Mohon tunggu...
Umi Lestari
Umi Lestari Mohon Tunggu... Guru - Guru

Belajar menulis.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Menyekolahkan Anak di Pondok Pesantren, Kenapa Takut?

23 Juni 2023   21:09 Diperbarui: 3 Juli 2023   20:35 979
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi- Santri di pondok pesantren. (Foto: MAWAR KUSUMA WULAN/KOMPAS) 

Anak saya sejak tamat sekolah dasar di sebuah madrasah saya kirim ke pondok pesantren. Saya ingin anak saya mondok, mengaji dan sekolah di sana. 

Alhamdulillah anak pertama mau mondok, mengingat tidak ada teman dari sekolahnya yang mondok bersamanya. Aku beri gambaran padanya untuk tidak takut dengan lingkungan baru. 

Guru baru dan teman-teman baru. Bukan hanya kamu, anakku, yang merasakan hal-hal baru. Semua teman-temanmu usianya sama denganmu. 

Mereka juga sendiri. Tidak ditemani ayah bundanya atau keluarganya. Mereka bahkan berasal dari daerah yang jauh. Banyak yang lebih jauh dari kita. Dari luar propinsi dan luar pulau.

Sebelumnya saya ajak anak saya ke beberapa pondok di kota santri Jombang Jawa Timur. Saya tunjukkan padanya bahwa ada ribuan anak seusianya yang juga mondok. Bahkan banyak yang lebih kecil darinya. Tetapi mereka berani.

Ketika saya ajak berkunjung ke salah satu asrama putri pesantren, saya biarkan ia melihat-lihat. 

Kebetulan ada anak lain dari Bojonegoro yang juga melihat keadaan pesantren karena juga akan mondok. Anak tersebut diantar ibunya. 

Kami berkenalan dengan mereka. Lalu anak saya merasa menpuyai teman. Teman barunya yang akan mondok. Alhamdulillah, dia merasa senang.

Banyak rekan-rekan yang meremehkan bila anak melanjutkan di pondok. Menurut pemahaman mereka, pondok itu sekolah yang kumuh. 

Satu kamar diisi banyak santri, sampai puluhan. Makannya antri, kasihan. Tidak ada kasur. Fasilitas kurang, tidak seperti di rumah.

Berbeda dengan di rumah bisa tidur dengan nyaman. Di pondok tidak boleh membawa HP, tidak ada TV. Semua harus antri... Dan masih banyak lagi komentar mereka.

Beragam komentar itu tidak membuat saya dan suami ciut nyali. Kami sudah bertekat dan mantap memondokkan anak kami. Dan kesamaan visi kedua orang tua itu sangat penting. 

Bila hanya ibu yang menginginkan anak mondok tetapi ayahnya melarang, itu akan menjadi masalah. Atau sebaliknya, ayah berkeinginan tetapi ibunya melarang karena tidak tega.

Kami sama-sama tega untuk kebaikan anak kami. Pada jaman sekarang, anak siapa yang tidak gemar main HP. Hampir semua anak mainannya HP. Bila anak saya tidak mondok dan sekolah di daerah kami pasti ia juga tidak bisa tanpa HP. 

Saat ia pulang dari sekolah sementara ayah dan ibunya belum pulang dari bekerja, pasti ia bermain HP. Apa yang dilihat dan dimainkan, orang tua tidak tahu.

Sholat mungkin hanya sekedarnya. Yang penting sudah sholat karena kami tidak bisa mengawasinya terus. Mengaji mungkin bisa setiap hari. Namun hanya sebentar. Itulah beberapa alasan yang membuat kami mantap memondokkan anak.

Kami yakin dipondok sholatnya selalu terjaga. Semua sudah dijadwal dengan teratur. Sholat berjamaah, mengaji, belajar, sekolah, kegiatan pondok, dan lain sebagainya. Selain itu dipondok dan disekolahnya banyak kegiatan ekstra yang bisa diikuti sehingga santri bisa menyalurkan bakat dan hobinya. Futsal, sepak bola, fotografi, jurnalistik, bola volly, dan lain-lain

Selain ilmu agama dan ilmu pengetahuan umum yang dipelajari di asrama pondok dan sekolahnya, santri belajar banyak hal. Diantaranya adalah

Kemandirian. 

Hidup dipondok membuat anak jadi mandiri. Ia belajar dan akhirnya terbiasa mengurus kebutuhannya sendiri. 

Misal mencuci dan setlika baju (walaupun sekarang banyak jasa laundry) namun anak tetap menyiapkan baju atau seragam yang akan dipakai. Kalau dirumah mungkin disiapkan oleh ibunya.

Belajar mengelola uang saku. 

Biasanya santri dibekali atau dikirim uang saku untuk beberapa saat, misal satu bulan. Santri akan belajar supaya uangnya cukup untuk waktu yang ditentukan. 

Imbauan untuk orang tua, jangan memberi uang terlalu ngepres. Kasihan anaknya. Kebutuhan dipondok bisa tak terduga. Misal untuk iuran dengan teman-teman sekamarnya beli ini, beli itu, untuk kebutuhan bersama.

Sebaliknya, orang tua juga dianjurkan tidak memberi uang saku berlebihan. Anak yang uangnya sakunya terlalu banyak, membuatnya suka jajan dan kurang sesuai dengan hidup santri yang diajarkan hidup sederhana.

Kebersamaan. 

Hidup di pondok bersama teman-temannya setiap hari. Akhirnya mereka merasa saudara. Ada kesulitan, teman yang membantu. Rasa kebersamaanya lebih kental karena mereka selalu bersama. Belajar, makan, mengaji, beraktifitas dan juga tidur.

Bermental kuat. 

Hidup jauh dengan orang tua, apa-apa dilakukan sendiri dan terbiasa dengan lingkungan pondok akan membentuk santri kuat mentalnya. 

Tidak lagi manja karena santri digembleng jiwanya selama dipondok. Dipondok dan disekolahnya diajarkan untuk berorganisasi. Santri akan memunyai banyak pengalaman.

Bila anak baru pertama mondok, biasanya untuk 40 hari pertama tidak boleh dijenguk. Tujuannya agar anak melupakan rumah dan mulai krasan dipondok. Permulaan mondok tetapi sering dijenguk membuat anak tidak betah dipondok. Merengek ingin selalu dijenguk.

Maka orang tua harus ikhlas melepas anaknya mencari ilmu dipondok. Orang tua yang ikhlas dan selalu mendoakan anaknya insyaAllah akan membuat anaknya krasan dipondok.

Bila diperbolehkan menjenguk, bawakan makanan kesukaannnya agar anak merasa senang. Namun pada waktu menjenguk, orang tua dilarang menanyakan hal ini karena berbahaya. 

Jangan tanyakan," Apakah kamu krasan dipondok?" hindari pertanyaan itu karena akan membuka peluang anak untuk mengatakan " Saya tidak krasan."

Alhamdulillah anak saya yang pertama sudah lulus SMA di pondok Darul Ulum Jombang. Sekarang anak kedua masih mondok di sana. Semoga tulisan ini bisa menginspirasi bagi orang tua yang akan memondokkan putra-putrinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun