Aku diam mendengarkan kata-kata Ibu.
"Dia itu lelaki yang saleh, istiqamah salat wajib tepat waktu. Â Akhlaknya baik. Sudah bekerja tetap di sebuah perusahaan di Saudi."
"Ya, Bu."Aku menyahut.
"Dia itu lelaki yang baik. Jangan menyakitinya. Bukankah kau tidak ingin abangmu disakiti wanita." Ibu berkata sambil memandangku tajam-tajam.
"Maaf Ibu. Berilah aku waktu." Â Aku berkata dengan lembut.
"Ya. Jangan lama-lama. Dan lakukan salat istiharah. Ibu sendiri sudah melakukannya."
"Iya Bu. Insya Allah."Â
"Ibu sudah mantap menjadikanya sebagai calon menantu Ibu. Dia seperti anak Ibu sendiri. Bahkan dia adalah pengganti abangmu yang telah meninggal dunia saat masih kecil."
"Ya Bu."
"Ibu barusan membaca Al-Quran  surat Al-baqarah ayat 216 yang bunyinya. ..teapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu , padahal itu tidak baik bagimu . Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui".
 Aku dan Ibu berbincang-bincang di ruang tamu rumah kami yang mungil di Bondowoso sampai di dinding jam menunjukkan pukul 13.00. Tiba-tiba seseorang mengetuk pintu sambil mengucapkan salam.