Mohon tunggu...
tresna dewi kharisma
tresna dewi kharisma Mohon Tunggu... Lainnya - pemerhati masalah keumatan

nothing worse than being ordinary

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mewujudkan Kemandirian Industri Militer Dunia Islam

15 Juli 2020   14:56 Diperbarui: 20 Juli 2020   21:44 405
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Militer merupakan institusi vital yang sangat menentukan kekuatan politik suatu negara. Pasalnya, ia adalah institusi legal yang memiliki kekuatan dan kekuasaan riil. Realitas sejarah telah membuktikan hubungan signifikan antara kekuatan militer dengan hegemoni negara. Militer di negeri-negeri Islam saat ini kehilangan peran dan kekuatan nyata. Hal itu karena militer tidak menempati posisi semestinya, baik untuk menjaga kesatuan negeri, juga sebagai benteng  pertahanan  dari invasi bersenjata kaum kafir.  Bahkan tentara Islam tidak bisa berbuat banyak saat darah umat  ditumpahkan di tanah kelahiran mereka sendiri. Padahal Dunia islam memiliki potensi kekuatan militer yang luar biasa.

Berikut profil singkat beberapa negeri Muslim yang memiliki kekuatan militer yang kuat:

  • Turkish Armed Force (Turki)

Turki adalah negara Eropa (selain Albania) yang bergabung dengan OKI yang juga merupakan anggota dari NATO.

Tentara aktif : 514.850

Tentara cadangan + paramiliter : 528.700

Prosentase tentara dan jumlah penduduk : 0,73 %

Anggaran militer : 19 milyar USD (2,1 % dari APBN)

Armada pendukung:

Land-based weapons : 6.672 unit (Tank : 4.205 unit)

Pesawat tempur dan helikopter : 1.199 (336 unit helikopter)

Kapal perang : 182 unit (24 unit frigat)

Kapal selam : 13 unit

  • Pakistani Armed Force (Pakistan)

Pakistan bersama dengara tetangganya yaitu India merupakan negara yang disegani dan cukup ditakuti jika melihat dari personel aktif tentaranya. Pakistan negara yang mayoritas penduduknya yaitu muslim juga mengembangkan senjata nuklir yang mulai membuat Amerika Serikat ketar-ketir.

Tentara aktif : 650.000

Tentara cadangan + paramiliter : 830.000

Prosentase tentara dan jumlah penduduk : 0,39 %

Anggaran militer : 6,41 milyar USD (2,6 % dari APBN)

Armada pendukung:

Land-based weapons : 3.919 unit (Tank : 2.461 unit)

Pesawat tempur dan helikopter : 710 (198 unit helikopter)

Kapal perang : 33 unit (9 unit frigat)

Kapal selam : 11 unit

  • Saudi Arabian Armed Force (Saudi Arabia)

Arab Saudi, negara kerajaan yang terletak di Asia Barat juga merupakan salah satu dengan kekuatan militer yang disegani dunia walaupun berpenduduk kurang dari 30 juta jiwa.

Tentara aktif : 199.500

Tentara cadangan + paramiliter : 35.000

Prosentase tentara dan jumlah penduduk : 0,81 %

Anggaran militer : 39,2 milyar USD (8,2 % dari APBN)

Armada pendukung:

Land-based weapons : 5.695 unit (Tank : 1.055 unit)

Pesawat tempur dan helikopter : 453 (140 unit helikopter)

Kapal perang : 31 unit (11 unit frigat)

  • Armed Forces of the Islamic Republik of Iran (Iran)

Iran menjadi ancaman serius bagi Amerika bukan karena kekuatan militernya saja namun dikarenakan juga senjata nuklir yang mereka kembangkan.

Tentara aktif : 545.000 (ranking 8 )

Tentara cadangan + paramiliter : 11.740.000

Prosentase tentara dan jumlah penduduk : 0,77 %

Anggaran militer : 9,174 milyar USD (2,7 % dari APBN)

Armada pendukung:

Land-based weapons : 5.449 unit (Tank : 1.613 unit)

Pesawat tempur dan helikopter : 84 unit

Kapal perang : 65 unit (3 unit frigat)

Kapal selam : 3 unit

  • Tentara Nasional Indonesia/ TNI (Indonesia) 

Indonesia memiliki populasi penduduk yang sangat besar jika dibandingkan dengan negara anggota OKI, namun hal ini bukan berarti Indonesia memiliki armada militer yang 'wah', paling tidak itu bisa dilihat dari jumlah personel aktif dan anggaran militer yang minim.

Tentara aktif : 316.000

Tentara cadangan + paramiliter : 607.000

Prosentase tentara dan jumlah penduduk : 0,14 %

Anggaran militer : 4,74 milyar USD (0,8 % dari APBN)

Armada pendukung:

Land-based weapons : 2.112 unit (425 unit tank)

Pesawat tempur : 313 ( termasuk 194 unit helikopter)

Kapal perang : 111 unit (15 unit frigat)

Kapal selam : 2 unit

Bagi negara manapun saat ini, kemampuan militer secara luas terbagi menjadi tiga bidang utama. Di dalamnya ada Angkatan Darat, Angkatan Udara dan Angkatan Laut.

  • Angkatan Darat. Tahun 2008 Amerika memiliki 29.920 senjata berbasis di darat, sedangkan Dunia Islam dengan hanya lima negara telah hampir setara dengan 27.519 senjata berbasis di darat. Selain itu, data yang sedikit lebih lama tahun 2001 menunjukkan bahwa Amerika memiliki 5.178 artileri derek dibandingkan dengan 9.333 artileri derek di Dunia Islam. Amerika Serikat memiliki 7.851 tank dibandingkan dengan 8.704 tangki di Dunia Islam. Selain itu, selain kelima negara itu, Suriah memiliki 4.100 tank, Bangladesh memiliki 1.980 tank, Kazakhstan memiliki 1.266 tank, Yaman 1.250, Jordan memiliki 1.179, Saudi Arabia punya 1.055, Aljazair punya 950, Maroko punya 871, Libya punya 800, dan negara-negara Muslim lainnya memiliki tank yang konvensional maupun yang maju. Dunia Islam yang diwakili oleh lima negara (Pakistan, Indonesia, Mesir, Iran dan Turki) memiliki 3.300 pembawa personel lapis baja (armored personnel carrier), 1.012 sistem roket, 13.118 motor, 13.687 senjata anti-tank terpandu, 5.779 senjata anti-pesawat. Selain itu, Iran, Turki dan Pakistan dapat membuat tank-tank modern dan meningkatkan kemampuannya.
  • Angkatan Udara.Amerika Serikat memiliki 18.169 pesawat udara dibandingkan dengan lima negara Muslim utama dengan total 3.536 pesawat. Selain itu, Amerika punya 1.593 helikopter dibandingkan dengan 1.055 helikopter dari Dunia Islam yang diwakili oleh Pakistan, Indonesia, Mesir, Iran dan Turki. Meskipun negara-negara Muslim lainnya seperti Bangladesh, KSA, Libya dan lain-lain punya ratusan jet tempur, Dunia Islam tertinggal dalam hal ini. Namun, mungkin bisa disebutkan bahwa negara-negara seperti Iran dapat memproduksi jet tempur seperti HESA Azarakhsh yang telah dikembangkan sampai generasi ke-5, sedangkan generasi terbaru Hesa Saeqeh memiliki jangkauan 3000 km. Pesawat-pesawat tempur-pengebom itu memiliki kemampuan untuk melacak pesawat-pesawat musuh, terlibat dalam pertempuran, menargetkan lokasi di darat, dan membawa berbagai macam senjata dan amunisi. Kompleks Angkatan Udara Pakistan—Pakistan Aeronautical Complex (PAC)—dapat merakit dan membuat pesawat udara. Komplesk itu juga dapat mengembangkan LKM-17 Mushshak yang digunakan sebagai pelatih oleh angkatan udara Pakistan. Selanjutnya, Turki dapat menghasilkan pesawat tanpa awak dan juga memiliki perangkat lunak angkatan udara yang sangat modern sesuai dengan teknologi standar global.
  • Angkatan Laut. Dunia Islam memiliki kapal angkatan laut sekitar 400 kapal laut dibandingkan dengan jumlah kapal laut Amerika sebanyak 1.559. Namun kekuatan armada niaga Dunia Islam 4 kali lebih besar dari yang dimiliki oleh Amerika. Selain itu, Dunia Islam memiliki sekitar 33 kapal selam dibandingkan dengan 50 kapal selam milik Amerika Serikat. Dunia Islam memiliki jumlah frigat yang tidak setara, yang jumlahnya dua kali lipat patroli dan kontrol wilayah pesisir, dan dua kali lipat jumlah kapal amfibi dibandingkan dengan yang saat ini dimiliki oleh kekuatan global Amerika Serikat pada statistik tahun 2007. Ditambah lagi, baik Pakistan maupun Turki dapat memproduksi kapal-kapal selam. Dunia Islam tidak memiliki kapal perusak dan kapal pembawa pesawat yang sangat penting pada kondisi sekarang ini. Namun, kesenjangan ini dapat dengan mudah diatasi dengan kemampuan Dunia Islam untuk mempertahankan kehadirannya dalam skala global di berbagai benua melalui jangkauan geografisnya sendiri.

Dari paparan di atas tampak bahwa negeri-negeri Muslim saat ini memiliki kekuatan militer dari sisi tentara dan berbagai Alat Utama Sistem Senjata (alutsista) yang dimilki. Namun peran militer seolah mandul , kehilangan peran dan kekuatan nyata. Hal itu karena militer tidak menempati posisi semestinya, baik untuk menjaga kesatuan negeri, juga sebagai benteng  pertahanan  dari invasi bersenjata kaum kafir.  Bahkan tentara Islam tidak bisa berbuat banyak saat darah umat  ditumpahkan di tanah kelahiran mereka sendiri. Selain itu, autsista yang dimiliki pun sebenarnya sudah dimiliki oleh negeri Muslim walau dalam produksinya ada juga yang membuat sendiri dan sebagian bergantung pada kekuatan militer produk negara Barat, seperti pesawat tempur dari Amerika Serikat, Rusia dan Inggris, tank dari Jerman, kapal perang dari Perancis, Jerman, dan Inggris, dan lainnya. Jumlahnya sangat besar bila seluruh negeri Muslim digabungkan. Hal ini seharusnya cukup untuk negeri Muslim bisa mandiri secara militer dan membela saudara Muslim lainnya yang tertindas di negara lain.

Di negeri kita, Indonesia sebenarnya memiliki BUMN industri strategis (BUMNIS) yang mendukung pertahanan dan militer, yaitu PT Barata Indonesia (peralatan berat), PT Boma Bisma Indra (peralatan industri), PT Dahana (bahan peledak), PT LEN (elektronik), PT INKA (kereta api), PT INTI (telekomunikasi), PT IPTN (pesawat terbang), PT Krakatau Steel (baja), PT PAL (kapal laut), dan PT PINDAD (persenjataan). Ditambah lagi ada perusahaan-perusahaan swasta yang menjadi produsen dalam industri militer/pertahanan. Namun Alutsista yg dimiliki Indonesia dan produk strategis yg dihasilkan oleh BUMNIS tersebut digunakan hanya untuk bertahan karena kebijakan militer Indonesia ditetapkan berdasarkan pinsip pertahanan defensif.

 

Industri Militer Negeri-Negeri Muslim Belum Mandiri

Alih-alih mengalami kemajuan dan kemandirian militer, negeri-negeri Muslim khususnya Indonesia yang sudah memiliki tentara dan Alutsista secara nyata belum bisa mandiri. Kekuatan yang dimiliki tidak berbanding lurus dengan kemandirian secara politik dan militer karena berbagai faktor berikut:

  • Kebijakan militer negeri-negeri Muslim mengadopsi politik “minimum deterrence “, yaitu kebijakan pengurangan kekuatan militer sampai ada tingkatan yang sekedar cukup untuk pertahanan. Politik “minimum deterrence” ini merupakan salah satu produk Kapitalisme yang tidak bisa dipisahkan dari ide negara bangsa. Barat mengatakan bahwa konsep minimum deterrence ini harus dijunjung tinggi untuk menjamin terwujudnya kerjasama dan keadilan dunia. Tapi faktanya menunjukkan bahwa Barat memanfaatkan ide tersebut untuk mempertahankan kedudukannya sebagai negara terkemuka dan melanggengkan hegemoninya atas negara-negara lain. Secara praktis, mereka bisa terus mempertahankan pengaruhya di dunia melalui superioritas kekuatan militernya. Jadi konsep tersebut hanya diperuntukkan bagi negara lain, bukan Amerika Serikat. Mereka menipu dunia dengan menamakan kantor urusan militer dengan sebutan “Departemen Pertahanan” atau “Kementrian Pertahanan” meski realistasnya adalah “Departemen Perang” atau “Kementrian Perang”, di mana mereka mengembangkan kekuatan militer secara maksimal untuk terus menyerang, menindas, dan menjajah negara lain. Apa yang teradi di Irak dan Afghanistan adalah bukti nyata.

Dengan adanya “minimum deterrence”  ini maka Dunia Islam akan membuat alutsista dan membangun industri militernya hanya untuk mempertahankan diri tidak berupaya untuk membangun industri militer yang menghasilkan Alutsista paling mutakhir yang dibutuhkan untuk perang. Memang ada Iran dan Pakistan yang mengembangkan teknologi nuklir , namun tidak terintegrasi dengan pembangunan industri militer di negeri Muslim lainnya karena tersekat oleh nasionalisme. Sementara Amerika dan sekutunya senantiasa mengembangkan industri militernya yang paling mutakhir disertai dengan intervensi politik melalui perjanjian atau pakta pertahanan kepada Dunia Islam sehingga  industri militernya tetap bisa dikendalikan oleh Amerika Serikat dan dibuat ketergantungan.


  • PBB merilis CTBT (Comprehensive Nuclear Test-Ban Treaty (24 September 1996) dan NPT (Non Proliferation Treaty) pada 1 Juli 1968 . CTBT adalah sebuah perjanjian internasional yang mengatur pelarangan seluruh bentuk uji coba nuklir di seluruh wilayah termasuk di luar angkasa, di angkasa dalam, di dalam air dan di bawah tanah. Sementara NPT adalah suatu perjanjian yang ditandatangi yang membatasi kepemilikan senjata nuklir. Perjanjian ini sesungguhnya sengaja disiapkan oleh negara-negara kolonialis untuk membatasi kekuatan militer negara-negara lain. Negara-negara besar yang memilki senjata nuklir tidak menghendaki adanya negara-negara lain yang berpotensi menantang dominasi mereka. Dunia Islam walaupun telah memiliki indstri militer yang mengembangkan nuklir , tentu dengan adanya perjanjian ini akan tetap berada dalam kendali Barat karena mengancam keberdaan mereka secara politik dan militer. Jadi adanya CTBT dan NPT ini merupakan bentuk control arms terhadap negara-negara berkembang, termasuk diantaranya negeri-negeri Muslim.
  • Negeri-negeri Muslim masih menggantungkan persenjataannya dengan membelinya dari negara-negara Barat (AS, Rusia, Perancis). Amerika Serikat adalah pemimpin tidak hanya dalam penjualan senjata di seluruh dunia, tetapi juga dalam penjualan kepada negara-negara berkembang. Dalam laporan tahunan yang diproduksi oleh nonpartisan Congressional Research Service, menyatakan bahwa sebagian besar perdagangan senjata dilakukan oleh AS dengan negara-negara berkembang tahun 2008 senilai $ 6,5 milyar untuk sistem pertahanan udara Uni Emirat Arab, $ 2,1 milyar dengan Maroko berupa jet tempur dan $ 2 milyar dengan Taiwan yang berupa helikopter.   Pembelian senjata yang dilakukan negeri Muslim kepada Amerika Serikat dapat menyebabkan AS bisa mendikte serta mengendalikan kehendak dan persenjataan negeri-negeri Muslim. Realita yang dapat kita saksikan di dunia saat ini menunjukkan, bahwa negara-negara yang menjual persenjataan ke negara lain tidak akan menjual semua persenjataannya, khususnya persenjataan canggih. Negara tersebut juga tidak akan menjual persenjataan kecuali disertai dengan syarat-syarat tertentu (aturan lisensi), termasuk tatacara penggunaan persenjataan yang dijualnya. Negara tersebut juga tidak akan menjual persenjataan kecuali dalam jumlah yang sesuai menurut pandangannya, bukan menurut permintaan negara yang ingin membeli persenjataan tersebut. Hal-hal itulah yang menjadikan negara pemasok persenjataan menjadi pengendali dan penentu negara pembeli persenjataan. Hal-hal itu pulalah yang memungkinkan negara pemasok senjata mengendalikan kehendak negara pembeli persenjataan, apalagi ketika negara pembeli itu sedang berada dalam situasi perang, negara tersebut akan memerlukan tambahan persenjataan, suku cadang, amunisi, dan sebagainya. Semuanya itu menjadikan ketergantungan negara pembeli terhadap negara pemasok persenjataan semakin bertambah dan ketundukan negara tersebut pada kehendak negara pemasok juga semakin besar. Hal inilah yang membuat posisi negara pemasok semakin kuat sehingga dapat mengendalikan negara pembeli dan mendikte kehendaknya, khususnya ketika negara tengah berada di dalam situasi perang, dan dalam kondisi sangat membutuhkan persenjataan dan suku cadang (Struktur Daulah Khilafah Pemerintahan dan Administrasi, hal.174).  Alhasil, selama industri militer negeri-negeri Muslim masih membeli dan bergantung pada pasokan senjata yang dihasilkan dari Barat, maka kondisinya akan tetap berada pada kendali mereka.

Membangun Paradigma Kemandirian Kekuatan Militer 

Mungkin ada yang bertanya, ” Mungkinkah negeri Muslim saat ini bisa melepaskan ketergantungan senjatanya pada AS dan Rusia? Apakah membangun industri militer mungkin dilakukan secara mandiri mengingat high cost dan tidak profitable?”. Jawabannya adalah “ya, bisa “ namun perlu ada upaya membangun paradigma kemandirian agar tergambar dalam benak kaum Muslimin makna mandiri yang sesungguhnya.

Pertama, untuk mewujudkan kemandirian militer, khususnya dari sisi industri maka negeri Muslim harus memiliki visi politik yg kuat sebagai leader, bukan follower. Alasan mengapa Dunia Islam saat ini mengalami de-industrialisasi adalah lemahnya visi politik. Para pemimpin umat Muslim telah meletakkan negaranya sebagai pasar bagi perusahaan multinasional Barat. Konsep perdagangan bebas dan pasar bebas selalu menjadi alasan bagi dunia berkembang untuk menghambat industrialisasi di negara lain, dan mengubah mereka menjadi tempat industri untuk konsumsi Barat. Ketika tujuan politik telah timbul maka ada perkembangan yang muncul di Dunia Islam; Mesir mengembangkan program nuklir pada tahun 1950-an, tetapi mereka menghentikan program tersebut setelah kekalahan pada 1967 dari Israel. Pakistan meneruskan dan mengembangkan sebuah program nuklir yang berhasil. Contoh lainnya adalah Uni Soviet. Ketika Lenin diminta untuk mereformasi industri pertanian dengan mendatangkan peralatan dari Barat, dengan tegas dia menyatakan, “Kita tidak akan menggunakannya, sampai kita bisa memproduksi sendiri.” Sejak saat itu, Uni Soviet terus melakukan revolusi industri dan berhasil menjadi negara leader di bidang industri kemiliteran sehingga tampil menjadi adidaya bersama Amerika.

Kedua, dibutuhkan adanya revolusi industri, yaitu perindustrian yang bertumpu pada industri konsumtif diubah menjadi bertumpu pada industri strategis (industri pengolahan yang memproses output dari industri dasar menjadi barang bernilai tambah yang tinggi). Produk hasil industri ini biasanya adalah barang intermediate atau barang modal yang akan digunakan oleh industri hilir untuk memproduksi barang dan jasa. Contoh industi strategis adalah industri peralatan berat, perkapalan, baja,persenjataan,dsb.

Dunia Islam hanya akan mampu mandiri, bila melakukan sebuah revolusi industri. Revolusi ini akan terjadi, bila pada masyarakat terdapat pemikiran untuk mandiri, bukan pemikiran untuk tergesa-gesa menikmati. India dan Cina adalah contoh terbaik abad 20. Ketika Mao Tse Tung ditanya kapan Cina akan melakukan intensifikasi pertanian dengan menggunakan traktor, dia menjawab, “Kita akan pakai traktor, setelah kita bisa bikin traktor!”.

Revolusi industri pun bermakna menjadikan industri strategis/militer sebagai basis perindustrian. Hal ini mengharuskan adanya pembangunan industri berat, berupa industri besi dan baja, batubara dan lainnya, seperti halnya industri persenjataan dan seterusnya. Contoh hal tersebut adalah seperti yang terjadi pada Uni Soviet. Negara ini menghabiskan lima tahun perencanaan yang dimulai pada tahun 1928, yang bertujuan untuk membangun sebuah basis perindustrian berat tanpa menunggu bertahun-tahun untuk mengumpulkan keuangan melalui ekspansi industri konsumen dan tanpa bergantung pada keuangan dari luar. Rencana Lima Tahun (The Five-Year Plan) adalah sebuah daftar target perekonomian yang telah direncanakan untuk memperkuat perekonomian Uni Soviet antara tahun 1928 sampai 1932, membuat negara tersebut bisa mencukupi kebutuhan militer dan industrinya sendiri. Perencanaan lima tahun tersebut dimaksudkan untuk memanfaatkan semua aktifitas ekonomi dalam pembangunan industri berat yang sistematis, sehingga mengubah Uni Soviet dari negara agraris yang sederhana menjadi sebuah kekuatan yang mapan secara industri dan militer.

Ketiga, visi negara pemimpin (leader) dan revolusi industri bisa direalisasikan jika negeri-negeri Muslim ,mengambil mabda Islam, menyatmakan sudut pandang politik dalam dan luar negerinya serta bersama-sama menegakkan negara Khilafah. Karena dengan negara ini sajalah Dunia Islam bisa menggabungkan kekuatan,dana, sumber daya alam, sumber daya manusia yang sebelumnya sudah dimiliki sebagai modal awal untuk bangkit dan mandiri.

 

Pandangan Islam tentang Industri Militer/Pertahanan 

Islam mengatur seluruh aspek kehidupan. Namun bicara tentang perindustrian (secara umum) dalam Islam, orang sering hanya terfokus pada cabang industri yang mendukung aspek ruhiyah Islam, seperti industri penerbitan Islam, industri busana dan aksesori muslim, atau industri yang mendukung ibadah haji. Padahal seharusnya seluruh cabang perindustrian diwajibkan untuk tunduk kepada syariat Islam. Seluruh cabang industri (secara umum), baik yang menghasilkan produk untuk konsumen akhir maupun yang menghasilkan alat-alat berat atau bahan baku industri yang lain, seharusnya dibangun dan diatur dalam satu kerangka berpikir dan paradigma yang dilandasi oleh aqidah Islam.

Industri dengan berbagai jenisnya, semuanya harus dibangun dengan berpijak pada politik perang. Sebab, jihad dan perang memerlukan pasukan, sementara pasukan, agar mampu berperang, harus memiliki persenjataan. Agar persenjataan itu terpenuhi bagi pasukan secara memadai hingga pada tingkat yang optimal tentu harus ada industri persenjataan di dalam negeri, khususnya industri perang, karena hubungannya yang begitu kuat dengan jihad. Agar Daulah memiliki kontrol atas semua masalah perang dan militer serta jauh dari pengaruh negara lain dalam masalah tersebut, Daulah harus mendirikan industri persenjataannya sendiri dan mampu mengembangkan persenjataan sendiri. Dengan begitu, Daulah akan tetap memiliki kendali atas dirinya sendiri untuk mengukuhkan kekuatannya. Daulah juga harus sanggup memiliki dan menguasai persenjataan yang paling canggih dan paling kuat sekalipun, bagaimanapun bentuk dan tingginya kecanggihan dan perkembangan persenjataan itu. Dengan begitu, semua bentuk dan tingkat kecanggihan persenjataan yang dibutuhkan Daulah dapat dikuasai hingga akhirnya bisa menggentarkan musuh-musuh Daulah, baik musuh yang nyata maupun musuh laten. Demikian sebagaimana firman Allah SWT : “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggetarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak tahu; sedang Allah mengetahuinya.” (QS. al-Anfâl [8]: 60)

Dari sisi mindset, seluruh pembangunan industri harus dibangun dalam paradigma kemandirian. Tak boleh sedikitpun ada peluang yang akan membuat kita menjadi tergantung kepada orang-orang kafir, baik dari sisi teknologi (melalui aturan-aturan lisensi), ekonomi (melalui aturan-aturan pinjaman atau ekspor-impor) maupun politik. Allah SWT berfirman: “… Allah sekali-kali tak akan memberi jalan pada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman.” (Qs. An-Nisâ’ [4]: 141)

Sedang dari sisi fisik, seluruh industri yang ada (industri strategis dan non strategis, industri berat atau ringan), harus mampu dimodifikasi untuk menyediakan keperluan untuk jihad pada saat dibutuhkan. Industri alat-alat berat yang pada saat damai akan membuat kereta api atau alat-alat dapur, pada saat perang harus mampu dengan cepat disulap menjadi industri tank atau senapan otomatis.

Kemampuan semacam ini pula yang dimiliki oleh setiap negara industri maju. Pada saat Perang Dunia Kedua, banyak pabrik panci di Jerman yang oleh Hitler diperintahkan untuk segera menyiapkan puluhan ribu pucuk senapan untuk tentara. Di Amerika Serikatpun, pabrik-pabrik pesawat seperti Boeing atau Lockheed Martin, memiliki cetak biru baik untuk pesawat sipil maupun militer. Pada saat Perang Teluk mereka diperintahkan menukar prioritas produksi ke pesanan-pesanan Pentagon.

Islam menetapkan bahwa sejumlah sumber daya tidak bisa dimiliki oleh individu. Kepemilikannya adalah milik seluruh ummat. Negara menjadi pengelolanya untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi rakyat. Kalaupun ada individu yang terlibat dalam pencarian, produksi atau distribusinya, maka ia hanya dibayar sesuai dengan kerjanya; bukan dengan pola bagi hasil seperti seakan-akan dia bagian dari pemiliknya. Karena pada hakekatnya, hak kepemilikan umum tersebut tidak bisa dialihkan kepada siapapun. Hukum perindustrian dalam sektor yang merupakan kepemilikan umum akan mengikuti hukum asalnya, yaitu hukum kepemilikan umum. Negaralah yang sebagai pengelolanya akan menghimpun dana guna membangun teknologinya, eksplorasi sumber alamnya hingga distribusinya. Bila Rasulullah menyebut “air, api dan padang gembalaan”, maka hal ini berarti termasuk seluruh industri pertambangan, pembangkit listrik dan industri pengolahan hasil hutan. Bila Rasulullah menyebut jalan-jalan yang tidak boleh dikapling-kapling, maka ini berarti termasuk seluruh infrastruktur transportasi dan telekomunikasi. Maka industri strategis dan militer termasuk dalam kategori kepemilikan umum yang harus dikelola oleh negara dan pemanfaatannya harus digunakan untuk menopang dakwah dan jihad.

Industri militer sudah dikembangkan pada masa awal Islam. Pada masa Nabi, pedang, tombak, panah, perisai, manjaniq (pelontar batu) dan dababah (sejenis tank yang terbuat dari kulit) adalah alutsista negara pada waktu itu. Alutsista ini sudah digunakan kaum Muslim pada zamannya. Mereka bahkan bisa memproduksinya sendiri, dengan bahan baku yang tersedia. Pada zaman Harun ar-Rasyid, Khalifah Abbasiyyah, sudah diciptakan jam sebagai penunjuk waktu. Ketika Charlement, Raja Eropa saat itu, mendapat hadiah darinya, kemudian jam itu berdetak lalu mengeluarkan bunyi, permaisuri Raja saat itu mengira jam tersebut dihuni banyak jin Efrit. Pada zaman Sultan Muhammad al-Fatih, Khilafah Utsmaniyyah, dia membiayai ilmuan penemu alutsista untuk mengembangkan penemuannya, yang semula diajukan kepada Raja Eropa, tetapi tidak direspons. Dia pun berhasil membuat meriam raksasa yang beratnya 700 ton, dengan berat mesiu 12.000 rithl, ditarik oleh 100 kerbau dan dibantu 100 orang yang gagah perkasa. Jauh lontarannya sejauh 1 mil, dengan kedalaman 6 kaki. Suara ledakannya terdengar dari jarak 13 mil. Meriam ini telah digunakan untuk menghancurkan tembok Konstantinopel, ketika ditaklukkan oleh sang Sultan.

 

Wallohu’alam bi showwab.

Tresna Dewi Kharisma (ibu 2 anak, pemerhati masalah keumatan)

Referensi :

Majalah Al Waie edisi Februari 2017

Tinjauan Buku “Keruntuhan Industri Strategis Indonesia” karya F. Harry Sampurno-Kuffa

Artikel “Proliferasi Nuklir sebagai Upaya Arms Control dalam Politik dan Keamanan Internasional

Artikel “Mengkaji Politik Perindustrian dalam Islam” (Fahmi Amhar)

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun