Ia menjelaskan, "Kita masih ingat bagaimana susahnya seorang Anies Baswedan untuk maju dalam Pilpres 2024 lalu. Beliau hampir tidak bisa maju jadi Paslon, karena tidak cukup partai yang bersedia mencalonkan beliau,".
Peluang Paslon yang Maju Nantinya
Menurut Dr Rifqi, penghapusan presidential threshold akan sangat berpotensi bagi munculnya kandidat yang lebih beragam.
Karena secara normatif, dihapusnya presidential threshold memungkinkan setiap partai yang berkontestasi dalam Pemilu untuk mengajukan Paslonnya masing-masing.Â
"Tapi untuk lebih pastinya, kita masih harus menunggu respon Presiden dan DPR RI sebagai pembentuk UU. Apakah mereka akan patuh seutuhnya dengan keputusan dan arahan MK, atau akan membuat manuver politik yang berusaha menyelisihi putusan tersebut," ujar doktor lulusan UM Surakarta itu.
Karena MK telah memutuskan bahwa presidential threshold tersebut inkonstitusional, maka ketentuan itu tidak lagi berlaku untuk Pemilu dan Pilpres periode yang akan datang.
"Artinya, di Pilpres yang akan datang dimungkinkan kita akan melihat lebih dari  tiga calon, dengan latar dan aspirasi politik yang lebih beragam," terangnya.
Putusan Akan Memperbaiki Demokrasi
Dr Rifqi berpendapat bahwa putusan MK sangat signifikan untuk memperbaiki kondisi demokrasi dan proses demokrasi kita yang kian transaksional.Â
Semakin banyak calon yang mungkin maju mewakili berbagai aspirasi dan kepentingan, katanya, mak semakin memungkinkan proses politik yang lebih genuin, sadar dan meaningful participation.Â
"Yaitu sebuah kondisi yang sudah kian sulit ditemukan dalam skema pemilihan kita satu dekade belakangan," jelasnya.
Membahas tentang tentang risiko penghapusan presidential threshold, ia berpendapat bahwa skema Pilpres dengan kandidat yang akan lebih banyak, disatu sisi dapat menghadirkan proses partisipasi yang lebih bermakna dan sadar.
Tapi di sisi lain bisa lebih memperdalam proses transaksional di tingkat akar rumput.