Mohon tunggu...
Abdisita Sandhyasosi
Abdisita Sandhyasosi Mohon Tunggu... Psikolog - Penulis buku solo "5 Kunci Sukses Hidup" dan sekitar 25 buku antologi

Alumni psikologi Unair Surabaya. Ibu lima anak. Tinggal di Bondowoso. Pernah menjadi guru di Pesantren Al Ishlah, konsultan psikologi dan terapis bekam di Bondowoso. Hobi membaca dan menulis dengan konten motivasi Islam, kesehatan dan tanaman serta psikologi terutama psikologi pendidikan dan perkembangan. Juga hobi berkebun seperti alpukat, pisang, jambu kristal, kacang tanah, jagung manis dan aneka jenis buah dan sayur yang lain. Motto: Rumahku Mihrabku Kantorku. Quote: "Sesungguhnya hidup di dunia ini adalah kesibukan untuk memantaskan diri menjadi hamba yang dicintai-Nya".

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Lelaki dari Riyadh

24 Februari 2024   22:38 Diperbarui: 24 Februari 2024   23:00 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Lelaki dari Riyadh

Pagi. Saat  hujan mengguyur kota Riyadh  dan aku sudah selesai menunaikan salat Dhuha di sudut kamarku, aku pergi ke ruang tamu. Aku melihat ada vas bunga berisi  beberapa tangkai mawar merah segar  di atas meja.  Dan suamiku tertidur di sofa warna abau-abu.

Aku mengambil setangkai mawar dan menghirup wanginya yang khas beberapa saat. Lalu aku mengambil secarik kertas yang terselip di dalamnya.  

"I love you." Aku membaca kata-kata di secarik kertas itu lirih. 

"I love you too." Aku menjawabnya dalam hati.  Kemudian diam-diam aku mencium suamiku.  Aku melakukannya dengan pelan. takut dia terbangun. Aku juga malu kalu ketahuan menciumnya. sebab biasanya dia yang lebih dulu menciumku. 

Tiba-tiba pikiranku melayang pada masa lalu.  Rasa penyesalan tiba-tiba menyerangku. Betapa kejamnya diriku pada masa lalu padanya, lelaki dari Riyadh.

Ketika itu aku baru saja menghapus foto-foto lelaki dari Riyadh yang ada di galeri hapeku. Tiba-tiba Ibu mendekatiku dan menanyakan kemantapanku untuk  menerimanya sebagai calon suamiku.

"Apakah kau sudah mantap menerima lelaki dari Riyadh, Annisa?" Ibu bertanya dengan mimik serius.

Aku diam tak menjawab.

"Bagaimana Annisa? Apakah kau sudah mantap". Ibu bertanya lagi dengan nada agak kesal.

Aku masih diam. Mengangguk tidak. Menggeleng tidak. Bukan aku tak menyukainya melainkan karena aku tak PD alias tak percaya diri  menikah dengannya. Karena, dia berasal dari keluarga kaya. Sedangkan aku ari keluarga sederhana. selain itu dia orangnya tampan, sedangkan wajahku biasa-biasa saja. Sementara para "harem" atau wanita  Saudi cantik-cantik dan dia tinggal pilih. Aku khawatir nanti dicampakkanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun