks dzikir, akal memainkan peran Merenungi Ayat-ayat Allah. Akal digunakan untuk memahami dan merenungi tanda-tanda kebesaran Allah (ayat kauniyah) dan firman-Nya dalam Al-Qur'an (ayat qauliyah) (QS. Ali Imran: 190). Hal ini memperkuat keyakinan dan keimanan, sehingga qalb dan nafs tunduk kepada Allah.