Mohon tunggu...
Ummu Fatimah
Ummu Fatimah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Do the best

Speak your idea for the better future

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Moderasi Beragama sebagai Hasil Paradigma Berpikir

14 Januari 2023   19:20 Diperbarui: 14 Januari 2023   19:32 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Moderasi beragama masih menjadi topik hangat di negeri ini. Bagaimana tidak, pada akhir tahun 2022 lalu saja, Pemerintah dalam hal ini Kemenag bersama salah satu dari perguruan tinggi negeri pendidikan terbaik di Indonesia tengah launching komunitas mahasiswa terbaru bertemankan moderasi agama yaitu Griya Moderasi Beragama dan Bela Negara atau GMBB. GMBB merupakan proyek besar dengan 9 perguruan tinggi pilot di seluruh Indonesia. Artinya 9 perguruan tinggi inilah yang akan mengawali proyek ini beserta pengembangnnya hingga siap diikuti oleh seluruh perguruan tinggi negeri di seluruh penjuru negeri nantinya.

Adanya GMBB diharapkan mampu untuk membentuk hingga menaungi mahasiswa untuk menjadi pribadi yang moderat dalam berkeyaninan, yakni tidak terlampau ekstrim atau terlampau liberal. Ekstrim pada hal ini bermakna pada implementasi ajaran agama di dalam kehidupan, menyakini serta berbangga dengan bahwa agamanya mampu diimplementasikan dalam seluruh aspek kehidupan. 

Sedangkan, mahasiswa juga tidak diarahkan untuk menjadi pribadi yang liberal sehingga tidak memiliki arah pandang terkait agama sama sekali. Muncul pribadi yang memiliki keyakinan beragama sehingga menjalankan aspek aspek spiritualnya dengan baik serta memiliki rasa toleransi yang tinggi kepada umat beragama lain dengan cara tidak memiliki prespektif berpikir bahwa agama yang dianutnya ialah yang benar diantara yang lainnya.

URGENSI MODERASI BERAGAMA

Narasi moderasi beragama serta dorongan menjadi manusia moderat dilakukan dengan alasan terbentuknya masyarakat yang moderat akan melahirkan masyarakat yang minim konflik akibat perpecahan yang terjadi. Perpecahan yang dimaksud adalah konflik antar umat beragama yang notabene memiliki perbedaan fundamental pada kehidupan satu dengan yang lain. Sehingga tidak terwujud ditengah masyarakat persatuan dan  keharmonisan. 

Jika dalam suatu negara terjadi perpecahan maka akan membahayakan kesatuan dan persatuan negara tersebut. Oleh karenanya tidak heran jika isu ini disoroti oleh public bahkan mendapat perhatian khusus dari Pemerintah bahkan disinyalir menjadi salah satu masalah besar yang mengancam kehidupan mahasiswa. Untuk menanggulangi hal ini, perlu adanya sikap toleran di tengah masyarakat sehingga perbedaan yang ada tidak memicu adanya konflik yang tidak diinginkan.

MEMAKNAI KATA TOLERANSI

Menelisik lebih jauh tentang urgensi moderasi beragama ternyata tidak jauh dari pandangan masyarakat terkait perbedaan serta imolementasi toleransi itu sendiri. Pada kenyataannya manusia diciptakan dengan berbagai perbedaan yang ada mulai dari suku, bangsa, bahasa, ras, jenis kelamin, termasuk agama. Hal ini merupakan fitrah dalam kehidupan serta sebagai salah satu bagaian dari bagaimana sistem di alam semesta bekerja. Untuk itu, adanya perbedaan ini pada dasarnya adanyalah sebuah keniscayaan yang sangat normal terjadi.

Sehingga pada hakikatnya tidak mungkin jika perbedaan ini akan dihilangkan atau membentuk masyarakat menjadi satu kesatuan yang sama dalam segala hal. Sejatinya hal ini memang tidak perlu dilakukan karena manusia pada dasarnya masih bisa bekerja sama dengan adanya perbedaan tersebut. Untuk mewujudkan hal ini maka perlu adanya tenggang rasa antar manusia terkait hal hal yang membuat diri mereka berbeda atau biasa yang disebut toleransi.

Toleransi dalam hal ini menjadi standart sekaligus batasan interaksi yang bisa dilakukan oleh manusia satu degan manusia yang lain di tengah perbedaan keduanya sehingga bisa menghormati satu dengan yang lain.  Berbicara tentang standart yang didalamnya terdapat batasan batasan akan sangat relative dan abu abu atau tidak jelas jika dinisbatkan atau dibuat oleh manusia. Hal ini tidak lain dan tidak bukan karena manusia sendirilah objek yang akan dikenai standart tersebut. Tidak hanya itu, manusia dengan berbagai perbedaannya tadi juga akan memicu adanya perbedaan standarisasi toleransi. Sehingga menjadi tidak adil jika hal ini ditentukan oleh manusia.

Pemaknaan toleransi akan menjadi tepat serta adil ketika dinisbatkan pada Dzat yang memahami manusia luar dalam. Untuk itu tidak heran jika di dalam Islam Allah Subhanahu Wataala telah menjelaskan bagaimana standarisasi toleransi kepasa kaum muslimin. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun