Lelaki dari Riyadh
Pagi. Saat  hujan mengguyur kota Riyadh dan aku sudah selesai menunaikan salat Dhuha di sudut kamarku, aku pergi ke ruang tamu. Aku melihat ada vas bunga berisi  beberapa tangkai mawar merah segar  di atas meja.  Dan suamiku tertidur di sofa warna abau-abu.
Aku mengambil setangkai mawar dan menghirup wanginya yang khas beberapa saat. Lalu aku mengambil secarik kertas yang terselip di dalamnya. Â
"I love you." Aku membaca kata-kata di secarik kertas itu lirih.Â
"I love you too." Aku menjawabnya dalam hati. Â Kemudian diam-diam aku mencium suamiku. Â Aku melakukannya dengan pelan. takut dia terbangun. Aku juga malu kalu ketahuan menciumnya. sebab biasanya dia yang lebih dulu menciumku.Â
Tiba-tiba pikiranku melayang pada masa lalu. Â Rasa penyesalan tiba-tiba menyerangku. Betapa kejamnya diriku pada masa lalu padanya, lelaki dari Riyadh.
Ketika itu aku baru saja menghapus foto-foto lelaki dari Riyadh yang ada di galeri hapeku. Tiba-tiba Ibu mendekatiku dan menanyakan kemantapanku untuk  menerimanya sebagai calon suamiku.
"Apakah kau sudah mantap menerima lelaki dari Riyadh, Annisa?" Ibu bertanya dengan mimik serius.
Aku diam tak menjawab.
"Bagaimana Annisa? Apakah kau sudah mantap". Ibu bertanya lagi dengan nada agak kesal.
Aku masih diam. Mengangguk tidak. Menggeleng tidak. Bukan aku tak menyukainya melainkan karena aku tak PD alias tak percaya diri  menikah dengannya. Karena, dia berasal dari keluarga kaya. Sedangkan aku ari keluarga sederhana. selain itu dia orangnya tampan, sedangkan wajahku biasa-biasa saja. Sementara para "harem" atau wanita  Saudi cantik-cantik dan dia tinggal pilih. Aku khawatir nanti dicampakkanya.